c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

05 September 2024

16:44 WIB

CIPS: Skema CBP Belum Tentu Jamin Ketersediaan Beras Jangka Panjang

Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai kebijakan pemerintah terkait pengadaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) belum tentu menjamin ketersediaan beras di pasar dalam jangka panjang.

Penulis: Khairul Kahfi

<p id="isPasted">CIPS: Skema CBP Belum Tentu Jamin Ketersediaan Beras Jangka Panjang</p>
<p id="isPasted">CIPS: Skema CBP Belum Tentu Jamin Ketersediaan Beras Jangka Panjang</p>

Sejumlah pekerja menumpuk karung berisi beras di Gudang Bulog, Medan, Sumatera Utara, Rabu (24/7/2024). Antara Foto/Yudi Manar

JAKARTA - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai kebijakan pemerintah terkait pengadaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) belum tentu menjamin ketersediaan beras di pasar. Dalam jangka panjang, CIPS menyebutkan terdapat beberapa langkah yang perlu pemerintah pertimbangkan demi ketahanan pangan sekaligus kelangsungan usaha pertanian.

“Penyelenggaraan CBP untuk stabilisasi harga, walaupun efektif dalam jangka pendek, tidak dapat menjadi solusi permanen bagi permasalahan beras yang kompleks,” kata Head of Research CIPS Aditya Alta dalam siaran tertulis, Jakarta, Kamis (5/9).

Dia juga menggarisbawahi, harga beras yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir merupakan akibat dari penurunan produktivitas yang memerlukan solusi jangka panjang. 

Oleh karena itu, pemerintah perlu menyadari bahwa produktivitas beras nasional semakin mendatar. Hal ini disebabkan penggunaan varietas beras unggul baru yang terbatas, kesuburan tanah yang semakin berkurang, serta adanya dampak perubahan iklim. 

Di sisi lain, rantai nilai beras Indonesia yang cukup panjang dan kurang efisien menyebabkan harga yang tinggi di tingkat konsumen tanpa meningkatkan pendapatan yang signifikan di sisi petani. 

Aditya pun mendukung, pentingnya peralihan dan adopsi metode pertanian yang dapat mengadaptasi semakin berkurangnya luas lahan pertanian Indonesia. 

“Cara bertani yang lebih fokus pada intensifikasi dan penggunaan input pertanian secara lebih bertanggung jawab perlu dicapai, lewat kebijakan yang tidak fokus pada satu atau dua komoditas pertanian saja,” urainya.

Baca Juga: Bapanas Targetkan Cadangan Beras Capai 2 Juta Ton Di Akhir Tahun

Selain itu, kebijakan ketahanan pangan mesti bisa menjamin tercukupinya kebutuhan beras domestik dengan harga yang paling terjangkau. Misalnya, melalui impor atau perjanjian dagang  dengan negara penghasil beras yang lebih efisien. 

Di sisi lain, efisiensi dan nilai tambah pertanian domestik perlu ditingkatkan secara signifikan. “Salah satunya dengan perubahan skema penyaluran subsidi dan bantuan langsung ke petani,” urainya. 

Per 5 September 2024, Panel Harga Pangan Bapanas mencatat, harga rata-rata beras medium nasional naik tipis dibanderol menjadi kisaran Rp13.570/kg. Adapun harga beras medium tertinggi terjadi di Papua Pegunungan Rp18.000/kg, sedangkan terendah berada di Jawa Timur Rp12.510/kg.

Sementara itu, harga rata-rata beras premium nasional naik dibanderol menjadi kisaran Rp15.570/kg. Adapun harga beras premium tertinggi terjadi di Papua Pegunungan Rp20.000/kg, sedangkan terendah berada di Sumatera Selatan Rp14.130/kg.

Berdasarkan pemantauan, harga beras medium nasional di seluruh provinsi merata berada di atas 20% HET/HAP yang ditetapkan. Hal yang sama juga terjadi pada harga beras premium yang merata berada di atas 20% HET/HAP di seluruh provinsi, kecuali Banten yang HET/HAP-nya cukup stabil. 

CIPS pun mendesak pemangku kepentingan dalam upaya meningkatkan produktivitas padi untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi sektor pertanian di tanah air. Seperti penambahan jumlah penduduk, berkurangnya lahan produktif dan tidak stabilnya daya beli masyarakat.

Baca Juga: Rencana Akuisisi Perusahaan Kamboja, Bulog Pertimbangkan Tiga Hal Ini

Statistik menunjukkan produktivitas padi dalam beberapa tahun terakhir berada pada rata-rata 52 kuintal per hektare, dengan pertumbuhan yang cenderung melandai. Kendati, sebut Aditya, masih ada ruang untuk meningkatkan produktivitas padi. 

CIPS merekomendasikan upaya peningkatan produktivitas lahan maupun tenaga kerja pertanian. Melalui penggunaan bibit unggul, peningkatan akses petani terhadap pupuk, penanganan serangan hama atau Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), dan penggunaan alat mesin pertanian atau mekanisasi. 

“Selain itu, juga dapat dilakukan perbaikan teknik budidaya, perbaikan dan perluasan jaringan irigasi, penggunaan modifikasi cuaca untuk mitigasi perubahan iklim dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia sektor pertanian,” jabarnya.

Sementara itu, upaya untuk menarik lebih banyak investasi swasta di sektor pertanian dapat dilakukan pada pemupukan dan perbenihan. Hal ini dibutuhkan dalam menciptakan kompetisi bagi para penyedia pupuk dan benih, serta memberikan kesempatan kepada para petani untuk dapat mengakses input pertanian yang dibutuhkan dengan harga kompetitif.

Selain permasalahan produktivitas, pemerintah juga perlu mengidentifikasi dan menyederhanakan sejumlah peraturan dan proses untuk mengurangi biaya logistik yang ditanggung konsumen.

Di tingkat nasional, logistik berkontribusi antara 21–23% dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia, yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara berkembang lainnya. Biaya transportasi dan persediaan mendominasi biaya logistik di Indonesia. 

“Distribusi beras rumit karena produksi beras terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sementara konsumsinya tinggi di seluruh Indonesia,” jelasnya. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar