21 Agustus 2023
18:06 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA - Direktur Departemen Internasional Bank Indonesia (BI) Iss Savitri Hafid mengonfirmasi, Vietnam akan jadi negara keenam yang meneken MoU konektivitas pembayaran regional (Regional Payment Connectivity/RPC). Hal ini akan ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman RPC pada puncak penyelenggaraan AFMGM Kedua 2023, Jumat (25/8).
“Yang sudah siap sekarang itu Vietnam. Mudah-mudahan, sudah bisa signing (MoU RPC) tanggal 25 (Agustus),” jelasnya kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/8).
Awalnya, Iss mengungkapkan, selain Vietnam, ada satu negara lain yang akan menandatangani Mou RPC ini. Hanya saja, cuma Vietnam yang sudah dikonfirmasi telah menyelesaikan semua proses yang dibutuhkan.
Kemudian, pihaknya juga sudah membuat peta jalan atau roadmap dari finalisasi konektivitas pembayaran regional ini untuk sejumlah negara lain untuk bisa bergabung ke dalamnya. Kendati, dirinya belum bisa memberikan penjelasan lebih lanjut karena roadmap ini masih akan dibahas di level Gubernur Bank Sentral tingkat ASEAN.
“Tapi intinya, roadmap ini akan memetakan 5 atau 6 negara lainnya, kapan mereka akan signing Regional Payment Connectivity. Rencananya tahun ini dua, jadi satu Vietnam, satu lagi mudah-mudahan bisa dapat di akhir tahun ini,” sebutnya.
Baca Juga: BI Targetkan QR Payment Dengan Singapura Rampung Semester II
Setidaknya, peta jalan ini juga memberikan gambaran konkret bagaimana negara-negara di ASEAN bisa masuk ke RPC. Karena bagaimanapun, inovasi ini merupakan ‘barang baru’ untuk Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam.
“Jadi (rencana RPC) kita sampai ke sana pun mereka masih belajar-belajar dulu sama kita, so far baru Vietnam yang sudah,” ungkapnya.
Di sisi lain, BI juga akan mendorong lima hal untuk bisa diterapkan dalam RPC, yakni konektivitas QRIS; fast payment; Real Time Gross Statement (RTGS); dari sisi API; serta data framework. Tapi intinya, negara-negara yang sudah diprospek tersebut masuk ke dalam roadmap RPC, yang akan dijajaki optimalisasi secara bertahap.
BI juga akan mulai dulu dari pengaplikasian QRIS di regional, karena sifatnya yang lebih bilateral. Indonesia sendiri sudah meneken kesepakatan penggunaan QRIS dengan Thailand, Malaysia, dan lainnya.
Baca Juga: Jaga Stabilitas, ASEAN Komitmen Gunakan Mata Uang Lokal
BI juga menargetkan, Singapura menjadi negara selanjutnya yang akan masuk ke dalam kesepatan QRIS dengan Indonesia. Paralel, beberapa negara juga BI akui sedang membuka kompatibilitas penggunaan QRIS, misal Malaysia dengan Filipina, Malaysia dengan Singapura, dan lain-lain.
“Singapura ini lagi pilot project (QRIS), tapi mudah-mudahan tahun ini sudah bisa atau sudah efektif pada commercial level,” sebutnya.
Lebih jauh, dalam jangka panjang, BI juga menargetkan agar skema RPC ini bisa diperluas ke negara non-ASEAN. Dalam pembahasan awal, rencana ini sudah ditanggapi positif oleh sejumlah negara.
“Bahwa, selain dengan ASEAN, kita coba perluas dengan Regional Payment Connectivity dengan negara lain,” tekannya.
Potensi Transaksi Lintas Negara Ke Depan
Sebagai konteks, BI memproyeksi, volume transaksi lintas negara diperkirakan akan tumbuh di tahun-tahun mendatang. Selama beberapa tahun terakhir, nilai pembayaran lintas negara di seluruh dunia telah meningkat dari US$127,8 triliun pada 2018 menjadi US$156 triliun pada 2022.
Dengan ekonomi global yang lebih mudah dan tanpa batas, mendesak pembayaran lintas negara untuk lebih cepat, lebih murah, lebih transparan, dan dapat diakses oleh siapa saja.
Berangkat dari perkembangan itu, Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) RPC oleh lima bank sentral dari negara ASEAN. Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina/ASEAN-5 pada November 2022 menandai keseriusan negara ASEAN terhadap pembayaran lintas negara ini.
Percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan telah menjadi inisiatif global dengan G20 membangun Peta Jalan untuk Meningkatkan Pembayaran Lintas Batas. Inisiatif kerja sama tersebut juga sejalan dengan agenda prioritas Presidensi G20 Indonesia di bidang transformasi digital.
Antara lain melalui sistem pembayaran di era digital, yang diwujudkan dengan upaya bersama untuk mengejar peningkatan konektivitas pembayaran lintas batas yang melibatkan Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura , dan Thailand.
Ke depan, prakarsa konektivitas pembayaran ini dapat diperluas untuk mencakup negara-negara lain di kawasan ini dan berpotensi menjadi negara mitra lainnya di luar kawasan.
Kolaborasi bersama ini juga mendukung aspirasi bersama ASEAN untuk sistem pembayaran terhubung yang akan memungkinkan pembayaran lintas batas yang cepat, lancar, dan lebih terjangkau di seluruh kawasan.
Sejalan dengan pendekatan pragmatis ASEAN untuk memperdalam integrasi melalui pengaturan yang saling menguntungkan berdasarkan tingkat kesiapan, prakarsa ini memberikan landasan bagi partisipasi ASEAN yang lebih luas dalam waktu dekat, sehingga mendorong ikatan ekonomi regional yang lebih kuat. (khairul kahfi)