c

Selamat

Selasa, 4 November 2025

EKONOMI

17 Februari 2025

17:18 WIB

Bos IBC Ungkap Penjualan Mobil Listrik Meroket 200% Pada 2024

Meski meroket signifikan, 90% mobil listrik yang mengaspal di Indonesia masih menggunakan baterai yang berbasis LFP.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Bos IBC Ungkap Penjualan Mobil Listrik Meroket 200% Pada 2024</p>
<p id="isPasted">Bos IBC Ungkap Penjualan Mobil Listrik Meroket 200% Pada 2024</p>

Sejumlah pengunjung melihat koleksi mobil listrik yang dipamerkan dalam Indonesian International Motor Show (IIMS) 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (15/2/2024). ValidNewsID/Darryl Ramadhan

JAKARTA - Penjualan kendaraan listrik roda empat meroket signifikan hingga 200% pada tahun 2024. Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho mengungkapkan total mobil listrik baru yang terjual pada 2024 itu mencapai kisaran 40 ribu unit.

Jika dibandingkan 2023, penjualan mobil listrik anyar di 2024 meningkat drastis. Pasalnya pada 2023, penjualan mobil listrik baru hanya sebanyak 13 ribu unit.

"Juga dengan roda empat yang disampaikan bahwa hampir peningkatan volume mobil listrik itu hampir 200%. Sebelumnya 13 ribu unit 2023, 2024 itu hampir 40 ribu mobil listrik yang baru keluar, jadi itu signifikan," jelas Toto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR, Senin (17/2).

Baca Juga: Ekonom: Upaya Dekarbonisasi Industri Otomotif Tak Cuma Elektrifikasi

Tapi di lain sisi, Toto tak menampik sebagian besar mobil listrik yang terjual tahun 2024 itu menggunakan baterai yang berbasis Lithium Ferro Phospate (LFP).

"Namun, memang hampir 90%-nya basisnya LFP, belum berbasis nikel," lanjut dia.

Karena itu, Toto menilai harus ada dukungan nyata secara regulasi untuk memberi prioritas pada kendaraan-kendaraan listrik yang baterainya berbasis nikel.

Hal itu dikarenakan Indonesia tidak memiliki sumber LFP, tetapi punya segudang sumber daya nikel dan digadang-gadang menjadi salah satu penghasil terbesar di dunia.

"Kita mungkin harus minta dukungan juga bagaimana secara regulasi kita bisa memberikan prioritas untuk baterai-baterai yang sifatnya nikel, Indonesia memiliki resources-nya langsung," paparnya.

Kemudian, Toto juga berharap ada perbaikan iklim investasi supaya lebih kondusif untuk mendukung hilirisasi bahan baku baterai, utamanya yang berbasis pada nikel.

Indonesia, sambung Toto, punya keunggulan dibanding Tiongkok karena Amerika Serikat telah memberi tarif yang signifikan untuk produk-produk asal Negeri Panda. Hal itu berimbas pada semakin agresifnya Tiongkok untuk memasukkan produk mereka ke Indonesia.

Baca Juga: Kemenperin Catat Pangsa Pasar Mobil Listrik RI 2024 Melejit 60%

Tak tanggung-tanggung, Negeri Paman Sam mematok tarif 40% bagi produk-produk asal Tiongkok. Sedangkan untuk produk dari Indonesia, hanya dipatok sebesar 10%.

"Jadi ini suatu keunggulan yang kita dapatkan kalau kita menjadikan basis produksi baterai bukan hanya untuk Indonesia, tetapi juga untuk kebutuhan global, termasuk untuk Amerika Serikat," kata Toto.

Lalu soal pengembangan industri baterai, dirinya menyebut regulasi pendukung harus dikawal secara end-to-end. Menurutnya, tak bisa pemerintah hanya mengawal regulasi untuk produksi baterai sel, tetapi harus sampai ke tahap paling hilir.

"Tidak bisa dari baterai sel-nya saja dibuat regulasi, tapi kita proses hilirisasi dari hulu ke hilir. Itu pun harus diberikan suatu regulasi supaya memudahkan baik investasi maupun pengembangan diri kita sendiri," tandasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar