c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

13 Mei 2025

15:51 WIB

Tarif Impor AS-China Turun Jadi Angin Segar Untuk UMKM

Penurunan tarif impor dalam perang dagang AS-China menjadi awal yang baik bagi UMKM di tanah air. Kendati, kondisi itu jangan sampai membuat UMKM di Indonesia menjadi terlena.

Editor: Khairul Kahfi

<p>Tarif Impor AS-China Turun Jadi Angin Segar Untuk UMKM</p>
<p>Tarif Impor AS-China Turun Jadi Angin Segar Untuk UMKM</p>

Perajin menyelesaikan kerajinan anyaman rotan di salah satu Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Senin (26/7/2021). Antara Foto/M Risyal Hidayat/wsj

DEPOK - Konsultan Bisnis Kerakyatan Wirson Selo menyatakan, penurunan tarif impor dalam perang dagang Amerika Serikat (AS)-China menjadi awal yang baik bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di tanah air.

Kendati demikian, dia mengingatkan, kondisi itu jangan sampai membuat UMKM di Indonesia menjadi terlena, karena bisnis merupakan sesuatu hal yang dinamis dan harus terus bergerak.

"Perang dagang sejatinya sudah terjadi sejak ratusan tahun lampau, kita mengenal jalur sutra sebagai jalur perdagangan yang melintasi kawasan Asia, di mana para pedagang jual beli rempah dan produk tenun serta produk perkakas," ujar Wirson melansir Antara, Jakarta, Selasa (13/5).

Baca Juga: Usai China-AS Turunkan Tarif Sementara, Trump Bakal Gelar Pembicaraan Dengan Xi

Adapun negosiasi petinggi AS dan China di Jenewa, Swiss selama 10-11 Mei 2025 berhasil sepakat menurunkan tensi perang dagang kedua negara. Dengan AS menurunkan tarif impor atas barang China dari 145% menjadi 30%, dan tarif China untuk barang AS turun dari 125% menjadi 10%.

Menurutnya, perang dagang pada masa modern menjadi isu yang mengguncang, karena regulasi dan pembatasan yang ketat yang diberlakukan oleh setiap negara, mempertimbangkan kepentingan dan memperjuangkan dominasi masing-masing.

Setiap negara akan memperjuangkan surplus angka dalam proses terjadinya ekspor impor. Setiap negara menghendaki lebih banyak uang yang diterima daripada uang yang dibayarkan ke negara lain.

Mekanisme perdagangan internasional saat ini setiap negara saling ketergantungan satu sama lain dengan saling bertukar produk. Setiap negara berjuang untuk memperbesar jumlah barang dan nilai untuk diekspor, sembari menekan sekecil mungkin ketergantungannya atas produk impor dari negara lain.

"Proses yang sangat dinamis, bergerak dan bergeser dari waktu ke waktu sepanjang waktu, mencari titik keseimbangan perdagangan (equlibrium point)," kata Wirson.

Dia tidak menampik, pada awal perang dagang AS-China sempat membuat para pelaku usaha mencermati produknya secara saksama.

Secara garis besar, yang menjadi konsentrasi para pelaku usaha adalah mengecek rantai pasok bahan baku untuk melihat apa saja yang didatangkan dari negara lain, serta mengecek seberapa besar produknya yang diekspor ke negara lain terutama AS.

"Sudah pasti, UMKM di Indonesia juga tentu akan terdampak, terutama produk-produk yang market ekspornya ke AS, karena dalam proses ekspor sebagian telah terjadi kesepakatan dan kontrak jual beli jauh sebelum kebijakan ini diberlakukan," ujarnya.

Pada titik ini, sambungnya, para pelaku usaha gelisah membaca arah dan kepastian memikirkan alternatif negara lain sebagai tujuan ekspor.

Namun, Wirson menilai, kegelisahan ini tidak berlangsung lama. Sebab, upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk bernegosiasi terhadap AS merupakan langkah kompromistis untuk menjaga stabilitas ekspor ke AS.

"Situasi ini semestinya akan menjadi pemicu bagi para pelaku usaha untuk memperluas market-nya di luar negeri, menjalin kerja sama perdagangan dengan banyak negara, dan terus menambah varian produk ekspornya," ujarnya.

Wirson menjelaskan, perang dagang kali ini menjadi kejutan bagi pelaku UMKM, sekaligus menyadarkan regulasi dan situasi global menjadi faktor penentu utama di segala lini bisnis.

Para pihak harus mengambil pelajaran penting dari peristiwa perang dagang. Pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait disinyalir akan meningkatkan frekuensi dialog perdagangan dengan lebih banyak negara. Sehingga risiko kebijakan negatif negara lain tidak serta merta membuat sektor UMKM terpuruk ke depannya.

Baca Juga: WTO: Tarif Dagang Picu Tantangan Sekaligus Peluang Di Dunia

Semestinya, pelaku usaha menyadari dan menemukan cara meningkatkan efisiensi produksi dengan menemukan sumber pasokan bahan baku yang tidak hanya bergantung ke satu atau dua sumber saja, sekaligus terus meningkatkan riset dan pengembangan untuk memanfaatkan potensi sumber daya di negeri sendiri.

UMKM perlu memperkuat komunikasi, menghimpun diri dan berjejaring sesama pelaku usaha, untuk mengambil langkah strategis bersama yang bersifat formula darurat atau cepat saji, sambil terus berdialog dengan pemerintah untuk merumuskan langkah strategis pada masa mendatang.

"Penguasa adalah penentu arah kebijakan, ketika kebijakan tidak satu napas dengan realitas di pelaku usaha, maka kebijakan yang diambil bisa saja menjadi kurang tepat, kesinambungan komunikasi dan dialog antara pelaku UMKM dan pengambil kebijakan senantiasa harus sinkron," jelasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar