c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

01 Februari 2025

17:00 WIB

Bappebti Ungkap Tantangan Nikel Di Bursa Berjangka

Bappebti berencana membuat bursa berjangka untuk komoditas nikel, sebagai optimalisasi perdagangan nikel. Namun beragam tantangan diperkirakan akan dihadapi dalam pembentukan bursa berjangka nikel. 

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Khairul Kahfi

<div dir="auto" id="isPasted">Bappebti Ungkap Tantangan Nikel Di Bursa Berjangka</div>
<div dir="auto" id="isPasted">Bappebti Ungkap Tantangan Nikel Di Bursa Berjangka</div>

Seorang pekerja memperlihatkan bijih nikel di smelter feronikel yang dimiliki oleh perusahaan tambang negara Aneka Tambang Tbk di distrik Pomala, (30/3/2011). Antara Foto/Reuters/Yusuf Ahmad/aa.

JAKARTA - Tenaga ahli Bappebti Veriyadi menyatakan, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia dalam membuat bursa berjangka untuk komoditas nikel. Meski begitu, tantangan tersebut perlu dihadapi, agar Indonesia bisa mengoptimalkan perdagangan nikel sebagai salah satu komoditas unggulan.

Tantangan tersebut antara lain, Indonesia perlu menetapkan harga nikel yang transparan, dapat diamati (observable price), dan mencerminkan kondisi fisik komoditas. Proses penetapan harga nikel juga harus melibatkan banyak pihak, seperti pembeli, penjual, pedagang (trader), hingga lembaga keuangan. 

Tantangan lainnya adalah kemungkinan adanya harga premium, mengingat nikel sebagai komoditas yang terkonsentrasi secara geografis, seringkali terpengaruhi oleh isu-isu geopolitik seperti kebijakan politik Indonesia atau global. Begitu pun, cadangan nikel yang masuk dalam kategori ore shortage menjadi tantangan tersendiri. 

"Oleh karena itu, perlu kajian dan analisis yang mendalam dari sisi keuntungan dan tantangan, agar nikel menjadi komoditas yang memberika nmanfaat dalam perdagangan berjangka nantinya," ujarnya dalam keterangan resmi, Jakarta, Sabtu (1/2).

Baca Juga: Bappebti: Perdagangan Berjangka Komoditi 2024 Meningkat di Semua Bidang

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey menambahkan, tantangan bursa berjangka bagi nikel Indonesia, yaitu perdagangan komoditas ini harus menerapkan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social, and Governance/ESG). Hal ini menjadi ketetapan perdagangan nikel global saat ini. 

"Pada 2027, Uni Eropa mewajibkan setiap baterai yang masuk ke Uni Eropa memiliki 'paspor baterai' yang salah satu parameter penilaiannya adalah ESG. Hal ini harus menjadi perhatian kita bersama dalam upaya memperluas ekspor nikel ke pasar global," tutur Meidy. 

Sebelumnya, Kepala Bappebti Tirta Karma Senjaya menuturkan, pihaknya terus memperkuat perdagangan nikel melalui bursa berjangka di Indonesia. Pasalnya, meskipun nikel menjadi komoditas unggulan di tanah air selama ini, harga komoditas terkait sampai saat ini masih mengacu pada bursa luar negeri.

Selain itu, menurutnya, nikel juga memiliki tingkat fluktuasi harga yang tinggi. Sehingga nikel ideal untuk diperdagangkan di bursa berjangka.   

"Sehingga diperlukan harga referensi sendiri. Salah satu instrumen untuk mewujudkannya adalah melalui Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK). Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendorong hilirisasi, penguatan pasar dalam negeri, peningkatan pasar ekspor, serta menumbuhkan lebih banyak pelaku usaha," kata Tirta.

Harga Patokan Nikel
Sementara itu, menurut Meidy, Indonesia sebenarnya sudah memiliki harga patokan mineral (HPM) nikel. Hal ini telah diatur Peraturan Menteri ESDM 11/2020 tentang Perubahan Ketiga atas Permen ESDM 7/2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batu Bara.

Baca Juga: Ekonom Beberkan Alasan Ekspor Olahan Nikel Untuk EV Bakal Anjlok

Namun, harga bijih nikel Indonesia melalui HPM memiliki perbedaan sekitar 40% dibandingkan harga internasional. Rata-rata HPM untuk bijih nikel dengan kadar 1,8% hanya sebesar US$36 per MT pada 2024. Padahal, rata-rata harga internasionalnya sudah mencapai sebesar US$63 per MT pada periode yang sama.

Kesenjangan (gap) harga bijih nikel melalui HPM dibandingkan dengan harga internasional secara keseluruhan mencapai US$6,36 miliar sepanjang 2024. Di sisi lain, nilai ekspor produk turunan nikel (Matte, MHP, NPI, Cathode, Ni Sulphate) pada Januari-November 2024 sebesar US$20,28 miliar.

Oleh karena itu, Meidy menilai Indonesia sebagai penghasil nikel terbesar dunia sudah seharusnya bisa menjadi salah satu penentu harga nikel.

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar