17 November 2023
18:14 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA - Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Joko Tri Haryanto mengakui, kapasitas pendanaan APBN tidak mampu membiayai semua target komitmen pemerintah dalam perspektif kebijakan publik untuk melestarikan lingkungan hidup.
Joko menjelaskan, kapasitas pendanaan APBN untuk mencapai target mandiri aksi iklim lewat Nationally Determined Contributions (NDC) 2030 tidak lebih dari 34% setiap tahun. Sementara kebutuhan total NDC 2030 sekitar Rp4.000 triliun.
Secara penghitungan sederhana, Joko menerangkan, kapasitas pendanaan APBN adalah sekitar Rp1.200 triliun. Dengan demikian, kapasitas pendanaan APBN masih sangat terbatas dan jauh dari kebutuhan pendanaan keseluruhan.
“Artinya, masih ada gap (pendanaan) yang besar. Gap itu yang harusnya ditutup bukan dengan mem-push dana APBN semata, tapi bagaimana APBN yang sebesar 34% itu mampu menarik masuknya dana-dana yang sifatnya non-publik,” ujar Joko dalam keterangan resmi, Jakarta, Jumat (17/11).
Sebagai info, hingga saat ini BPDLH sudah mengelola dana sekitar US$1,5 miliar atau setara Rp23 triliun yang kemudian dibagi menjadi beberapa jendela pembiayaan. Dari total dana yang dikelola, 70% di antaranya masih dominan dari sektor berbasis lahan, khususnya kehutanan.
Baca Juga: Transisi Energi Butuh Pendanaan Yang Kuat, BUMDes Bisa Dilibatkan
Untuk itu, Joko menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mengakselerasi masuknya dana-dana nonpemerintah. Baik itu yang berasal dari pihak swasta, filantropi, multilateral, multilateral development banks (MDBs), bilateral, community, akademia, dan lain-lain.
“APBN menjadi katalisator yang mendorong masuknya dana-dana non pemerintah,” katanya.
Dalam mendukung tercapainya target tersebut, BPDLH menjadi bagian penting dalam mendorong masuknya dana-dana non-publik untuk mendukung lingkungan hidup berkelanjutan.
Lembaga yang merupakan Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kemenkeu ini berfungsi sebagai badan penaung dan penyalur beberapa sumber pendanaan lingkungan hidup. Agar dapat digunakan melalui berbagai instrumen di berbagai sektor.
“Sektor yang dapat memperoleh pendanaan dari BPDLH di antaranya kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan karbon, jasa lingkungan, industri, transportasi, pertanian, kelautan, dan perikanan,” jabarnya.
BPDLH mengalirkan dan mendistribusikan dana lingkungan dan iklim sebagai upaya mendukung visi Indonesia dalam mempertahankan fungsi lingkungan serta mencegah pencemaran dan degradasi lingkungan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, perubahan iklim menjadi tantangan yang harus diatasi, termasuk aspek keuangan dalam pembiayaan transisi energi dari suatu negara.
Saat ini, lanjutnya, Indonesia termasuk salah satu negara yang betul-betul cukup detail berkomitmen melakukan transisi energi menuju ekonomi hijau. Hal ini ditegaskannya pada sesi ketiga pertemuan para Menteri Keuangan Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC) di San Francisco, AS.
“Namun, aspek keuangannya (transisi energi Indonesia) sangat-sangat menentukan dan masih perlu banyak yang harus dipecahkan,” kata Menkeu, Senin (13/11).
Tiga Komitmen Lain di Bidang Lingkungan Hidup
Selain pendanaan, Joko melanjutkan, terdapat tiga hal lain yang dijalankan pemerintah dalam perspektif kebijakan publik untuk melestarikan lingkungan hidup meliputi komitmen dan regulasi, tata kelola, serta model bisnis. Secara umum, pemerintah terus memberikan perhatian besar isu lingkungan hidup.
“Terkait regulasi, pemerintah telah memiliki kelengkapan regulasi untuk melindungi lingkungan hidup. Mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan daerah, hingga peraturan teknis,” jelas Joko.
Sedangkan dari sisi komitmen, pemerintah Indonesia berkomitmen mencapai target mandiri lewat NDC, berupa penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030.
“Misal kita bandingkan dengan negara lain, target komitmen NDC pemerintah 2030 itu setara dengan target penurunan emisi Amerika Serikat. Ini luar biasa,” katanya.
Baca Juga: Di AS, Jokowi Tegaskan Komitmen RI Soal Iklim dan Energi Hijau
Selanjutnya, pemerintah juga melakukan perbaikan tata kelola melalui perbaikan regulasi antarpelaku. Mencakup antara pemerintah dengan korporasi, pemerintah dengan masyarakat, pemerintah dengan internasional, korporasi dengan korporasi, maupun masyarakat dengan korporasi.
“Pembentukan BPDLH menjadi wujud nyata komitmen pemerintah untuk melakukan perbaikan tata kelola,” ujarnya.
Selain komitmen perbaikan tata kelola, pembentukan BPDLH juga menjadi salah satu kunci dalam perbaikan mekanisme hubungan model bisnis.
“Model bisnis dapat dibangun dengan baik setelah regulasi dan tata kelola diperbaiki,” terangnya.