13 November 2025
20:28 WIB
Banyak Tantangan, ESDM Akui Porsi Listrik Tenaga EBT Masih Cilik 14,4%
Kementerian ESDM akui porsi pembangkit listrik EBT masih kecil sekitar 14,4% dari total 107 GW listrik di RI. Pencapaian dan peningkatan pembangkit listrik EBT masih menyimpan sejumlah tantangan.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
Sejumlah petani menyiapkan bibit padi di sekitar area Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Kamis (9/1/2025). Antara Foto/Hasrul Said
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, dari 107 Gigawatt (GW) pembangkit listrik di Indonesia, porsi pembangkit listrik berbasis energi terbarukan atau energi bersih mencapai 14,4% atau sekitar 15,47 GW.
“Porsi pembangkit berbasis energi terbarukan mencapai 14,4% dan dari total angka tersebut, tenaga air masih menjadi tulang punggung dengan kontribusi lebih dari 7%,” ujar Plt Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Tri Winarno dalam RDP bersama Komisi XII DPR RI di Jakarta, Kamis (1/311), melansir Antara.
Baca Juga: ICDX: Sertifikat Energi Terbarukan Percepat Balik Modal Investasi Pembangkit EBT
Adapun komposisi pembangkit listrik berbasis energi terbarukan Indonesia, terdiri atas tenaga air sebesar 7,1% (7,57 GW), pembangkit listrik tenaga biomassa sebesar 3% (3,17 GW), pembangkit listrik tenaga panas bumi sebesar 2,6% (2,74 GW).
Untuk pembangkit listrik tenaga surya sebesar 1,3% (1,37 GW), pembangkit listrik tenaga bayu sebesar 0,1% (sebesar 0,15 GW), dan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan lainnya sekitar 0,3% (0,47 GW).
Menurut Tri, data tersebut menjadi pengingat bahwa Indonesia memiliki sumber daya Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang besar, namun masih memerlukan percepatan untuk dapat berdiri sejajar dengan negara-negara maju yang telah mengembangkan EBT.
“Struktur dalam sistem pembangkit kita masih menunjukkan ketergantungan kepada energi fosil, khususnya batu bara,” ucap Tri.
Adapun komposisi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batu bara berada di angka 55,1% atau mendominasi sebesar 59,07 GW.
Tri menjelaskan, PLTU batu bara masih diperlukan sebagai pembangkit pemikul beban dasar (base load) yang beroperasi 24 jam sehari untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik nasional.
Baca Juga: RUPTL Disahkan, 76% Tambahan Pembangkit Listrik Sampai 2034 Bersumber EBT
Di sisi lain, Indonesia juga mengembangkan pembangkit berbahan bakar gas untuk menopang kebutuhan listrik di kota besar dan menjaga keandalan sistem, sebab karakteristiknya yang fleksibel dan mengikuti perubahan beban (load follower dan peaker).
Adapun kapasitas pembangkit listrik berbasis gas memiliki porsi sebesar 24,5% dari kapasitas terpasang nasional atau sebesar 26,28 GW. Kemudian, pembangkit listrik berbasis diesel memegang porsi sebesar 6% atau sekitar 6,41 GW.
“Dari kapasitas terpasang saat ini, sebetulnya 14,4% dari EBT yang saya sampaikan tadi masih relatif kecil,” akunya.
Walau demikian, Tri lebih lanjut menerangkan, pencapaian dan peningkatan pembangkit listrik EBT di Indonesia masih menyimpan sejumlah tantangan.
Baca Juga: Sebanyak 79% Pembangkit Listrik RI Bakal Berbasis EBT Pada Tahun 2060
Mulai dari, durasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang lama, khususnya di wilayah pedalaman yang penuh tantangan logistik dan geografis. Kemudian, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang menuntut eksplorasi yang penuh risiko dan mahal, seringkali harus dilakukan di wilayah hutan.
"Serta PLTS (surya) yang pembangunannya cepat, namun bersifat intermittent (terputus-putus) dan sangat tergantung pada cuaca, dan turbin angin (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/PLTB) yang produksi listriknya masih bergantung pada kecepatan angin," jelasnya.