c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

04 September 2024

19:56 WIB

Bapanas Targetkan Cadangan Beras Capai 2 Juta Ton Di Akhir Tahun

Cadangan beras pemerintah ditargetkan bisa di atas 2 juta ton di akhir tahun 2024 dari 1,3 juta ton. Saat ini menjadi waktu yang tepat menambah stok CBP karena produksi akibat panen meningkat

<p>Bapanas Targetkan Cadangan Beras Capai 2 Juta Ton Di Akhir Tahun</p>
<p>Bapanas Targetkan Cadangan Beras Capai 2 Juta Ton Di Akhir Tahun</p>

Sejumlah pekerja menumpuk karung berisi beras di Gudang Bulog, Medan, Sumatera Utara, Rabu (24/7/2024 ). Antara Foto/Yudi Manar

JAKARTA - Badan Pangan Nasional (Bapanas) menargetkan cadangan beras pemerintah (CBP) bisa mencapai 2 juta ton pada akhir tahun 2024 ini. Target tersebut disesuaikan dengan kebutuhan beras yang akan melonjak tajam menjelang Pilkada Serentak pada November mendatang.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, CBP juga perlu ditingkatkan, karena produksi beras diperkirakan akan menurun pada akhir tahun ini dan awal tahun 2025. 

“November, Desember, Januari adalah masa-masa kritis, sehingga Bulog harus punya cadangan beras pemerintah, dan angkanya kami berharap bisa di atas 2 juta ton karena hari ini masih 1,3 juta ton,” kata Arief dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI, di Jakarta, Rabu (4/9).

Arief menjelaskan, stok beras Perum Bulog secara nasional per 2 September adalah 1,39 juta ton. Terdiri dari stock on hand sebanyak 1,31 juta ton dan beras impor dalam perjalanan 84,75 ribu ton. Stok tersebut tersebar di seluruh gudang Bulog di kabupaten dan kota di Indonesia.

Dia mengatakan, ini adalah saat yang tepat untuk menambah stok CBP. Pasalnya, berdasarkan Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS) amatan Juli 2024 update per 22 Agustus, produksi beras pada periode September dan Oktober 2024 akan meningkat masing-masing menjadi 2,87 juta ton dan 2,59 juta ton.

Jumlah tersebut meningkat dibandingkan produksi beras pada Juni yang tercatat 2,06 juta ton dan Juli 2,05 juta ton. 

Selain itu, menurut survei BPS, produksi beras pada September dan Oktober itu diperkirakan melampaui konsumsi beras nasional yang hanya 2,58 juta ton dalam periode yang sama. Artinya ada surplus produksi yang terjadi.

“Ini waktunya kita mempersiapkan stok cadangan beras pemerintah … Sehingga kami sangat intens mempersiapkan cadangan pangan pemerintah, khususnya beras,” ujar Arief.

Sekadar mengingatkan, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi pada pekan lalu mengatakan, Bulog yang mendapatkan kuota impor beras 3,6 juta ton pada tahun ini, telah merealisasikan 2,4 juta ton. Sehingga masih ada 1,2 juta ton kuota beras impor yang belum terealisasi.

Impor beras sebanyak 1,2 juta ton itu diharapkan dapat terealisasi sepenuhnya dan tiba sebelum Desember 2024. Beras impor itu akan dijadikan cadangan beras pemerintah, termasuk untuk beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang dijual Rp12.500 per kg.

Panen Berlimpah
Sementara itu, Direktur Utama Padigital sekaligus Ketua Dewan Pakar Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi Dan Beras Indonesia (Perpadi) Pamrihadi Wiraryo menilai, terjadinya anomali harga gabah disebabkan panen raya di sejumlah daerah berlimpah.

"Penurunan harga gabah di sejumlah daerah utamanya di Sulawesi Selatan mengindikasikan bahwa produksi padi dalam kondisi berlimpah," kata Pamrihadi dalam keterangan di Jakarta, Rabu.

Menurutnya, penurunan harga mengindikasikan, produksi dalam negeri dalam kondisi berlimpah. Bahkan, bagi dia, kondisi itu menjadi luar biasa, pasalnya pada Agustus dan September yang biasanya selalu terjadi penurunan produksi dan menyebabkan pasokan ke pasar terganggu, hingga harga beras di pasaran melambung tinggi.

Mengenai hal ini, Pamrihadi mengapresiasi upaya para petani yang terus berproduksi di tengah kekeringan panjang akibat gelombang panas ganas. 

Di sisi lain, dia juga mengapresiasi bantuan pompanisasi yang digencarkan Kementerian Pertanian secara merata di seluruh Indonesia.

"Saya kira ini patut diapresiasi, tidak hanya petani yang bekerja keras untuk berproduksi, namun juga pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian yang secara masif mendistribusikan bantuan seperti pompa dan pendampingan kepada petani untuk menggenjot produksi di tengah terpaan El Nino," tuturnya.

Penurunan harga tahun ini merupakan anomia, karena pada saat bersamaan Indonesia tengah dilanda kekeringan panjang akibat gelombang panas terparah di sepanjang sejarah dan mengakibatkan harga beras di musim kering mengalami kenaikan akibat gagal panen.

"Di lapangan memang terjadi penurunan harga, sehingga data yang ada saat ini menggambarkan penurunan harga gabah. Jadi survei BPS di beberapa wilayah memang benar terjadi penurunan harga," ucapnya.

Berdasarkan catatannya, menurut Pamrihadi, panen raya berlangsung di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) seperti di Kabupaten Sidrap dan Pare Pare. Kondisi ini mengakibatkan harga gabah kering panen (GKP) di sana bisa dibeli dengan harga Rp6.000 per kilogram.

Contoh lainnya, kata dia, harga gabah di jalur Sumatera Selatan dan Lampung juga berada di kisaran Rp6.800 per kg, meski terjadi kenaikan di Pulau Jawa yang berada di kisaran Rp7.000 per kg.

"Karena itu para penggilingan padi di Pulau Jawa berharap harga GKP bisa turun ke harga Rp. 6.500 mengingat dengan harga sebesar itu penggilingan mengalami kerugian," serunya.

Sebelumnya, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan, harga gabah di tingkat petani atau gabah kering panen (GKP) pada Agustus 2024 turun sebesar 1,15% secara bulanan (MtoM) dan naik sebesar 10,10 persen secara tahunan (YonY).

Pudji mengatakan, penurunan rata-rata harga beras terjadi di seluruh Indonesia yang mencakup berbagai jenis kualitas seperti medium maupun premium. 

Menurut dia, penurunan ini terjadi karena sebagian wilayah sentra tengah, memasuki masa panen raya. Sementara kenaikan harga di sejumlah daerah terjadi karena umumnya tidak dalam masa panen raya.

"Survei ini mencakup 1.853 observasi transaksi penjualan gabah di 26 Provinsi dan dari 89,21 persen observasi kualitas GKP dan GKG terdapat 11.07 persen harga di bawah HPP," ucap Pudji.

Di sisi lain, Pemerintah terus menggenjot percepatan produksi melalui program perluasan areal tanam (PAT) dan pompanisasi, sebagai solusi cepat meningkatkan indeks pertanaman dari yang hanya satu kali menjadi dua bahkan tiga kali dalam setahun.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan bahwa pompanisasi merupakan solusi cepat dalam memperluas areal tanam di saat kekeringan panjang akibat gelombang panas dunia. Lewat program tersebut, Amran yakin Indonesia mampu meningkatkan produksi secara maksimal.

"Pompanisasi sudah kita didistribusikan secara merata, kini saatnya kita bekerja meningkatkan indeks pertanaman dari yang tadinya satu kali menjadi tiga kali dalam setahun. Dengan begitu, kita bisa pastikan mampu mencapai swasembada hingga lumbung pangan dunia," tandasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar