04 Juli 2024
09:54 WIB
Bos Garuda Indonesia Beberkan Penyebab Tarif Batas Atas Harus Naik
Pemenuhan regulasi dalam industri penerbangan memakan biaya yang tidak sedikit, Garuda Indonesia minta pemerintah menaikkan tarif batas atas yang tidak pernah direvisi sejak 2019 silam.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Ilustrasi pesawat sedang lepas landas. Envato/dok
JAKARTA - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Irfan Setiaputra telah meminta pemerintah agar menaikkan tarif batas atas pada setiap rute penerbangan domestik.
Dia mengatakan, formula tarif batas atas penerbangan domestik tak pernah dinaikkan sejak 2019 lalu. Di lain sisi, industri penerbangan merupakan sektor dengan tingkat regulasi yang ketat dan memakan biaya yang tidak sedikit.
"Tolong dipahami ini industri yang highly regulated. Untuk bisa menjadi peserta dalam industri ini harus ikut regulasi dan itu biayanya mahal," jabar Irfan saat menemui awak media di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (3/7).
Untuk memenuhi regulasi, perusahaan penerbangan wajib merogoh kocek dalam-dalam misalnya untuk sertifikasi pilot. Meski begitu, Garuda Indonesia pada dasarnya menyetujui ketatnya regulasi pada industri penerbangan tersebut.
Baca Juga: Sengkarut Tiket Pesawat Mahal Dan Solusi Dari KPPU
"Regulasi itu biayanya mahal. Jadi, harus disertifikasi pilotnya karena pilot tidak bisa 'Ah gue kayaknya bisa terbang' lalu terbang, tidak bisa seperti itu, harus ikut kelas dan sebagainya," kata dia.
Tak sampai situ, industri penerbangan juga wajib memrioritaskan kepentingan penumpang atau konsumen. Untuk memastikan keselamatan penumpang, biaya yang dikeluarkan ia katakan juga tak kalah mahal.
Dari sederet alasan itu, pemerintah masih menetapkan tarif batas atas dengan formula yang lama sehingga maskapai sulit untuk bernafas.
Pasalnya, kurs rupiah terhadap dolar Amerika saat ini sudah lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2019 lalu. Belum lagi, harga avtur sebagai bahan bakar pesawat juga terus meningkat.
"Tarif batas atas kita tidak pernah naik 2019. Coba cek dolar berapa sekarang kursnya kan sekitar Rp16.000 (per US$), lalu avtur sudah berapa. Ini kan komponen masih dolar, jadi saya memang terus terang terbuka minta tarif batas atas ini dinaikkan," jabarnya.
Atas keterangan Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub beberapa waktu lalu, Irfan berterima kasih usulan kenaikan tarif batas atas penerbangan domestik tengah dikaji oleh pemerintah.
Namun demikian, dia mempertanyakan kenapa kajian yang dilakukan harus memakan waktu yang panjang. Padahal, kajian oleh pelaku industri sudah rampung dan diserahkan kepada pemerintah.
"Oh ya saya berterima kasih, tapi kenapa lama sekali mengkajinya? Dari sisi pelaku industri sudah selesai, tinggal jawabannya iya atau tidak," tegas Irfan Setiaputra.
Baca Juga: Garuda Indonesia Takkan Turunkan Tarif Tanpa Arahan Menteri BUMN
Dengan menaikkan tarif batas atas, dirinya menilai maskapai penerbangan punya ruang gerak supaya ke depan investasi bisa terus meningkat, utamanya mengenai pemenuhan regulasi yang ditetapkan.
"Kasih room sedikit lah buat kita bernapas supaya kita juga bisa investasi untuk keselamatan penumpang. Regulasi itu mahal loh," tutur Irfan.
Lebih lanjut, Irfan Setiaputra menjelaskan tarif batas atas diatur secara rinci dalam beleid berbentuk Keputusan Menteri (Kepmen). Bukan hanya tarif batas atas, Kepmen juga mengatur penetapan tarif batas bawah yang wajib dipenuhi oleh maskapai penerbangan.
"Kita setuju ada tarif batas bawah supaya tidak main hajar-hajaran supaya isi, tapi malah keselamatannya abai. Tapi, tarif batas atas ini saya tidak minta dibuka karena tidak dibolehkan oleh UU, tapi setidaknya ya direlaksasi lah," tandasnya.