05 September 2024
13:43 WIB
Asosiasi Kripto Respons RPOJK Tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital
Wakil Ketua Umum Asosiasi Blockchain & Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo-ABI), Yudhono Rawis menyambut positif langkah OJK ini.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Ilustrasi bitcoin dengan uang lembar euro. Shutterstock/dok
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Asosiasi Blockchain & Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo-ABI), Yudhono Rawis menyambut positif langkah OJK ini.
Menurutnya, adanya regulasi yang lebih ketat dan jelas, industri aset kripto di Indonesia akan memiliki landasan yang lebih kuat.
"Ini merupakan angin segar bagi kami sebagai pelaku pasar. Regulasi yang jelas dan pengawasan ketat dari OJK akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap aset kripto. Selain itu, syarat permodalan yang ditetapkan akan mendorong bursa dan pedagang untuk lebih profesional dalam mengelola pasar," ujarnya dikutip, Kamis (5/9).
Sebagai informasi, dengan diberlakukannya RPOJK, nantinya OJK akan memiliki peran lebih besar dalam mengatur dan mengawasi sektor yang berkembang pesat ini.
Terdapat empat poin utama mengenai investasi kripto dalam RPOJK tersebut. Pertama, pengawasan yang lebih ketat untuk keamanan konsumen.
Baca Juga: OJK Rilis Aturan Penyelenggaraan ITSK dan Kripto
Dalam RPOJK tersebut OJK mewajibkan pelaku pasar, termasuk bursa dan pedagang aset kripto, untuk mematuhi prinsip tata kelola yang baik serta menerapkan manajemen risiko yang ketat.
Hal ini meliputi integritas pasar, keamanan, keandalan sistem informasi, serta perlindungan data pribadi konsumen.
Kedua, transparansi dan tata kelola yang lebih baik. OJK menekankan pentingnya transparansi dalam perdagangan aset kripto melalui berbagai ketentuan yang mengatur tata kelola di bursa aset keuangan digital.
Setiap bursa diharuskan menyusun pedoman dan tata tertib perdagangan yang mencakup analisis terhadap setiap aset kripto yang diperdagangkan. Dengan demikian, hanya aset kripto yang memenuhi standar tertentu yang dapat diperdagangkan di pasar.
Ketiga, syarat modal disetor untuk bursa dan pedagang kripto. OJK juga menetapkan ketentuan baru terkait permodalan bursa dan pedagang aset kripto. Setiap bursa aset kripto diwajibkan memiliki modal disetor minimal Rp500 miliar pada saat pengajuan izin usaha, dan mempertahankan ekuitas sebesar 80% dari modal tersebut.
Selain itu, dalam jangka waktu tiga bulan setelah mendapatkan izin, bursa wajib meningkatkan modal disetornya menjadi minimal Rp1 triliun atau 2% dari total nilai transaksi yang difasilitasi, mana yang lebih besar.
Sementara itu, pedagang aset kripto diwajibkan memiliki modal disetor minimal Rp100 miliar dan mempertahankan ekuitas minimal Rp50 miliar.
Baca Juga: OJK Ungkap Latar Belakang Penerbitan POJK 3/2023 Soal Fintech
Keempat, perlindungan data pribadi dan keamanan sistem. OJK mewajibkan penyelenggara pasar aset kripto untuk menggunakan sistem dengan standar keamanan tertinggi.
Ini termasuk sertifikasi ISO 27001 untuk manajemen keamanan informasi dan Disaster Recovery Centre (DRC) yang terpisah di dalam negeri guna mengatasi risiko operasional.
Menurut Yudho, langkah ini memberikan jaminan bahwa data pribadi dan aset digital konsumen akan terlindungi dengan baik dari ancaman peretasan atau gangguan lainnya.
“Kepercayaan konsumen menjadi salah satu prioritas utama dalam pengembangan ekosistem perdagangan aset kripto yang lebih aman dan teratur,” ucapnya.
Dalam hal ini Yudho berharap regulasi baru yang diterbitkan oleh OJK akan menjadi langkah signifikan dalam memperkuat pengawasan atas perdagangan aset kripto di Indonesia.
“Hal ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor aset digital yang lebih sehat dan berkelanjutan di masa mendatang,” pungkas Yudho.