26 Februari 2025
08:34 WIB
DJBC Klaim Relaksasi Bea Masuk Barang Kiriman Tak Pengaruhi Penerimaan Negara
Relaksasi bea masuk yang diberikan tidak memengaruhi penerimaan negara. Pungutannya tidak signifikan menyumbang penerimaan.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Khairul Kahfi
Petugas DJBC sedang memeriksa dan menangani barang kiriman. Dok DJBC
JAKARTA - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu memastikan berbagai macam relaksasi fiskal untuk barang kiriman yang mulai berlaku Maret 2025 tidak memengaruhi penerimaan negara. Adapun relaksasi fiskal itu mencakup pembebasan bea masuk, pengecualian bea masuk tambahan, pengecualian PPh, serta tidak dipungut PPN.
Kepala Subdirektorat Impor, Direktorat Teknis Kepabeanan DJBC Chotibul Umam meyakini, relaksasi tersebut tidak signifikan menambah ataupun menggerus penerimaan. Lantaran pungutan negara dari barang kiriman tidak besar.
"Kalau dilihat dari total penerimaan, dampaknya tidak signifikan," ujarnya dalam Media Briefing di Kantor DJBC, Jakarta, Selasa (25/2).
Baca Juga: Pemerintah Atur Hanya Tiga Jenis Tarif Bea Masuk Untuk 8 Barang Kiriman Ini
Ketika ditanya apakah relaksasi berdampak terhadap penerimaan bea masuk, Chotibul memastikan, penerimaan pos bea masuk tetap aman. Tidak tergerus dengan adanya relaksasi, tapi tidak pula bertambah banyak.
Seperti disampaikan, dia mengatakan, penerimaan bea masuk barang kiriman terhitung sedikit. Karena barang-barang kiriman yang diimpor memiliki nilai pabean kecil, sehingga tidak berpotensi mengerek penerimaan bea masuk.
"Kalau berdampak pasti berdampak, tapi tidak signifikan. Penerimaan dari barang kiriman ini tidak sampai tinggi banget, karena kan barang-barangnya kecil-kecil," tutur Chotibul.
Lebih lanjut, dia melaporkan, penerimaan negara dari barang kiriman hanya mencapai Rp1,7 triliun pada 2024. Terdiri dari bea masuk senilai Rp647 miliar dan bea masuk tambahan sekitar Rp5 miliar, atau 0,3% dari total penerimaan bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI).
Chotibul juga menyampaikan, dari segi volume, impor barang kiriman cenderung turun beberapa tahun belakangan ini.
Dia menyebutkan pada 2022 jumlah barang kiriman mencapai 61 juta kiriman. Namun, pada 2023 volume barang kiriman turun menjadi 45 juta kiriman lantaran pemerintah menerapkan kebijakan larangan dan pembatasan (lartas). Pada 2024, anjlok menjadi hanya 5,8 juta kiriman.
"Karena di September 2023, Kementerian Perdagangan memberlakukan pembatasan barang di e-commerce, harganya enggak boleh kurang dari US$100, dan di 2024 hanya ada 5,8 juta barang kiriman," papar Chotibul.
Baca Juga: Kirim Barang Maksimal US$1.500, Jemaah Haji Tidak Kena Bea Masuk
Sejalan dengan itu, Chotibul mengungkapkan, barang kiriman tidak berkontribusi signifikan menyumbang penerimaan negara.
Dia juga menuturkan, kebijakan mengenai barang kiriman dalam PMK 4/2025 tidak ditargetkan untuk menambah pundi-pundi negara. Tidak ada target penerimaan yang ditetapkan untuk bea masuk ataupun pajak terkait barang kiriman.
"Kalau untuk target penerimaan negara, untuk optimalisasi, memang untuk barang yang sifatnya personal ini, tidak menjadi target untuk pencapaian penerimaan negara," kata Chotibul.
Untuk diketahui, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 4/2025 untuk mengatur kembali atau menyempurnakan aturan sebelumnya, yakni PMK 96/2023 jo. PMK 111/2023.
Melalui PMK 4/2025 ini, DJBC berupaya melakukan perbaikan pelayanan dan memberikan kejelasan regulasi dalam impor dan ekspor barang kiriman.