25 Juli 2023
16:24 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan, bahwa profesi keuangan begitu penting dan identik dengan kemajuan ekonomi suatu bangsa. Oleh karena itu, menurutnya, para profesi di bidang keuangan perlu untuk belajar memahami krisis keuangan yang telah dihadapi sebagai bekal ke depan.
Dia pun tidak heran dengan banyaknya generasi muda milenial yang mungkin tidak atau kurang familiar dengan krisis keuangan, baik di Indonesia maupun di dunia.
“Padahal namanya dua kata, krisis keuangan, berarti ada something wrong dengan keuangan yang menimbulkan krisis,” ungkap Menkeu saat membuka Profesi Keuangan Expo 2023 di Dhanapala, Jakarta, Selasa (25/7).
Baca Juga: Sri Mulyani: Sektor Keuangan Tulang Punggung Perekonomian
Menkeu menjelaskan, terdapat tiga krisis keuangan yang sudah pernah Indonesia alami. Pertama, kejadian krisis keuangan tahun 1997-1998 menjadi tonggak sejarah perekonomian.
Kedua, krisis keuangan dunia di tahun 2008-2009 yang membentuk banyak regulasi dan praktik di bidang profesi keuangan. Ketiga, krisis pandemi covid-19 yang berlangsung dari tahun 2020-2022.
“Krisis, krisis, krisis. Yang satu langsung krisis perbankan keuangan di Indonesia dan Asia tenggara. Yang kedua krisis keuangan global. Yang ketiga krisis kesehatan pandemi, tapi dimensinya keuangan,” jelasnya.
Terkait krisis pandemi, Menkeu menambahkan, para profesional dan generasi muda yang ada di bidang keuangan perlu memahami dan mempelajari konsekuensi logis dari adanya krisis kesehatan menjadi krisis keuangan.
Hal ini karena dirinya meyakini bahwa kejadian pandemi covid-19 yang sudah berlalu bukanlah yang terakhir. Adanya kemungkinan pandemi di masa depan, yang perlu diantisipasi guna menentukan langkah dari sektor keuangan yang harus dilakukan.
“Generasi ke depan kalau menghadapi mereka tidak perlu mulai dari nol lagi. Pernah terjadi been there happening and kita sudah bisa menyampaikan,” tandasnya.
Selain itu, Menkeu juga menyampaikan keberadaan isu lain di sektor keuangan. Yakni, shock dari isu perubahan iklim, di mana sektor keuangan akan menjadi penjuru penting.
Sehingga, Menkeu berharap profesi keuangan bisa memahami berbagai risiko dari isu tersebut.
“Pahami risiko dari perubahan iklim. Dampaknya sangat besar. Asset value bisa drop bisa naik, karena perubahan iklim. Risiko bisa 0 dan 1,” sebutnya.
Salah Kalkulasi
Menurut Sri Mulyani juga, krisis moneter 1998 dan krisis keuangan global 2008 dapat terjadi disebabkan kesalahan profesi keuangan dalam membuat penilaian.
Pada dasarnya, orang yang menempuh jalur profesi keuangan memiliki kemampuan memberikan representasi atau menyajikan informasi data, fakta, serta analisis mengenai kualitas sebuah transaksi keuangan.
Namun, ketika perekonomian berkembang semakin kompleks dan modern, maka profesional di bidang keuangan perlu membuat analisis yang lebih mendalam dan membuat keputusan yang lebih tepat sasaran.
Baca Juga: Ini Pesan Sri Mulyani kepada Profesional di Sektor Keuangan
“Kalau hanya satu kantor akuntan yang membuat kesalahan, bisa kita atasi. Tapi, kalau salahnya dari seluruh industri, berarti terjadi kesalahan dari valuasi. Ini yang dalam ekonomi disebut sebagai bubble,” terangnya.
Bubble atau gelembung yang disampaikan oleh Menkeu merujuk pada kondisi ketika nilai suatu aset terus meningkat, namun tidak diimbangi dengan kualitas yang mumpuni. Kondisi tersebut membuat perekonomian menjadi rentan mengalami keruntuhan.
“Semua krisis tingkat mikro perusahaan sampai tingkat ekonomi, itu pasti sumbernya neraca dan income statement yang kacau,” tambahnya.
Oleh karena itu, Menkeu menggarisbawahi pentingnya kemampuan profesional keuangan, agar perekonomian suatu negara dapat terus maju dan berkelanjutan.