24 Juni 2024
19:31 WIB
Menkeu: Rupiah Lemah Potensial Lebarkan Belanja Subsidi 2024
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini berpeluang meningkatkan ukuran belanja pemerintah di sisa tahun.
Penulis: Khairul Kahfi
Karyawan memegang uang di BNI KC Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Antara Foto/Aprillio Akbar
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini berpeluang meningkatkan ukuran belanja pemerintah di sisa tahun. Potensi peningkatan besaran belanja ini terutama berasal dari komoditas negeri yang menggunakan kurs dolar AS.
Pemerintah dalam APBN 2024 mengasumsikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS paling mahal di kisaran Rp15.000. Mengutip Bloomberg, pada 24 Juni 2024 pukul 14.31 WIB, penguatan dolar AS lebih lanjut terpantau tertahan terhadap rupiah Indonesia.
Dolar AS terpantau terdepresiasi ke level Rp16.400 atau turun 0,3% yang setara Rp50 dibanding sehari sebelumnya. Bloomberg memprediksi, pergerakan dolar AS-rupiah hari ini akan berada di rentang 16.397-16.472.
“Waktu kita susun UU APBN 2024 dengan asumsi rupiah di bawah 16.000 (per dolar AS). Maka (pelemahan rupiah) akan berpengaruh ke belanja-belanja yang menggunakan currency asing, seperti subsidi listrik dan BBM yang sebagian bahannya diimpor,” katanya menjawab wartawan, Jakarta, Senin (24/6).
Baca Juga: Bank Indonesia Tahan BI-Rate Juni 2024 Di 6,25%
Karena itu, pelemahan rupiah saat ini akan menimbulkan efek rembesan kepada belanja subsidi energi 2024 di dalam negeri. Sejauh ini, belanja subsidi energi dihitung dengan volume sesuai UU APBN 2024, patokan kurs, dan patokan harga minyak dunia.
Dengan melemahnya rupiah di hadapan dolar AS, jika volume atau harga komoditas yang sudah ditetapkan di APBN 2024 tidak berubah, otomatis akan terjadi deviasi atau penyimpangan dari sisi anggaran. Sehingga berpotensi melompati anggaran subsidi yang sudah dipatok.
Selain itu, pemerintah juga akan terlebih dulu melihat besaran alokasi anggaran subsidi APBN 2024 sudah memenuhi berapa banyak dari volume yang telah ditetapkan, dengan perubahan harga maupun kurs yang terjadi.
Dengan kondisi ini, PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) dapat mengajukan tambahan anggaran subsidi kepada pemerintah, apabila anggarannya telah mencapai lebih besar dari yang telah ditetapkan sekitar Rp300 triliun di 2024.
“Ketiga faktor itu nanti akan ditagihkan oleh Pertamina dan PLN ke pemerintah setiap kuartal. Kita akan minta BPKP untuk audit dan kami akan membayar sesuai dengan kemampuan keuangan negara, seperti tahun lalu kita bayar sampai kuartal ke-III, karena kuartal ke-IV baru diaudit sesudah tahun anggaran selesai,” jelasnya.
Baca Juga: BI Optimistis Rupiah Akan Menguat Ke Rp15.800 Hingga Akhir 2024
APBN Kita mencatat, hingga akhir April 2024, realisasi belanja subsidi energi terutama bersumber dari subsidi BBM dan Subsidi LPG tabung 3 Kg yang mencapai Rp24,96 triliun atau 22,04% dari pagu.
Realisasi Subsidi BBM dan Subsidi LPG Tabung 3 Kg turun 7,08% (yoy) dengan realisasi Subsidi BBM Rp5,03 triliun, yang dibagi atas Subsidi Minyak Tanah Rp1,08 triliun dan Subsidi Solar Rp3,95 triliun, kemudian subsidi dengan realisasi terbesar yakni Subsidi LPG tabung 3 Kg dengan realisasi mencapai Rp19,93 triliun.
Berdasarkan pertumbuhannya sampai dengan akhir April 2024, subsidi BBM dan LPG Tabung 3 Kg menurun, meskipun rata-rata ICP justru naik 3,61% (yoy) atau US$2,80 per barel.
Dari segi volume untuk LPG Tabung 3 Kg naik 0,02 Juta MT atau 1,01% (yoy), namun sebaliknya untuk volume konsumsi BBM justru menurun 0,11 juta kilo liter atau terkontraksi 2,51% (yoy).
Rupiah Tersengat Risiko Global
Dalam kesempatan sama, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, pelemahan rupiah saat ini disebabkan tren perekonomian dunia yang diproyeksi masih di bawah (downside risk). Seperti tensi geopolitik, geoekonomi, pelemahan ekonomi China, tren suku bunga tinggi, dan pengetatan fiskal negara maju.
“Meningkatnya ketidakpastian, tingginya inflasi, dan mundurnya ekspektasi penurunan suku bunga The Fed (FFR) membuat investor beralih ke aset safe haven seperti emas dan dolar AS, sehingga menyebabkan depresiasi nilai tukar,” terang Airlangga.
Bisa dibilang, penguatan dolar AS terjadi seiring dengan keluarnya arus modal asing atau capital outflow yang terdorong juga oleh menariknya spread yield obligasi AS. Kendati, dia optimistis, upaya intervensi moneter oleh BI dapat menghalau pelemahan rupiah lebih lanjut.
“Dibanding negara lain, real yield (obligasi) kita tetap menarik dengan risiko moderat,” ucapnya.
Sepanjang tahun berjalan hingga 21 Juni 2024, indeks dolar AS (DXY) telah menguat 4,41% (ytd). Adapun rupiah cenderung keok hingga 6,40% (ytd).
Namun pelemahan rupiah atas dolar AS, masih cenderung lebih baik ketimbang Thailand (-6,87%, ytd); Korea Selatan (-7,21%); Turki (-10,11%); Brasil (-10,58%); Argentina (-10,74%); dan Jepang (-11,74%).