08 Juli 2024
16:01 WIB
Dicecar Soal Kebakaran Mei 2024, Kalimantan Ferro Industri Berkelit
Kalimantan Ferro Industri (KFI) menegaskan insiden Mei 2024 hanya letupan di bagian limbah dan bukan kebakaran. KFI juga mengaku memiliki SOP.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Ilustrasi smelter logam. Shutterstock/Vladimir Mulder
JAKARTA - Komisi VII DPR memanggil Dewan Direksi PT Kalimantan Ferro Industri (KFI) dalam agenda Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung Parlemen, Senin (8/7).
Panggilan itu tak lepas dari sejumlah kecelakaan kerja yang terjadi di fasilitas pemurnian nikel (smelter) milik PT KFI pada September 2023 dan yang terbaru pada 16 Mei 2024 silam.
Anggota Komisi VII DPR Bambang Hermanto mengungkapkan dari hasil kunjungan ke smelter milik KFI, pihaknya tidak menemukan kesiagaan peralatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), seperti alat pemadam kebakaran hingga rambu-rambu petunjuk kerja.
"Menurut saya kalau kita tidak patuhi K3 tentu berisiko. Ini akibatnya salah satunya timbul kebakaran-kebakaran. Kalau kita tertib, terpasang alat pemadam kebakaran, alat-alat K3 di tempat kerja, tentu hal ini bisa kita hindari," ungkap Bambang.
Baca Juga: BPKM Klaim Mundurnya BASF Dan Eramet Tak Surutkan Minat Investasi
Pada kesempatan yang sama, Owner Representative PT KFI Ardhi Soemargo menerangkan terkait insiden 16 Mei 2024 bukanlah kebakaran, tetapi hanya sedikit letupan yang menimbulkan api dalam waktu yang sebentar.
Kondisi itu ia akui berakibat pada luka ringan yang menimpa dua orang pekerja. PT KFI kala itu, sambung Ardhi, langsung mengambil tindakan medis dengan melarikan korban ke Puskesmas terdekat dan memulangkannya.
"Makanya kalau bapak (Anggota Komisi VII DPR) katakan kebakaran, boleh lah kami sampaikan kebakaran. Itu letupan di limbah yang bukan bagian dari smelter," imbuh dia.
Menanggapi Bambang Hermanto, dirinya mengakui PT KFI tidak mengarahkan Komisi VII DPR ke titik-titik yang sudah tersedia peralatan K3 di smelter.
Pasalnya, operasional smelter PT KFI ia tegaskan sudah mengikuti regulasi yang berlaku. Hal itu tercermin dari Sertifikat Laik Fungsi (SLF), Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), hingga Izin Usaha Industri (IUI) yang sudah dikantungi PT KFI dengan proses yang ketat.
Dirinya berkelit, KFI sudah menjadikan Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai landasan perusahaan dalam beroperasi. Sehingga ketika terjadi insiden pada Mei 2024 lalu, KFI telah menambah sejumlah peralatan K3, mulai dari APAR, hingga mobil pemadam kebakaran.
"Kami sudah memberi tiga kali ekstra dari perihal-perihal yang harusnya kami butuhkan," kata Ardhi.
Baca Juga: Hilirisasi Terus Digaungkan, Ini Manfaatnya Bagi Negara
Seolah mewajarkan insiden yang terjadi pada Mei 2024 lalu, Ardhi mengatakan kejadian yang tidak diinginkan pun bisa terjadi di pesawat terbang meskipun sudah menjalani SOP yang jauh lebih ketat.
"Tanpa mengurangi rasa hormat, pesawat terbang yang SOP-nya segitu kencang saja kadang bisa saja ada kejadian. Tapi mohon maaf, saya ingin sampaikan bahwa SOP kami benar-benar kami tekankan, SOP kami benar-benar kami ikuti, benar-benar jadi panduan," sambungnya.
Mendengar pernyataan itu, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto pun geram. Menurutnya, KFI tak bisa semena-mena mewajarkan insiden yang terjadi dengan membandingkannya ke insiden kecelakaan pesawat terbang.
"Lagi-lagi harus saya ingatkan, jangan pakai analogi yang menyesatkan. Tiba-tiba terus pesawat bisa kecelakaan, kalau seperti itu caranya ya tidak ada habisnya gitu," tegas Sugeng Suparwoto.