24 Juni 2025
11:14 WIB
Ditopang Sektor Tekstil, Ekspor Jawa Tengah Tumbuh 7,5%
Tekstil menjadi penyumbang terbesar dalam struktur ekspor Jawa Tengah. Bersama dengan furnitur dan produk kulit, industri kreatif dan manufaktur topang 46,6% dari total ekspor Jawa Tengah.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Khairul Kahfi
Ilustrasi - Pemandangan udara kapal kontainer yang berlabuh di pelabuhan. Dok LPEI
JAKARTA - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) melaporkan, kinerja ekspor Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,5% sepanjang Januari-April 2025. Capaian ini nyatanya melampaui pertumbuhan ekspor nasional yang berada di level 6,65% dalam periode yang sama.
Sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) menjadi penyumbang terbesar dalam struktur ekspor Jateng, dengan kontribusi mencapai 43,8% terhadap total ekspor TPT nasional. Catatan ini juga menjadikan Jateng sebagai pemain utama dalam industri garmen dan fesyen Indonesia.
“Bersama dengan furnitur dan produk kulit, ketiga sektor ini menopang 46,6% dari total ekspor Jawa Tengah, menunjukkan kekuatan industri kreatif dan manufaktur berbasis kerajinan yang telah lama menjadi ciri khas daerah ini,” ujar Market Intelligence & Leads Management Chief Specialist Indonesia Eximbank Rini Satriani, Jakarta, dikutip Selasa (24/6).
Baca Juga: Kemenperin Bidik Lima Negara Jadi Pasar Ekspor Fesyen Muslim RI
Lebih detail, Rini menjelaskan bahwa sebaran ekspor Jateng juga menunjukkan konsentrasi yang kuat pada komoditas unggulan. Sekitar 80,3% ekspor provinsi ini berasal dari sepuluh komoditas utama seperti pakaian dan aksesori, alas kaki, kayu dan produk kayu, serta barang dari kulit samak.
Meski nilai itu didominasi oleh korporasi besar yang telah konsisten menembus pasar global selama lima tahun terakhir, namun kontribusi dari pelaku usaha kecil dan menengah yang melakukan kegiatan ekspor (UKME dan UMBE) juga tetap signifikan.
Adapun sektor-sektor seperti kayu, furnitur, dan produk kulit justru menunjukkan, pelaku UKME-UMBE memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan dan diversifikasi ekspor daerah.
Antisipasi Tantangan
Walaupun mengalami pertumbuhan, Rini menambahkan, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diantisipasi para eksportir Jateng. Di mana sebanyak 73,8% ekspor terkonsentrasi pada 10 negara tujuan utama, dengan Amerika Serikat dan Jepang menyerap lebih dari separuh total ekspor Jawa Tengah.
"Ketergantungan ini, membuat Jawa Tengah rentan terhadap gejolak pasar global, terutama di tengah perang dagang antara AS dan Tiongkok, serta ketegangan geopolitik di Timur Tengah," jelasnya.
Baca Juga: Tarif Impor AS-China Turun Jadi Angin Segar Untuk UMKM
Meski demikian, di tengah tekanan global, peluang tetap terbuka lebar bagi pelaku ekspor Jawa Tengah. Hal tersebut disebabkan oleh produk yang menjadi komoditas berjenis sensitivitas politik rendah seperti tekstil nonfesyen, produk kemasan ramah lingkungan, dan barang seni.
Dalam jangka pendek, urainya, eksportir Indonesia masih dapat mengoptimalkan pasar Amerika Serikat yang hingga kini tetap menjadi salah satu tujuan ekspor utama, terutama untuk produk seperti kertas kemasan dan furnitur.
"Peluang ini dapat dimaksimalkan dengan memanfaatkan celah pasar serta berbagai kebijakan insentif yang tengah diberlakukan pemerintah AS bagi pelaku usaha AS," jelas Rini
Baca Juga: Ada 4 Produk UMKM yang Diperkirakan Masih Laku Keras Meski Tarif AS Naik
Sebagai bentuk antisipasi dalam jangka panjang, Rini tetap menekankan bahwa eksportir Jateng perlu menyiapkan strategi berupa diversifikasi pasar ke kawasan lain seperti Asia Tengah, Eropa, dan Korea Selatan.
Dia memandang, strategi diversifikasi ekspor tersebut penting dilakukan melalui pemanfaatan perjanjian dagang bilateral maupun multilateral, guna meningkatkan daya saing dan ketahanan ekspor nasional.
"(Di sisi lain) pelaku ekspor (mesti) tetap waspada terhadap eskalasi tensi geopolitik, khususnya di Timur Tengah, yang berpotensi memicu gangguan distribusi dan hambatan logistik pada jalur perdagangan global," sebutnya.
Di saat bersamaan, dirinya juga menyorot industri TPT yang saat ini tengah mengalami oversupply oleh produk sejenis dari China dan berpotensi menurunkan permintaan produk TPT Indonesia ke negara tujuan ekspor.
Baca Juga: Optimisme UMKM Dibayangi Dampak Tarif Trump
Terkait hal ini, Rini menyarankan, agar eksportir TPT dapat bertransformasi menuju produksi bersertifikasi ESG guna meningkatkan daya saing di pasar global yang semakin menuntut keberlanjutan dan kepatuhan sosial lingkungan.
“Momentum pertumbuhan ekspor Jawa Tengah menjadi bukti bahwa daerah ini memiliki fondasi industri yang kuat dan adaptif. Dengan strategi yang tepat, Jawa Tengah berpeluang besar untuk terus menjadi lokomotif ekspor nasional, sekaligus memperkuat posisi Indonesia di pasar global yang semakin kompetitif,” pungkasnya.