11 Agustus 2025
20:20 WIB
Bahlil : RKAB 3 Tahun Jadi Biang Kerok Jebloknya Harga Batu Bara
Menteri ESDM bahlil mengidentifikasi produksi jor-joran akibat RKAB 3 tahunan, berakibat pada anjloknya harga batu bara karena oversupply dan pelemahan permintaan global.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers Capaian Kinerja Semester I 2025 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Senin (11/8). ValidnewsID/Yoseph Krishna
JAKARTA - Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan, kebijakan masa berlaku Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan tambang selama tiga tahun jadi salah satu penyebab anjloknya harga batu bara global.
Pasalnya, perusahaan tambang batu bara yang sudah mengantongi RKAB untuk durasi tiga tahun cenderung melakukan produksi secara jor-joran yang berakibat pada ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan.
"Sekarang ini harga batu bara dunia lagi turun 25-30%, ini terjadi apa? Karena supply dan demand. Ini gara-gara apa? RKAB tiga tahun ini," jabar Menteri Bahlil dalam sesi konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (11/8).
Baca Juga: IMA Sambut Hangat Perubahan Masa Berlaku RKAB Pertambangan Minerba
Eks-Ketua Umum HIPMI itu menegaskan, harga batu bara punya relasi yang amat kuat dengan keseimbangan pasokan dan permintaan. Saat permintaan melemah dibarengi dengan membanjirnya pasokan, sehingga harga batu bara menjadi jatuh.
Terlebih, Indonesia saat ini menyandang status sebagai eksportir utama batu bara dunia. Dari sekitar 1,3 miliar ton batu bara yang diperdagangkan per tahun di dunia, Indonesia mengekspor sekitar 600-650 juta ton per tahun sampai 2024 lalu.
"Total batu bara yang beredar, yang diperdagangkan itu 1,3 miliar ton, dari total kebutuhan batu bara dunia 8,9 miliar ton. Nah dari 1,3 miliar ton itu, Indonesia melakukan ekspor berdasarkan data 2024 ke bawah itu 600 juta-650 juta ton. Akhirnya sekarang harga turun, kita tidak bisa mengendalikan," ujar dia.
Ketidakmampuan Indonesia untuk berbuat banyak kala harga batu bara tengah anjlok menjadi sebuah ironi. Padahal, batu bara Indonesia memegang porsi 45% terhadap kebutuhan pembangkit listrik dunia.
Karena itu, pemerintah bakal mengabulkan aspirasi yang dilayangkan Komisi XII DPR untuk mengembalikan masa berlaku RKAB dari 3 tahun ke 1 tahunan sebagai upaya menjaga stabilitas supply dan demand.
"Kita tidak bisa bikin apa-apa karena ini bicara permintaannya sedikit, kita produksinya banyak. Nah ke depan, atas apa yang diminta DPR kepada kami untuk melakukan revisi RKAB, ini akan kita lakukan tanpa pandang bulu supaya menjaga stabilitas," tegas Bahlil.
Baca Juga: Kasus RSM Mencuat, ESDM Janji Perketat Pengawasan RKAB
Dengan merevisi kebijakan masa berlaku RKAB, dia berharap harga batu bara akan kembali naik dan memberi keuntungan yang tinggi bagi negara maupun pengusaha.
Bahlil pun mengingatkan, pengelolaan sumber daya alam, termasuk batu bara, tidak hanya untuk jangka pendek. Artinya, sumber daya alam juga harus dinikmati oleh generasi-generasi mendatang.
"Pengelolaan batu bara jangan dimaknai hanya untuk 5 tahun, tapi kita tinggalkan juga untuk anak cucu kita. Kalau memang harganya belum bagus, ya kita kelola dengan penuh hati-hati," tandasnya.
Pada kesempatan tersebut, Bahlil juga membeberkan realisasi produksi batu bara sepanjang semester I/2025 menyentuh 357,6 juta ton. Dari angka itu, sebanyak 104,6 juta ton dimanfaatkan di dalam negeri, utamanya untuk PT PLN, 238 juta ton ekspor, dan 15 juta ton sisanya merupakan stok.
Baca Juga: Bahlil Jamin RKAB Tahunan Berlaku Mulai 2026
Catatan itu menandakan tercapainya 48,34% target produksi batu bara sepanjang 2025 sebesar 739,67 juta ton. Rencananya, sebanyak 239,7 juta ton batu bara sampai akhir tahun ini ditujukan untuk pemanfaatan domestik, sedangkan sisanya untuk ekspor.
"Sekarang yang baru berproduksi sudah 357,6 juta ton, DMO-nya ini 100,46 juta ton untuk PLN, smelter, ekspornya 238 juta ton," sebutnya.