c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

23 Februari 2024

17:05 WIB

Bos SOGO Minta Pemerintah Tegas Awasi Aturan Impor Pakaian

Direktur SOGO Indonesia menyatakan jika pemerintah memberikan banyak kebijakan pengetatan impor, namun pengawasannya belum optimal. Imbasnya, impor ilegal semakin tinggi, masyarakat juga lebih memilih

Penulis: Erlinda Puspita

Bos SOGO Minta Pemerintah Tegas Awasi Aturan Impor Pakaian
Bos SOGO Minta Pemerintah Tegas Awasi Aturan Impor Pakaian
Direktur SOGO Indonesia, Handaka Santosa dalam talkshow "Geliat Ekonomi dan Retail Pasca Pemilu di Indonesia" di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (23/2). Validnews/Erlinda PW

JAKARTA - Direktur SOGO Indonesia Handaka Santosa menilai aturan ketat pemerintah terhadap impor di industri pakaian, tak kunjung mendongrak pertumbuhan industri. Bukan hanya itu, bahkan ia menyebutkan jika impor ilegal justru semakin meningkat di Indonesia.

Menurut Handaka, saat ini aturan pemerintah telah menetapkan banyak jenis pajak bagi ritel produk global, antara lain bea masuk, PPN impor, PPN ritel, PPh Badan, Safeguard, dan pajak sewa bangunan, dan lainnya. Pajak-pajak ini pun yang membuat harga pakaian merek luar negeri menjadi lebih mahal saat dijual di pasaran Indonesia.

"Ternyata di Indonesia kalau ada baju impor itu, bea masuknya pakaian jadi adalah 24%, sedangkan di Singapura 0%, Malaysia 0%, Filipina 15%, paling tinggi Vietnam 20%, Kamboja 15%. Jadi bea masuk di negara kita sudah paling tinggi di antara negara-negara lain," ujar Handaka dalam talkshow "Geliat Ekonomi dan Retail Pasca Pemilu di Indonesia" di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (23/2).  

Sebelumnya, pada 21 Oktober 2021 pemerintah juga telah meresmikan kebijakan pengenaan bea masuk tindak pengamanan (BMTP) atau safeguard pada produk pakaian, sehingga seluruh pemasukan produk garmen akan dikenai tarif tambahan. 

BMTP tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 142/PMK.010/2021 tentang Pengenaan BMTP terhadap Impor Produk Pakaian dan Aksesoris. Munculnya beleid ini dilatarbelakangi semakin membanjirinya produk impor pakaian dan aksesoris di dalam negeri.

Baca Juga: Siap-Siap, Pemerintah Bakal Perketat Impor Kosmetik Hingga Pakaian

Ketatnya aturan impor tersebut menurut Handaka, tidak mendorong geliat industri pakaian dalam negeri, namun justru semakin mendorong masyarakat lebih tertarik berbelanja ke luar negeri bahkan masuknya impor ilegal. Selain itu, ia mengakui jika semakin banyaknya pajak yang harus dibayar tidak membebani pengusaha. Tetapi pajak tersebut justru menjadi beban pelanggan, karena dibayarkan oleh mereka.

"Bagi pengusaha tidak ada risiko apa-apa. Tapi customer tadi setelah membeli barang, dia pilih belaanja di Indonesia atau luar negeri. Para pengusaha jasa titip (jastip) jadi akan lebih aktif," tuturnya.

Selain memberi dampak makin maraknya jastip yang tidak berkontribusi pada devisa negara, pengetatan impor yang tidak tegas dalam pengawasan juga menumbuhkan impor pakaian ilegal. Ini dicontohkan Handoko salah satunya muncul pusat perbelanjaan pakaian "Little Bangkok". Menurutnya, lokasi tersebut banyak ditemukan produk ilegal, karena banyak produk yang tidak berlabel bahasa Indonesia.

"Ada yang namanya "Little Bangkok", coba periksa sana, label bahasa Indonesia ada nggak? Kalau ga ada, lewat mana (masuknya)? Kami kalau impor haeus diperiksa label bahasa Indonesianya. Mau dari Vietnam, Inggris, semua kalau enggak ada label Indonesianya itu barang ilegal," tegas Handaka.

Baca Juga: Pemerintah Akui Impor Tekstil Ilegal Masih Marak

Selain merugikan devisa negara, maraknya barang ilegal tersebut juga kata Handoko akan menurunkan pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu tingkat konsumsi akan terkontraksi.  

"What happen kalau konsumsi domestik ini jadi masalah? Apakah pemerintah akan senang dengan barang ilegal yang masuknya tidak bayar bea masuk, PPH impor, PPn ritel, yang kita semua bayar ke pemerintah," ucapnya. 

Lebih lanjut, Handaka juga menyoroti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Pengaturan Impor. Menurutnya aturan tersebut baik dan tetap didukung pengusaha. Namun ia ingin agar pemerintah lebih ketat dalam mengawasi produk ilegal. Bukan menambah aturan pelarangan impor tetapi kecolongan terhadap maraknya impor ilegal. 

Selain itu larangan impor yang diatur pada Permendag 36/2023 juga perlu dipastikan penerapannya telah siap termasuk sistem di dalamnya. Lalu dalam pembahasan larangan impor untuk produk-produk yang dilarang juga perlu dikaji ulang. Jangan sampai produk yang menjadi bahan baku justru dilarang impor, sedangkan dalam negeri belum bisa memenuhi. 

"Iya diajak public hearing. Tapi masukan saya, konsultannya harus banyak. Persiapan-persiapan yang mendukung juga harus siap. Karena semua berakibat pada bisnis dan pertumbuhan ekonomi," pungkas Handaka. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar