c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

30 Juni 2023

14:46 WIB

CIPS: Hindari Kebijakan Bias Untuk Dorong Keragaman Pangan

Kebijakan pangan selama ini CIPS seringkali fokus pada beberapa komoditas tertentu. Padahal Indonesia memiliki pangan yang beragam.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

CIPS: Hindari Kebijakan Bias Untuk Dorong Keragaman Pangan
CIPS: Hindari Kebijakan Bias Untuk Dorong Keragaman Pangan
Ilustrasi. Foto udara suasana petani menanam jagung di area persawahan Kunjang, Kediri, Jawa Timur, Senin (10/4 /2023). Antara Foto/Muhammad Mada

JAKARTA - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan kebijakan pangan yang bias perlu dihindari untuk mendorong keragaman pangan di Indonesia. Kebijakan pangan selama ini menurutnya sering kali fokus pada beberapa komoditas tertentu. Padahal Indonesia memiliki pangan yang beragam

“Kebijakan pangan yang bias turut mempengaruhi akses dan konsumsi pangan produksi domestik untuk komoditas tertentu. Kebijakan pertanian sangat dipengaruhi prioritas menyangkut ketersediaan (availability) pangan, terutama beras, dari produksi domestik,” jelas Peneliti CIPS Azizah Fauzi dalam pernyataan tertulis, Jumat (30/6). 

Dia menuturkan, pembentukan lumbung pangan atau food estate kerap kali dilakukan dengan alasan ketahanan pangan. Program ini digarap oleh Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pertanian dan kini tersebar di Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Papua. 

Padahal menurutnya, lumbung pangan berambisi meningkatkan produksi domestik, namun terbatas beberapa komoditas tertentu saja, di antaranya adalah beras, bawang merah dan bawang putih.

"Tidak bisa dipungkiri kebijakan swasembada yang sudah dimulai sejak Indonesia merdeka memberikan dampak pada munculnya ketergantungan terhadap komoditas pangan tertentu," ujarnya.

Baca Juga: Kampanyekan Keanekaragaman Pangan, Bapanas Sasar Anak Muda

Secara hukum ekonomi, dia menilai konsumen akan cenderung mengonsumsi pangan yang tersedia dalam jumlah besar atau massal di pasar. Di luar faktor lain, seperti preferensi dan pemahaman soal gizi seimbang, konsumen dengan sendirinya akan memilih komoditas yang mudah ditemukan, dalam hal ini beras.

"Harus diakui, kebijakan pangan cenderung fokus pada produksi dan stok, dan cenderung tidak mengedepankan aspek keragaman atau diversifikasi," sebutnya. 

Tidak dapat dipungkiri, Azizah mengatakan beras sudah menjadi satu komoditas pokok yang dikonsumsi di hampir semua wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS, pada 2021 konsumsi beras mencapai 13-46x lipat konsumsi makanan pokok kaya karbohidrat lainnya. 

Selain itu menurut data Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (2018), Indonesia memiliki 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, 75 jenis sumber minyak atau lemak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, serta 110 jenis rempah dan bumbu. Keragaman sumber pangan ini merupakan yang tertinggi di dunia setelah Brasil.

"Memaksakan preferensi pangan masyarakat tidak boleh dilakukan, tetapi kebijakan pangan bisa diarahkan untuk mendorong keragaman konsumsi," tekannya.

Baca Juga: Jalan Berliku Mengupayakan Keragaman Pangan

Menurut pengamatannya, ketergantungan terhadap beras memiliki implikasi terhadap gizi karena menghambat konsumsi pangan beragam dan bergizi seimbang. Padahal menurut WHO, asupan gizi seimbang, beragam dan cukup kalori sangat penting untuk mencegah datangnya penyakit. 

Sementara, ia juga melihat untuk komoditas apapun, produksi yang tidak memperhatikan praktik pertanian cerdas iklim (smart climate agriculture) tentu berbahaya bagi keberlanjutan dan ekosistem lingkungan.

"Diversifikasi pangan juga perlu didukung oleh pemanfaatan perdagangan pangan yang lebih terbuka dan transparan, sehingga harganya bisa lebih terjangkau. Pengembangan produksi dalam negeri juga perlu dilakukan melalui intensifikasi dan modernisasi untuk meningkatkan produktivitas secara efisien tanpa memperparah kerusakan lingkungan," ucapnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar