c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

07 November 2025

12:45 WIB

ICDX: Sertifikat Energi Terbarukan Percepat Balik Modal Investasi Pembangkit EBT

ICDX mengungkapkan perusahaan yang mengembangkan EBT dan memiliki sertifikat energi terbarukan atau REC mampu balik modal lebih cepat.

Penulis: Erlinda Puspita

<p id="isPasted">ICDX: Sertifikat Energi Terbarukan Percepat Balik Modal Investasi Pembangkit EBT</p>
<p id="isPasted">ICDX: Sertifikat Energi Terbarukan Percepat Balik Modal Investasi Pembangkit EBT</p>

Ilustrasi EBT. Teknisi melakukan pemeriksaan panel surya di Gedung Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (27/9/2024). Antara Foto/Asprilla Dwi Adha 

JAKARTA - Indonesia Commodity & Derivative Exchange (ICDX) atau Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) mengungkapkan bahwa kepemilikan Sertifikat Energi Terbarukan atau Renewable Energy Certificate (REC) mampu memberikan pengembalian modal lebih cepat bagi perusahaan yang memiliki pembangkit listrik EBT. Ini karena selain bisa menjual listrik, perusahaan bisa memperoleh tambahan pendapatan lain melalui penerbitan sertifikat REC.

“Sertifikat Energi Terbarukan atau Renewable Energy Certificate (REC) dinilai bisa memberikan multiplier effect pada pembangkit listrik berbasis EBT, yaitu dalam bentuk pendapatan lain di luar penjualan listriknya. Adanya pendapatan tambahan ini tentu mempercepat pengembalian modal investasi (payback period),” kata Direktur Utama ICDX, Fajar Wibhiyadi dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (7/11).

Ia membeberkan saat ini investasi di sektor EBT masih relatif kecil dibandingkan sektor kelistrikan secara keseluruhan yang masih didominasi oleh pembangkit energi fosil seperti batu bara dan gas.

Fajar menjelaskan, REC merupakan sertifikat atas produksi tenaga listrik yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) sesuai standar yang diakui secara nasional dan atau internasional.

“Dalam perhitungannya, 1 REC akan setara dengan 1 MWh. Di Indonesia, perdagangan REC dalam hal ini dijalankan oleh ICDX, di mana infrastrukturnya terkoneksi dengan sistem registry dari Evident I-REC dan APX TIGRs,” ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) Indonesia pada semester I/2025 mencapai sekitar US$1,3 miliar atau setara Rp21,64 triliun. Sedangkan, Kementerian ESDM memasang target investasi EBT di tahun ini senilai US$1,5 miliar atau naik tipis dibandingkan realisasi tahun lalu senilai US$1,49 miliar atau Rp24,04 triliun.

Kemudian dari data Climate Policy Initiative (CPI), data Pembiayaan Sektor Ketenagalistrikan Indonesia sepanjang periode 2019-2023 mencatat total investasi sektor ketenagalistrikan mencapai US$38,02 miliar atau sekitar US$7,6 miliar per tahun. Namun, rata-rata investasi tahunan khusus EBT hanya sekitar US$1,79 miliar.

Oleh karena itu, Fajar mendorong kepemilikan Sertifikat Energi Terbarukan atau dikenal REC agar pengembalian modal bagi perusahaan yang memiliki pembangkit listrik EBT bisa dipercepat.

Menurut Fajar, REC bisa disebut sebagai insentif bagi perusahaan yang mengembangkan pembangkit listrik berbasis EBT. Insentif ini tentu saja tidak dapat dinikmati oleh perusahaan yang mengembangkan pembangkit listrik non EBT.

“Harapannya tentu dengan adanya perdagangan REC ini, dapat menjadi ‘sweetener’ bagi pelaku usaha untuk mengembangkan pembangkit listrik berbasis EBT. Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT seperti pembangkit listrik tenaga air, tenaga surya (matahari), tenaga panas bumi (geothermal), tenaga bayu (angin), serta tenaga sampah,” pungkas Fajar.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar