23 September 2023
09:21 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono melaporkan, aliran modal asing masuk ke Indonesia sebesar Rp1,67 triliun triliun sepanjang 18-21 September 2023. Aliran modal masuk atau beli neto tersebut didominasi oleh aliran di pasar saham dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
“Nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp1,67 triliun, terdiri dari beli neto Rp1,38 triliun di pasar saham dan beli neto Rp1,32 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), serta jual neto Rp1,03 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN),” ungkapnya dalam keterangan resmi, Jakarta, Jumat (22/9).
Dengan perkembangan yang ada, berdasarkan data setelmen hingga 21 September 2023, nonresiden beli neto Rp75,46 triliun di pasar SBN, jual neto Rp5,05 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp1,14 triliun di SRBI.
Sebagai info, instrumen investasi baru SRBI sempat diserbu investor pada pelelangan perdana dengan penawaran Rp29,9 triliun atau 4,2 kali lipat dari target.
“(Sementara itu), premi credit default swap/CDS Indonesia lima tahun per 21 September 2023 sebesar 90,17 bps, naik dibandingkan per 15 September 2023 sebesar 78,09 bps,” sebutnya.
Baca Juga: BI: Sepekan Terakhir, Asing Lepas Modal Indonesia Rp4,45 T
Rupiah Melemah
Selain itu, dirinya melaporkan nilai tukar rupiah juga terpantau bergerak melemah menuju akhir pekan ini. Rupiah pada level (bid) Rp15.370 per dolar AS pada akhir Kamis (21/9) dan dibuka level (bid) Rp15.380 per dolar AS pada jumat pagi (22/9).
Dalam RDG-BI Edisi September 2023, BI mengungkapkan, bahwa peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global menyebabkan nilai tukar Rupiah sampai dengan 20 September 2023 secara point-to-point melemah sebesar 0,98% dibandingkan dengan level akhir Agustus 2023.
Kendati, sepanjang tahun berjalan, nilai tukar Rupiah terhitung menguat 1,22% dari level akhir Desember 2022. Atau lebih baik dibandingkan dengan nilai tukar mata uang negara berkembang lainnya yang mengalami depresiasi seperti Rupee India (0,42%), Peso Filipina (1,92%), dan Baht Thailand (4,03%).
Kemudian, yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun bergerak naik tipis 1 bps ke level 6,79% pada jumat pagi (22/9), atau relatif sedikit lebih tinggi dibandingkan sehari sebelumnya di level 6,78%. Secara umum, kenaikan tersebut lebih tinggi dibanding jumat pagi pekan lalu (15/9) yang ada di kisaran 6,66%.
Per akhir Kamis (21/9), hasil pantauan BI, Indeks Dolar DXY menguat ke level 105,36 poin terhadap pergerakan enam mata uang negara utama lainnya yakni Euro Eropa, Yen Jepang, Poundsterling Britania Raya, Dolar Kanada, Krona Swedia, dan Franc Swiss.
Baca Juga: BI: Sepekan Terakhir Aliran Modal Keluar Rp7,57 T
Erwin juga menginformasikan, bahwa imbal hasil atau yield surat utang negara yang dikeluarkan pemerintah AS (US Treasury Note/UST) dengan tenor 10 tahun juga terpantau naik pada Kamis (21/9). “Yield UST/US Treasury Note 10 tahun naik ke level 4,494%,” paparnya.
Ke depan, bank sentral akan terus menjalin koordinasi dengan semua pemangku kepentingan untuk menjaga stabilitas makroekonomi Indonesia. Hal ini dilakukan untuk melanjutkan proses pemulihan ekonomi yang tengah berlangsung hingga kini.
“Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait, serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut,” katanya.