c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

04 Maret 2025

16:23 WIB

Barantin Sertifikasi Ekspor Kelapa Indonesia Ke Lebih Dari 100 Negara

Barantin telah mensertifikasi ekspor kelapa Indonesia ke lebih dari 100 negara. Kelapa Indonesia banyak dikapalkan ke China, Malaysia, Thailand, India, Australia, Amerika, Vietnam, dan Jerman.

Editor: Khairul Kahfi

<p id="isPasted">Barantin Sertifikasi Ekspor Kelapa Indonesia Ke Lebih Dari 100 Negara</p>
<p id="isPasted">Barantin Sertifikasi Ekspor Kelapa Indonesia Ke Lebih Dari 100 Negara</p>

Petani di Desa Mambo Kecamatan Poleang Timur, Bombana, memisahkan buah kelapa dengan tempurungnya untuk menghasilkan kopra putih melalui proses pengeringan Matahari. Antara/Azis Senong

JAKARTA - Deputi Bidang Karantina Tumbuhan Badan Karantina Indonesia (Barantin) Bambang mengatakan, pihaknya telah melakukan sertifikasi ekspor kelapa Indonesia ke lebih dari 100 negara, guna mendukung peningkatan perekonomian Indonesia.

"Data sistem Best Trust Badan Karantina Indonesia menunjukkan bahwa ekspor kelapa Indonesia telah menembus lebih dari 100 negara dengan total ekspor pada 2024 sebesar 1.097.349 ton," kata Bambang melansir Antara, Jakarta, Selasa (4/3).

Dia menyebutkan, selain ke China, sebagai tujuan ekspor utamanya, kelapa Indonesia juga banyak diekspor ke Malaysia, Thailand, India, Australia, Amerika, Vietnam dan Jerman.

“Memang tiap tahun jumlah ekspornya fluktuatif, penyebabnya bukan karena perjanjian atau protokol kerja sama, tapi bisa karena harga, jumlah produksi dan lainnya,” ujarnya.

Baca Juga: Menko Pangan Ajak Masyarakat RI Kembangkan Kelapa, Kopi, Dan Kakao 

Bambang menjelaskan, perkembangan sertifikasi ekspor kelapa dan produk turunannya dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan catatan Best Trust Barantin, Barantin telah mensertifikasi ekspor kelapa dan produk turunannya tertinggi adalah pada 2023 yaitu sebanyak 1,45 juta ton.

"Hal tersebut salah satunya karena menurut data Badan Pusat Statistik, bahwa terjadi peningkatan produksi sebesar 0,8% dibandingkan tahun sebelumnya," katanya.

Capaian ekspor itu pun naik ketimbang tahun 2022 yang sebanyak 1,28 juta ton. Adapun capaian itu juga terpantau lebih tinggi ketimbang ekspor 2020 dan 2021 yang masing-masing mencapai 1,18 juta ton.

"Pada 2025, ekspor kelapa bulat pada Januari hingga Februari adalah sebanyak 181.500 ton," ungkap Bambang.

Kelapa Indonesia diekspor dalam 22 jenis produk, di antaranya kelapa bulat, bungkil, minyak, santan, kelapa parut, air kelapa, tepung, serbuk (media tanam), gula kelapa, dan tempurung. Seluruh produk turunan kelapa ini dapat diekspor tanpa melalui perjanjian protokol bilateral kedua negara.

Bambang menjelaskan, pada awal 2022, China meminta perjanjian protokol produk kelapa kepada pemerintah Indonesia melalui Badan Karantina Pertanian. Namun, setelah dilakukan sejumlah kajian, protokol tersebut ternyata tidak selalu berdampak positif bagi petani kelapa.

Hal tersebut, karena protokol memberikan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh negara pengekspor sebelum produknya masuk ke suatu negara.

"Persyaratan tersebut seperti harus adanya registrasi kebun, rumah kemas, ketentuan bebas Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) sesuai ketentuan negara tujuan beserta rekaman monitoringnya," ucapnya.

Persyaratan tersebut, menurut Bambang, dirasakan terlalu memberatkan petani kelapa, karena sebagian besar perkebunan kelapa di Indonesia merupakan perkebunan rakyat.

Baca Juga: Menyisir Potensi Produk Hilir Kelapa Yang Masih Terabaikan

Oleh karena itu, Barantin meminta kepada pemerintah China agar protokol hanya diberlakukan untuk komoditas kelapa muda segar. Pasca pertemuan bilateral kedua negara, akhirnya berbagai produk kelapa dan turunannya tidak mengalami kendala ekspor hingga saat ini.

Bambang berharap, seluruh pemangku kepentingan dapat bersinergi untuk membantu petani, UMKM dan eksportir kelapa Indonesia. Agar dapat meningkatkan ekspornya terutama produk yang sudah di hilirisasi sehingga dapat memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi.

Dia menekankan, protokol bukan satu-satunya jalan untuk melakukan ekspor produk pertanian. Protokol diperlukan saat memerlukan akses pasar baru yang dipersyaratkan oleh negara tujuan ekspor,

"Jadi, jika produk pertanian kita dapat diterima oleh negara tujuan tanpa ada protokol, justru itu akan memudahkan petani karena kita hanya berfokus pada pemenuhan ketentuan fitosanitari yang berlaku secara internasional, bukan pada kepentingan bilateral,” kata Bambang.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar