24 September 2024
08:07 WIB
BCA Akui Ada Fenomena Makan Tabungan Pada Nasabahnya
BCA mencermati fenomena makan tabungan di nasabah kelas menengah-bawah, tecermin dari jumlah average balance mereka relatif tidak banyak tumbuh.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
Direktur BCA Santoso ditemui usai konferensi pers di Jakarta, Senin (23/9). ValidNewsID/ Fitriana Monica Sari
JAKARTA - PT Bank Central Asia Tbk atau BCA (BBCA) mengakui adanya fenomena makan tabungan atau yang dikenal dengan sebutan "mantab" yang terjadi pada nasabah BCA.
"Nasabah mantab (makan tabungan), memang kami melihat terakhir, mungkin 3-6 bulan terakhir, khususnya kami ini biasanya dibagi segmen market yang ditabung. Yang atas sekali (nasabah High Net Worth), yang dibawahnya (nasabah Affluent), lalu nasabah Upper Mass, dan nasabah Mass," kata Direktur BCA Santoso dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (23/9).
Lebih lanjut, dia menjelaskan, untuk segmen atas relatif sesuai dengan penghasilannya (income). Adapun, rata-rata mereka adalah seorang pebisnis.
Menurut Santoso, bisnis saat ini masih bekerja, namun diakuinya pertumbuhan bisnis mulai terasa berat. Lantaran, kebanyakan pebisnis sekarang lingkup bisnisnya tengah mengalami perlambatan. "Jadi, ada aspek slowdown di sana," imbuhnya.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga mencermati tantangan di kelas menengah-bawah. Hal itu karena jumlah average balance mereka relatif tidak banyak tumbuh.
"Bahkan, ada cenderung di segmen-segmen tertentu adalah average-nya lebih rendah ya enam bulan terakhir," jelas dia.
Baca Juga: Tabungan Terus Tergerus, Bank Danamon Ajak Masyarakat Kenal Metode Kakeibo
Untuk itu, Santoso menyimpulkan bahwa mereka saat ini tengah dalam posisi survive mode yang disebabkan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau bisnisnya lagi sakit.
Kendati demikian, Santoso menegaskan bahwa BCA optimistis dengan adanya pergantian pemimpin serta pemilihan pemerintah daerah dan menteri yang baru dapat mempercepat berbagai kebijakan pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah.
Tak hanya itu saja, langkah Bank Indonesia (BI) yang memangkas suku bunga juga menjadi sentimen positif. Terlebih, masih ada potensi penurunan suku bunga lanjutan.
Kabar mengenai investor dari luar yang datang ke Indonesia pun turut dinilai menjadi sentimen positif ke depannya.
"Tren suku bunga pun mulai sedikit, belum signifikan, karena memang suku bunga juga sedikit menurun. Tapi kalau kita lihat berita, sudah ada indikasi banyak investor dari luar datang ke Indonesia, ini menunjukkan satu optimisme. Kami percaya situasi ini tentunya akan kita sikapi secara optimis ke depan," pungkasnya.
Kelas Menengah Turun dan Makan Tabungan
Sekadar informasi, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan drastis jumlah kelas menengah sejak pandemi, dari 21,54% pada 2019 menjadi hanya 17,44% pada 2024.
Penurunan tersebut mencerminkan tren yang mengkhawatirkan, dengan makin banyak generasi muda yang turun kelas ke kelompok aspiring middle class, yaitu mereka yang berada di antara kelas bawah dan menengah.
Kondisi ini juga menjadi ancaman serius bagi pertumbuhan ekonomi, mengingat bahwa kelas menengah selama ini menjadi motor utama konsumsi domestik.
Selain akibat dari efek domino dari pandemi dan tekanan ekonomi, penurunan kelas menengah di Indonesia juga disebabkan oleh perubahan prioritas pengeluaran kelas menengah.
Baca Juga: Uang Kelas Menengah Tergerus Buat Makan, Pemerintah Diminta Perhatian
Laporan Ekonomi dan Keuangan Mingguan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu menunjukkan pengeluaran kelas menengah untuk kebutuhan produktif relatif menurun, sementara terjadi peningkatan untuk kebutuhan tersier seperti hiburan, barang mewah, hingga keperluan pesta. Akibatnya, ruang untuk menabung semakin terbatas.
Sementara itu, fenomena makan tabungan sendiri tercermin dari data Distribusi Simpanan Bank Umum dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tahun 2024 yang menyebutkan bahwa sekitar 99% rekening di Indonesia, atau 563 juta akun memiliki saldo di bawah Rp100 juta.
Pada mayoritas rekening ini, terdapat tren penurunan rata-rata saldo tabungan dalam beberapa tahun terakhir, dari rata-rata tabungan sebesar Rp3 juta sebelum pandemi di tahun 2019 menjadi hanya Rp1,8 juta per April 2024.
Berdasarkan perbandingan Survei BI tahun 2019 dan 2024, proporsi pengeluaran terhadap pendapatan mengalami peningkatan dari 68% menjadi 74%.
Kemudian, proporsi simpanan terhadap pendapatan mengalami penurunan dari 20% menjadi 17%, dan proporsi pembayaran cicilan terhadap pendapatan mengalami penurunan dari 12% menjadi 9%.