30 Agustus 2023
11:19 WIB
Penulis: Aurora K M Simanjuntak
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia membantah cadangan nikel Indonesia akan habis dalam 15 tahun mendatang.
Menurut Bahlil, belum ada kajian teknis yang menyatakan bahwa cadangan nikel nasional akan raib 15 tahun lagi. Dia pun menyebut nikel masih berlimpah di Papua.
"Saya tidak yakin 15 tahun. Di Papua itu masih banyak nikel, jadi saya pikir bahwa apa yang dikhawatirkan 15 tahun itu tidak benar," ujarnya kepada awak media di Jakarta, Selasa (29/8).
Baca Juga: Menteri ESDM Setop Operasional Blok Mandiodo Imbas Kasus Korupsi
Bahlil menduga pernyataan cadangan nikel akan habis dalam 15 tahun itu hanya dalam persepsi orang-orang. Utamanya, ketika melihat hasil eksplorasi nikel disandingkan dengan dengan kapasitas smelter yang ada.
Dia menuturkan saat ini masih banyak daerah di Indonesia yang belum dilakukan eksplorasi. Oleh karena itu, Menteri Investasi/Kepala BKPM meyakini cadangan nikel nasional masih banyak.
"Kan banyak yang belum dilakukan eksplorasi, jadi [cadangan nikel] masih banyak," kata Bahlil.
Nikel Berlimpah, Perusahaan Malah Impor
Pada kesempatan yang sama, Bahlil juga merespons isu terkait perusahaan domestik yang mengimpor bijih nikel. Dia menilai Indonesia tidak kekurangan pasokan, sehingga perusahaan membeli bijih nikel dari luar negeri.
"Kalau persoalan impor, saya enggak yakin bahwa terjadi kekurangan pasokan. Orang kan membangun smelter di Indonesia, punya tambang nikel di beberapa negara," tutur Bahlil.
Baca Juga: Airlangga: Indonesia Siap Jadi Rantai Pasok Global Kendaraan Listrik
Menurutnya, upaya impor bijih nikel itu adalah praktik bisnis biasa. Seperti yang ia utarakan, pihak yang membangun smelter di Indonesia, memiliki tambang nikel di beberapa negara.
Bahlil mencontohkan Sulawesi Utara dan Filipina yang berdekatan secara geografis. Dia menilai ada kemungkinan ketika jaraknya berdekatan, praktik bisnis seperti impor bisa terjadi.
"Sulawesi Utara sama Filipina kan lebih dekat, mungkin saja [impor]. Dia bangun smelter itu dekat juga, ada juga tambangnya di Filipina, mungkin saja. Kalau cadangan nikel kita cukuplah. Mayoritas cadangan dunia kan di Indonesia, itu [impor] cuma persoalan praktik bisnis biasa," tutup Bahlil.