c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

10 Februari 2025

16:46 WIB

BPH Migas: Rerata Serapan HGBT Belum Mencapai 80%

Bos BPH Migas memaparkan di depan Komisi XII DPR soal belum optimalnya industri dalam menyerap program gas murah atau HGBT.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">BPH Migas: Rerata Serapan HGBT Belum Mencapai 80%</p>
<p id="isPasted">BPH Migas: Rerata Serapan HGBT Belum Mencapai 80%</p>

Operator produksi mengatur aliran gas dari fasilitas produksi gas menuju pipa jaringan gas konsumen di Stasiun Pengumpul Subang, PT Pertamina EP Subang Field, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Kamis (2/11/2023). Antara Foto/Raisan Al Farisi

JAKARTA - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menilai penyaluran gas murah untuk tujuh sektor industri dalam program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) masih belum optimal.

Di hadapan Komisi XII DPR, Kepala BPH Migas Erika Retnowati terang-terangan menjabarkan rata-rata serapan HGBT oleh industri belum mencapai 80% sejak diluncurkan oleh Presiden ke-7 Joko Widodo pada 2020 lalu.

"Kami menjumpai adanya penyaluran gas HGBT yang belum optimal. Secara rata-rata itu secara presentase masih di bawah 80% untuk penyerapan gas HGBT," ucap Erika di Gedung Parlemen, Senin (10/2).

Selain serapan yang belum optimal, BPH Migas juga mencatat ada kebocoran pada beberapa jaringan dalam hal penyaluran HGBT, seperti yang terjadi di Tarakan, Kalimantan Timur.

Untuk menindaklanjuti kebocoran itu, dia mengklaim sudah berkoordinasi dengan Ditjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

”Kemudian juga di beberapa tempat pada saat melakukan cek fisik, kami juga menjumpai ada beberapa jargas yang bocor, contohnya seperti di Tarakan misalnya,” sambung dia.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan harus ada perhitungan keekonomian sebelum program HGBT resmi dilanjutkan. Jangan sampai program gas murah itu justru merugikan negara.

Baca Juga: HGBT Dipatok Naik Jadi US$6,5, Kemenperin: Tak Berdampak Signifikan ke Industri

"Pengusulan tambahan itu kita sedang hitung secara ekonominya karena dari 2021-2024, potensi pendapatan negara yang terkonversi menjadi HGBT itu Rp67 triliun," sebut Bahlil kepada awak media selepas melantik Dirjen Minyak dan Gas Bumi, Kamis (16/1).

Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut juga mengungkapkan semua gas yang terproduksi itu juga jangan sepenuhnya disalurkan untuk program HGBT, karena negara tidak akan mengantongi pendapatan.

Dengan demikian, pemerintah tengah menghitung secara detil aspek keekonomian sebelum melanjutkan program HGBT. Yang jelas, program HGBT harus diberikan bagi industri yang bisa menciptakan dampak berganda, seperti penciptaan lapangan kerja.

"Jadi kita hitung betul, dia harus kita kasih tapi dia harus industri yang menciptakan lapangan pekerjaan, lalu gas itu menjadi bahan baku, terus dia harus mengkonversi ke PPN atau PPh, ini yang lagi kita hitung ya," kata dia.

Dia menyebut, hal itu dikarenakan program HGBT pada dasarnya dibentuk guna menciptakan nilai tambah di dalam negeri. Artinya, gas dijadikan sebagai bahan baku produksi pengganti impor.

"Itulah kemudian supaya agar industri bisa kompetitif, maka diberikanlah HGBT. Sekarang kalau dari tujuh (sektor) itu rasanya hampir bisa dapat dipastikan untuk dilanjutkan. Tapi karena ada pengusulan tambahan, jadi kita hitung secara ekonominya," paparnya.

Baca Juga: Harga Gas Dunia Naik, Bahlil Sebut HGBT Tak Lagi US$6

Asal tahu saja Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri, program HGBT sejatinya berakhir pada 31 Desember 2024 lalu.

Untuk kelanjutannya, pemerintah masih terus melakukan pembahasan dengan mempertimbangkan dampak bagi perusahaan yang menerima HGBT.

"Kalau yang sudah masuk, Internal Rate of Return (IRR) sudah bagus, kemugnkinan kita dapat pertimbangkan untuk dikeluarkan dalam checklist HGBT. Tapi kalau yang masih dibutuhkan dan kita lihat IRR-nya belum bagus itu kita pertahankan," ungkap Bahlil Lahadalia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar