07 Juni 2025
17:11 WIB
Bahlil Siapkan Beleid Pengelolaan Panas Bumi Untuk Pemanfaatan Langsung
Dengan adanya regulasi pemanfaatan langsung, energi panas bumi tak hanya digunakan untuk pembangkit listrik, tetapi juga bisa untuk pariwisata hingga agrobisnis.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
Aktivitas di PLTPB Lahendong, sebesar 60 MW dan mampu memenuhi kebutuhan listrik sebesar 60 persen di provinsi Sulawesi Utara. Antara/Abdul Fatah/am.
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah meracik Rancangan Peraturan Menteri ESDM tentang Pedoman Pengelolaan Panas Bumi Untuk Pemafaatan Langsung.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menekankan, penyusunan regulasi tersebut jadi upaya Indonesia untuk memperkuat peran energi bersih dalam mendukung agenda transisi energi.
Dalam Konsultasi Publik Rancangan Permen ESDM itu, Eniya juga mengatakan kebijakan tersebut jadi langkah optimalisasi potensi panas bumi di Indonesia lewat pemanfaatan langsung.
Artinya ke depan, sumber energi panas bumi tak hanya digunakan untuk pembangkit listrik, tetapi juga untuk sektor lain yang produktif seperti pariwisata, agrobisnis, serta industri.
Dia menilai, pemanfaatan langsung geothermal jadi wajah baru sektor energi bersih yang berorientasi pada kepentingan masyarakat serta kelestarian lingkungan.
"Lebih dari sekadar penyedia energi bersih, panas bumi membuka peluang inovasi bisnis dan industri, mulai dari produksi hidrogen hijau, ekstraksi mineral bernilai tinggi, hingga pengembangan ekowisata berbasis panas bumi," ucap Eniya dalam keterangan tertulis, Jakarta, dikutip Sabtu (7/6).
Baca Juga: Pertamina–Sinopec Jalin Kerja Sama Di Sektor Geothermal
Penyusunan Permen ESDM tentang Pedoman Pengelolaan Panas Bumi Untuk Pemafaatan Langsung itu, sambungnya, dilatarbelakangi kebutuhan kerangka regulasi yang lebih komprehensif dan terintegrasi untuk mendorong pemanfaatan langsung panas bumi secara masif dan berkelanjutan.
Adapun poin yang diatur dalam peraturan tersebut ialah penyusunan neraca cadangan pemanfaatan langsung panas bumi, penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO), pembinaan dan pengawasan, konservasi sumber daya, hingga pengaturan harga energi panas bumi untuk pemanfaatan langsung.
Saat ini, Eniya mengungkapkan sebagian besar pemanfaatan langsung panas bumi masih bersifat pilot project maupun inisiatif Corporate Social Responsibility (CSR) dari pengembang PLTP. Misalnya, ialah pengeringan kopi di Kamojang, produksi gula aren di Lahendong, dan budi daya melon dalam rumah kaca di Ulubelu.
"Dengan regulasi ini, pemanfaatan langsung diharapkan dapat berkembang secara komersial dan berkontribusi signifikan terhadap ekonomi daerah," kata dia.
Pemanfaatan panas bumi secara langsung juga, menurutnya, butuh dukungan regulasi kuat supaya nilai tambah ekonomi lokal bisa terkerek, serta penerimaan sosial atas proyek PLTP bisa semakin membaik.
Baca Juga: Bos PGE Sebut Panas Bumi Jadi Katalisator Utama Transisi Energi
Terlebih selama satu tahun terakhir, pemanfaatan panas bumi secara tidak lagsung telah menghasilkan PNBP sebesar Rp18,2 triliun, serta bonus produksi Rp1 triliun yang disalurkan kepada daerah penghasil.
"Selain itu, dalam lima tahun terakhir, sektor ini telah menyerap lebih dari 870.000 tenaga kerja langsung dan tidak langsung," terang Eniya.
Karena itu, Eniya pun berharap, nantinya pemanfaatan langsung panas bumi diharapkan menjadi game changer dalam industri geothermal di Indonesia.
Pasalnya, pemanfaatan langsung bisa mendorong penguatan ekonomi lokal lewat kenaikan nilai tambah produk pertanian, perikanan, dan perkebunan, hingga mendorong tumbuhnya ekowisata di sekitar wilayah kerja panas bumi (WKP).
"Kami berharap, regulasi ini dapat menjadikan panas bumi sebagai lokomotif ekonomi hijau Indonesia, serta memperkuat kemandirian energi nasional, sebagaimana ditekankan dalam Asta Cita Presiden," pungkasnya.