c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

16 Juli 2024

20:08 WIB

Banjir Impor, Kemenperin Catat tujuh Industri Keramik Bangkrut

Banjir impor, terutama dari China, dan kenaikan harga gas membuat tujuh industri ubin keramik terpuruk dan berhenti produksi. Adapun lima di antaranya merupakan penerima fasilitas HGBT.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Banjir Impor, Kemenperin Catat tujuh Industri Keramik Bangkrut</p>
<p id="isPasted">Banjir Impor, Kemenperin Catat tujuh Industri Keramik Bangkrut</p>

Ilustrasi. Pekerja beraktivitas di pabrik keramik PT Arwana Citramulia Tbk, Serang, Banten.(ANTARA/Rosa Panggabean) 

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan, sedikitnya ada tujuh industri ubin keramik di Indonesia yang berhenti produksi dan bangkrut. Salah satu alasannya, karena keramik impor, terutama dari China, membanjiri pasar domestik.

Pejabat Fungsional Pembina Industri di Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam Kemenperin, Ashady Hanafie mengatakan, industri ubin keramik sudah mengalami penurunan daya saing. Kemudian diperparah dengan banjir produk impor di pasar Indonesia.

"Lonjakan impor ubin keramik yang membanjiri pasar dalam negeri, terutama dari Tiongkok, berimbas kepada tujuh perusahaan ubin keramik yang menghentikan produksinya," tulis bahan paparan Ashady dalam Diskusi Publik Indef, Selasa (16/7).

Kemenperin mencatat ketujuh perusahaan itu terdiri dari PT Indopenta Sakti Teguh, PT Indoagung Multiceramics Industry, PT Keramik Indonesia Asosiasi - Cileungsi, PT KIA Serpih Mas - Cileungsi. Kemudian, PT Ika Maestro Industri, PT Industri Keramik Kemenangan Jaya, dan PT Maha Keramindo Perkasa.

Baca Juga: Impor Ubin Keramik Marak, Kemendag Selidiki Tindakan Pengamanan

Bahkan, dari tujuh perusahaan ubin keramik, lima di antaranya merupakan industri penerima fasilitas Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Artinya, pelaku industri mendapatkan fasilitas harga gas murah senilai US$6/MMBTU.

"Lima industri keramik yang berhenti produksinya adalah penerima fasilitas HGBT," tulis bahan paparan Ashady.

Ia juga membeberkan beberapa tantangan yang dialami industri ubin keramik nasional. Ia menyebut produk ubin keramik besutan RI daya saingnya lebih rendah dibandingkan ubin keramik made in China.

Ashady pun menunjukan ada kenaikan volume impor ubin keramik dalam empat tahun terakhir. Pada 2019, volume impor ubin keramik sebanyak 75,6 juta meter persegi. Sementara pada 2023 lalu, volume impornya melonjak mencapai 93,4 juta meter persegi.

Ia menuturkan, faktor lain yang membuat lesu daya saing produk ubin keramik RI, yakni karena pemerintah China memberikan insentif berupa tax refund sebesar 14%. Artinya, setiap pelaku usaha asal China yang mengekspor produknya akan mendapatkan tax refund 14%.

"Jadi kalau tantangan terkait penurunan daya saing ini salah satunya karena dari luar negeri, terutama dari China, ada insentif tax refund 14%," ucapnya.

Kenaikan Harga Gas
Ashady melanjutkan, industri keramik nasional juga dihantam dengan kenaikan biaya produksi keramik sekitar 5-6%. Itu terjadi pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

"Nah pelemahan rupiah terhadap dolar AS ini, karena semua penggunaan gas bahan bakar itu semua hitungannya dolar AS. Jadi begitu naik (dolar AS), ya otomatis (biaya produksi) naik, jadi berat juga," tuturnya.

Kemudian, ditambah lagi dengan kenaikan biaya transportasi atau ongkos angkut keramik. Ashady mengatakan, sejak 1 September 2022, ongkos angkut naik sekitar 2-3% dari harga jual keramik.

Baca Juga: Banjir Impor, Ini Syarat Kemendag Terapkan BMAD dan BMTP

Terakhir, industri ubin keramik RI menghadapi tantangan kenaikan harga gas per Mei 2023, terutama di industri yang berlokasi di Jawa bagian barat. Awalnya, harga gas hanya senilai US$6/MMBTU, naik menjadi US$6,5/MMTBU. Sementara di Jawa bagian timur, harga gas naik dari US$6/MMBTU menjadi US$6,32/MMBTU.

"Jadi (HGBT) yang harga US$6 persis itu hampir enggak ada sih sebenarnya," imbuh Ashady.

Guna membangkitkan gairah industri keramik RI secara keseluruhan, Ashady menyampaikan bahwa Kemenperin mendukung rekomendasi Komite Antidumping Indonesia (KADI) untuk menerapkan Bea Masuk Antidumping (BMAD) kepada produk ubin keramik dari perusahaan China.

"KADI menerbitkan laporan akhir penyelidikan, dengan rekomendasi pengenaan BMAD selama lima tahun dan besaran tarif antara 100,12-199,88%," tegas Ashady.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar