22 April 2025
15:51 WIB
Aspebindo: Mundurnya LG Hambat RI Jadi Pusat Baterai EV
Mundurnya LG dari Proyek Titan dapat menunda ambisi Indonesia menjadi hub baterai kendaraan listrik (EV). Proyek Titan diharapkan menjadi tulang punggung pengembangan ekosistem baterai nasional.
Editor: Khairul Kahfi
Presiden Joko Widodo meninjau sebuah kendaraan listrik dan alat pengisi daya baterai saat meresmikan groundbreaking yang menandai pembangunan pabrik baterai mobil listrik di Karawang, Rabu (15/9/2021). Antara Foto/HO-Biro Pers Media Setpres
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batu bara Indonesia (Aspebindo) Fathul Nugroho menilai mundurnya LG dari Proyek Titan dapat menunda ambisi Indonesia menjadi hub baterai kendaraan listrik (EV).
“Dampak dari pembatalan Proyek Titan yang merupakan kolaborasi LGES dengan Indonesia Battery Corporation (IBC), berpotensi menunda target produksi baterai EV berbasis nikel dalam negeri,” ucapnya melansir Antara, Jakarta, Selasa (22/4).
Sebab, Proyek Titan diharapkan menjadi tulang punggung pengembangan ekosistem baterai nasional.
Selain itu, mundurnya LGES berisiko menunda transfer teknologi pengolahan nikel menjadi bahan baterai berkualitas tinggi. Padahal, kemampuan mengolah prekursor dan katoda merupakan kunci peningkatan nilai tambah mineral.
"Kehilangan kesempatan alih teknologi di sektor bernilai tinggi ini bisa memperlebar ketergantungan kita pada impor," ujar Fathul.
Baca Juga: Selain Nikel, RI Diminta Fokus Kembangkan Baterai EV Berbasis Lithium
Keputusan konsorsium LG Energy Solution (LGES) membatalkan proyek baterai kendaraan listrik (EV) juga dinilai sebagai cerminan dinamika global yang harus dijawab dengan kebijakan hilirisasi yang lebih matang.
Dalam hal ini, peran aktif Satgas Hilirisasi dan Kementerian Investasi dan Hilirisasi menjadi krusial untuk memperkuat ekosistem kebijakan serta menarik investasi strategis yang berkelanjutan.
Proyek yang rencananya mencakup seluruh rantai pasok, dari pengolahan nikel, produksi prekursor, katoda, hingga sel baterai, tentunya menunda ambisi Indonesia menjadi hub baterai global.
Pihaknya mesinyalir pembatalan investasi tersebut dipicu oleh faktor eksternal, seperti perlambatan permintaan EV dunia dan perubahan strategi korporasi LGES.
Keputusan LGES mundur dari Proyek Titan ini, lanjut dia, menjadi pengingat bahwa Indonesia tak boleh bergantung pada satu mitra. Daya tawar dan kebijakan hilirisasi harus diperkuat dengan kemandirian investasi dari dalam negeri dan menggandeng negara mitra lainnya seperti AS dan Eropa.
"Di sinilah Kementerian Investasi dan Hilirisasi perlu mengambil peran lebih agresif dalam membuka kanal kerja sama baru, sementara Satgas Hilirisasi memastikan koordinasi lintas sektor untuk mengurangi hambatan struktural," tutur Fathul.
Baca Juga: Bos ANTAM 'Ngeluh' Soal Banyaknya Izin Untuk Bangun Ekosistem Baterai EV
Sebelumnya, Konsorsium Korea Selatan yang dipimpin oleh LG telah memutuskan untuk menarik proyek senilai sekitar 11 triliun won (Rp130,7 triliun) untuk membangun rantai pasokan baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia, menurut sumber Yonhap pada Jumat (18/4).
Konsorsium tersebut, yang meliputi LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp, dan mitra lainnya, telah bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan sejumlah perusahaan BUMN untuk membangun 'rantai nilai menyeluruh' untuk baterai EV.
Inisiatif tersebut berupaya untuk mencakup seluruh proses mulai dari pengadaan bahan baku hingga produksi prekursor, bahan katode, dan pembuatan sel baterai. Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, bahan utama dalam baterai EV.