c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

20 November 2023

20:25 WIB

Di Tengah Kenaikan Harga, Bapanas Sebut Stok Kedelai Cukup

Bapanas menyebut stok kedelai cukup hingga akhir tahun 2023, namun asosiasi pengrajin tempe dan tahu mengeluh harga kedelai terus naik.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Fin Harini

Di Tengah Kenaikan Harga, Bapanas Sebut Stok Kedelai Cukup
Di Tengah Kenaikan Harga, Bapanas Sebut Stok Kedelai Cukup
Lapak pedagang tempe di pasar tradisional Pasar Minggu, Jakarta, Senin (20/11). ValidNewsID/ Erlinda PW

JAKARTA  - Sekretaris utama Badan Pangan Nasional (Bapanas) Sarwo Edhy menyebutkan stok komoditas kedelai hingga akhir tahun 2023 tercatat aman. Namun, di tengah stok yang cukup, harga kedelai terus meningkat hingga membuat pengrajin tahu tempe gulung tikar.

Edhy mengungkapkan, stok kedelai hingga akhir tahun 2023 diperkirakan sebanyak 254.259 ton atau setara untuk 36 hari, namun dengan catatan impor bisa terpenuhi.

“Impor untuk kedelai periode Januari-September dan Oktober-Desember yang jumlahnya 2,3 juta ton bisa terpenuhi,” Edhy dalam paparannya di rapat koordinasi inflasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Senin (20/11).

Secara rinci, data yang disajikan Edhy menunjukkan stok kedelai tersebut di awal tahun 2023 sebanyak 508.821 ton. Terdiri dari  162.000 ton yang berada di importir dan produksi dalam negeri sebanyak 346.821 ton.

Lalu, pada periode Januari-September 2023, realisasi impor mencapai 1.869.881 ton. Selanjutnya, rencana impor periode Oktober-Desember sebanyak 469.142 ton.

Selain itu juga terdapat realisasi ekspor Januari-September 2023 sebanyak 1.746 ton dan rencana ekspor Oktober-Desember 2023 sebanyak 457 ton. Adapun untuk kebutuhan kedelai tahunan sebanyak 2.591.381 ton dan bulanan sebanyak 215.948 ton.

Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Koperasi Pengrajin Tahu dan Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengaku banyak pengrajin tahu dan tempe di lapangan mengeluhkan kenaikan harga kedelai. Kenaikan harga kedelai menurut Aip sudah lebih dari 30%, yakni dari kisaran Rp10.000 per kg, saat ini mencapai Rp12.500 hingga Rp13.000 per kg.

“Saya minta betul ke pemerintah, please kalau mulai September sampai Desember kan naik terus harganya. Mestinya pemerintah menyiapkan cadangan pangan,” kata Aip.

Baca Juga: Harga Kedelai Naik, Gapkoptindo: Please Pemerintah, Siapkan Cadangan

Dari pantauan panel harga pangan Bapanas, harga kedelai impor di produsen senilai Rp13.320 per kg atau naik 0,23% dalam sepekan per hari ini, Senin (20/11). Sedangkan berdasarkan pada Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 11 Tahun 2022, untuk Harga Acuan Pembelian/Penjualan (HAP) kedelai di level produsen sebesar Rp10.775 per kg dan level konsumen sebesar Rp12.000 per kg.

Selain karena kenaikan harga musiman yang biasa terjadi di September hingga Desember, Aip menuturkan untuk kenaikan harga dipicu adanya pelemahan rupiah, naiknya biaya angkut dari Amerika dan Brazil imbas lonjakan harga minyak global, dan terjadinya El Nino yang menurunkan produksi kedelai di Amerika dan Brazil.

Berdasarkan pantauan Validnews di pasar tradisional Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada hari Senin (20/11), untuk harga tempe masih stabil di harga Rp5.000 per potong ukuran sedang dan Rp7.000 per potong ukuran besar. Salah satu pedagang tempe di Pasar Minggu, Tinah (59 tahun) mengungkapkan kalau harga tempe yang ia jual belum mengalami kenaikan.

“Kalau tempe yang saya jual nggak naik harganya. Ini ukurannya juga masih sama. Saya ambil di Sentiong sana Jakarta Pusat,” tutur Tinah kepada Validnews, Senin (20/11).

Senada dengan Tinah, pedagang tempe lainnya di kawasan Pasar Minggu, Gito (63 tahun) mengaku tempe yang ia jajakan juga belum mengalami kenaikan harga.

“Kalau tempe nggak naik harganya, gedenya juga sama ini dari kemarin-kemarin. Kalau yang harganya naik itu paling yang jual lebih kecil lagi ukurannya,” ucap Gito.

Pengrajin Tempe Ingin Indonesia Produksi Kedelai GMO Sendiri
Lebih lanjut, Aip mengungkapkan jika komoditas kedelai di Indonesia memang didominasi dari pasokan impor, yaitu 90%. Barulah sisanya 10% merupakan produksi dalam negeri. Sedangkan kebutuhan kedelai selama setahun menurutnya sekitar 3 juta ton.

“Ini artinya ada sekitar 2,7 juta ton impor kedelai. Padahal kalau produksi lokal ditingkatkan lagi kaya tahun 1989-1992 itu kita bisa swasembada kedelai,” ucap Aip kepada Validnews, Senin (20/11).

Menurutnya, pada masa tersebut Indonesia bisa berswasembada kedelai sekitar 1,8 juta hingga 2 juta ton dalam setahun. Sedangkan saat ini hanya mampu memproduksi sebanyak 300 ribu ton setahun.

Alasan penurunan produksi dalam negeri dijelaskan Aip karena pemerintah Indonesia melarang petani menanam kedelai Genetically Modified Organisms (GMO). Padahal kedelai yang diimpor dari Amerika dan Brazil merupakan kedelai GMO.

Baca Juga: Putus Ketergantungan Impor, Pemerintah Rumuskan Harga Kedelai Lokal

Selain itu kedelai GMO bisa menghasilkan 4 ton dalam satu hektare, sedangkan kedelai non GMO yang ditanam petani lokal hanya mampu diproduksi sebanyak 1,5 ton per hektare.

“Itu karena kalau tanam kedelai normal atau natural ya hasilnya sedikit. Padahal kedelai impor itu GMO, dan kita sudah makan kedelai GMO 30 tahunan lebih tidak ada yang keracunan, justru menyehatkan,” ungkap Aip.

Aip bilang, pihaknya telah mengajukan usulan ke pemerintah untuk menanam kedelai GMO, bahkan mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo. Namun hingga saat ini Kementerian Pertanian (Kementan) yang bertanggung jawab dalam produksi pangan belum memberikan keputusan apapun.

“Presiden Jokowi waktu itu sudah setuju. Tapi begitu saya ketemu pihak Kementan, mereka bilang belum ada petunjuk. Makanya saya heran,” tutur Aip. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar