14 November 2025
08:37 WIB
Dirjen Gatrik: RI Masih Candu Setrum Dari Fosil
Sekalipun ada tekanan transisi energi, peralihan dari PLTU menuju pembangkit EBT tak bisa dilakukan semudah membalik telapak tangan.
Penulis: Yoseph Krishna
Foto udara Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, Cilegon, Banten, Rabu (31/7/2024). Antara Foto/Galih Pradipta
JAKARTA - Plt. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tri Winarno tak menampik sumber energi fosil masih menjadi tulang punggung sistem ketenagalistrikan di Indonesia.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR, Tri menyebut sumber energi fosil, terutama batu bara, masih menjadi andalan baseload pembangkit listrik yang beroperasi 24 jam memenuhi kebutuhan setrum dari Sabang sampai Merauke.
"Struktur dalam sistem pembangkit kita masih menunjukkan ketergantungan pada energi fosil, khususnya batu bara yang hingga kini masih menjadi andalan baseload pembangkit beban dasar yang beroperasi 24 jam untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik nasional," papar Tri di Gedung Parlemen, Kamis (13/11).
Menurutnya, peralihan menuju energi bersih untuk memenuhi tekanan global terkait transisi energi tak bisa dilakukan Indonesia semudah membalik telapak tangan.
Baca Juga: Kebutuhan Energi Fosil Masih Tinggi di Tengah Kampanye Transisi Energi
Pasalnya, sudah sejak lama pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara menjadi tulang punggung kelistrikan nasional dan keandalannya masih cukup signifikan. Jadi, Indonesia masih sangat memerlukan PLTU untuk menyediakan energi listrik.
"Tapi, kita tidak bisa menutup juga bahwa tuntutan dekarbonisasi semakin menguat, baik dari sisi kebijakan nasional maupun dinamika ekonomi global," tambahnya.
Menyadur bahan paparan Tri, PLTU batu bara memiliki kapasitas sekitar 59,07 Gigawatt (GW) atau 55,1% dari total bauran pembangkit listrik di Indonesia. Sementara energi fosil secara keseluruhan memakan porsi 91,76 GW atau 85,6%.
Porsi energi fosil selain batu bara, mencakup pembangkit listrik berbasis gas (PLTG), gas uap (PLTGU), mesin gas (PLTMG), dan pembangkit listrik tenaga mesin gas dan uap (PLTMGU) dengan total kapasitas 26,28 GW atau 24,5% dari total pembangkit listrik di Indonesia.
Baca Juga: Celios: PLTG Fosil Berpotensi Gerus PDB Rp603,6 T Selama 16 Tahun
Ditegaskan Tri, pembangkit listrik berbahan bakar gas memegang peran krusial untuk menopang kebutuhan listrik di kota-kota besar dan menjaga keandalan ketika kebutuhan listrik melonjak secara tiba-tiba.
"Karakternya yang lebih fleksibel membuat PLTG mampu mengikuti perubahan beban berperan sebagai load follower sekaligus peaker ketika kebutuhan listrik melonjak tiba-tiba," kata dia.
Dirinya juga menjelaskan, gas sebagai bahan bakar listrik bisa menjaga keandalan sistem karena punya karakteristik yang fleksibel dan mengikuti perubahan beban. Jadi, sumber energi tersebut juga bisa diandalkan untuk menopang keandalan sistem pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan.
"Fleksibilitas inilah yang kelak akan menjadi semakin penting bagi penetrasi EBT variable, seperti surya dan bayu yang terus meningkat," pungkas Tri Winarno.