19 Februari 2025
20:22 WIB
Pertamina–Sinopec Jalin Kerja Sama Di Sektor Geothermal
Kemitraan ini mencakup pengembangan energi panas bumi baik secara langsung maupun tidak langsung, serta peluang pengembangan hidrogen hijau di Indonesia, China, dan pasar global potensial lainnya
Ilustrasi. Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Lahendong, Kota Tomohon, Sulawesi Utara, Rabu (18/1/2023). Antara Foto/ Olha Mulalinda
JAKARTA - Dua raksasa perusahaan energi asal Indonesia dan China, Pertamina dan Sinopec, belum lama ini mencapai kesepakatan kerja sama di bidang pengembangan dan pemanfaatan energi panas bumi (geothermal).
Kerja sama tersebut terjalin antara anak perusahaan Pertamina, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), dan anak perusahaan Sinopec, Sinopec Star, di kantor pusat Sinopec yang berlokasi di Beijing, China, awal pekan ini.
"Kolaborasi ini sejalan dengan strategi PGE untuk memaksimalkan potensi panas bumi dan berkontribusi dalam transisi energi bersih di Indonesia," kata Direktur Utama PGE Julfi Hadi dalam keterangan resminya, Rabu (19/2).
Kemitraan ini mencakup pengembangan energi panas bumi baik secara langsung maupun tidak langsung, serta peluang pengembangan hidrogen hijau di Indonesia, China, dan pasar global potensial lainnya. Kedua perusahaan tersebut juga akan melakukan pertukaran keahlian teknis, praktik terbaik, dan wawasan operasional.
Sinopec Star disebut memiliki keunggulan dalam pemanfaatan panas bumi dengan suhu menengah dan rendah untuk pemanasan distrik (district heating) dan telah melakukan pengembangan pembangkit hidrogen.
Sementara itu, PGE memiliki pengalaman dalam pemanfaatan panas bumi dengan suhu tinggi untuk pembangkitan listrik di Indonesia. Saat ini, PGE mengelola total 15 proyek panas bumi dengan kapasitas 1.877,5 MW di tanah air.
Tulang Punggung
Sebelumnya, Direktur Keuangan PGE Yurizki Rio menuturkan, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) atau PGE menyebut energi panas bumi, dapat menjadi tulang punggung atau backbone dalam mencapai swasembada energi yang dicanangkan pemerintah. Menurutnya, beberapa tahun ke belakang Indonesia seakan lepas landas untuk mewujudkan target transisi energi.
Ia menuturkan, panas bumi memiliki capacity factor besar, berkisar 90-100% dan memberikan kepastian bagi konsumen sehingga sangat tepat jadi andalan dalam mengejar transisi energi.
"Panas bumi juga kebetulan lokasinya terkonsentrasi di-major island, yang memiliki high demand listrik untuk masa kini dan masa datang," kata Yurizki.
Menurut Yurizki, salah satu faktor lain yang bisa membuat panas bumi jadi tulang punggung menuju swasembada energi adalah, dengan adanya koneksi jaringan listrik dari PT PLN (Persero) yang optimal. Pemanfaatan panas bumi bakal langsung berdampak terhadap pengurangan penggunaan energi fosil atau migas.
"Penggunaan energi dari panas bumi sebesar 1 MWh (megawatt hour) sama dengan memangkas penggunaan 1,87 barel setara minyak (BOE)," ucapnya.
Adapun, PGE menjadi aktor utama pengembangan panas bumi di Indonesia. Perusahaan saat ini memiliki kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) terbesar dengan 13 wilayah kerja panas bumi (WKP) dan total kapasitas terpasang sebesar 1.877 megawatt (MW) yang dioperasikan, terdiri atas 672 MW dioperasikan sendiri dan 1.205 MW melalui joint operation contract (JOC).
"Panas bumi sebagai based load resources, tidak bisa dimungkiri panas bumi menjadi backbone transisi energi siap menggantikan fossil fuel," ungkap Yurizki.
PGE dengan kemampuannya dalam mengembangkan aset, lanjut Yurizki, optimistis bakal menjadi mesin utama untuk membentuk ekosistem panas bumi di Indonesia. Indikatornya, saat ini PGE telah mencatat cadangan panas bumi terbukti dengan kapasitas sebesar 1,1 gigawatt (GW).
Selain itu, ada ekstra tambahan potensi cadangan yang siap untuk dieksplorasi dengan kapasitas 2,1 GW. "Total 3,1-3,2 GW, dan itu 75 persen berada lapangan kami, lokasi di area pengembangan jadi bisa dipercepat," ujar dia.
Dalam 10 tahun ke depan, PGE juga berencana meningkatkan kapasitas terpasangnya secara masif. Pada 2028, misalnya, perusahaan berencana meningkatkan kapasitas terpasang PLTP menjadi 1 GW dari posisi saat ini 672 MW.
Dua tahun kemudian atau tahun 2030 meningkat lagi menjadi 1,3 GW. Pada 2035, PGE memproyeksikan kapasitas terpasang PLTP tumbuh menjadi 1,7 GW. Untuk meningkatkan kapasitas tersebut, PGE bakal memanfaatkan pendanaan internal perusahaan yang masih tersedia setelah dilakukannya initial public offering (IPO).
"Kami memiliki strong financial power US$650 juta, 60% dari IPO, 40% dana operasional, ini ruang besar untuk dapatkan financing tambahan jika diperlukan support," ucap Yurizki.