03 Mei 2023
12:43 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
INCHEON - Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara Anggota ASEAN+3 (AFMGM+3) menegaskan kembali komitmen bersama untuk memperkuat dialog kebijakan mengenai perkembangan terkini serta prospek ekonomi global dan regional, sekaligus respons kebijakan terhadap risiko dan tantangan ke depan.
Pada pertemuan AFMGM+3 tersebut, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, ekonomi ASEAN+3 tumbuh kuat sebesar 3,2% pada 2022, terlepas dari efek covid-19 yang masih ada dan konflik Rusia-Ukraina yang meningkat menjadi krisis.
Sementara itu, gejolak sektor perbankan baru-baru ini di AS dan Eropa memiliki dampak rambatan yang terbatas di kawasan ASEAN+3.
“Meskipun demikian, kita harus tetap waspada. Ke depan, kawasan ini diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,6% pada tahun 2023, dipacu oleh permintaan domestik yang kuat karena pemulihan ekonomi terus menunjukkan perbaikan,” sebutnya dalam siaran pers, Jakarta, Rabu (3/5).
Baca Juga: BI Dan Bank Of Korea Dorong Penggunaan Mata Uang Lokal
Pada kesempatan yang sama, para Menkeu dan Gubernur Bank Sentral ASEAN+3 sepakat untuk memperkuat kerja sama keuangan regional. Melalui inisiatif di bawah Regional Financing Arrangements (RFA) Future Direction, Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM), AMRO, Asian Bond Markets Initiative (ABMI), Disaster Risk Financing (DRF), dan ASEAN+3 Future Initiatives.
Penguatan kerja sama ini termasuk pembiayaan infrastruktur, kajian studi pada fasilitas nonpembiayaan, pembiayaan risiko bencana (DRF), serta kajian studi beberapa tema strategis atas Digitalisasi Keuangan, keuangan berkelanjutan, utang korporasi, utang rumah tangga, dan Transaksi Mata Uang Lokal (Local Currency Transaction/LCT).
Sementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo menyoroti, bahwa tantangan saat ini dan ketergantungan yang besar pada mata uang dominan tertentu untuk perdagangan internasional serta penyelesaian investasi, dapat meningkatkan kerentanan dan meningkatkan risiko stabilitas keuangan di ASEAN+3.
“Oleh karena itu, ASEAN+3 perlu berinovasi untuk dapat menjaga stabilitas, di tengah inflasi yang masih tinggi, kondisi likuiditas yang lebih ketat, ruang kebijakan yang lebih sempit, dan pengaruh kuat dolar,” terang Perry.
Dalam hal ini, Gubernur BI menekankan, pentingnya memperkuat dan meningkatkan kerja sama di antara negara-negara ASEAN+3 dalam konektivitas pembayaran. Dengan mempromosikan penggunaan mata uang lokal yang lebih luas untuk transaksi.
Berkaitan dengan hal tersebut, AFMGM+3 menyambut baik dan mengakui perkembangan kajian Sistem Pembayaran Lintas Batas di ASEAN+3. Khususnya mengenai Penguatan Transaksi Mata Uang Lokal (LCT) dalam pembahasan Isu Tematik ASEAN+3.
Pertemuan AFMGM+3 diselenggarakan di bawah mitra keketuaan (co-chairmanship) dari Menkeu RI Sri Mulyani Indrawati, Gubernur BI Perry Warjiyo, Menteri Keuangan Jepang Shunichi Suzuki, dan Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda.
Kemudian, Presiden Asian Development Bank (ADB), Direktur ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) ASEAN+3, Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN Secretariat, dan Deputi Managing Director of the International Monetary Fund (IMF) juga hadir dalam pertemuan tersebut.
Baca Juga: AMRO Perkirakan ASEAN+3 Tumbuh 4,6% Dipimpin Rebound China
Pengurangan Kebijakan Covid-19
Mengingat situasi pandemi covid-19 yang jauh lebih membaik, kawasan ASEAN menyadari perlunya pengurangan dukungan kebijakan terkait covid-19.
Pengurangan ini tetap melaksanakan langkah-langkah kebijakan yang dikalibrasi secara hati-hati.
Dengan begitu, inflasi tetap terkendali, sekaligus menjaga stabilitas moneter dan keuangan, memperkuat sektor-sektor utama seperti ekonomi hijau dan ekonomi digital, memastikan keberlanjutan fiskal jangka panjang, dan mempromosikan pertumbuhan yang kuat, tangguh, dan berkelanjutan.
Kawasan ASEAN juga mengakui, bahwa prospek pertumbuhan jangka panjang untuk kawasan ini bergantung pada kemampuan kawasan mengelola risiko yang terkait dengan kemungkinan pandemi dan perubahan iklim di masa depan, termasuk bencana alam yang lebih sering dan parah.
Dengan mempertimbangkan risiko-risiko ini, Sri Mulyani menyebut AFMGM+3 mengakui pentingnya kolaborasi menuju pemulihan yang kuat dan inklusif serta membuat kemajuan berkelanjutan dalam agenda 2030. Untuk pembangunan berkelanjutan, mencapai pembangunan global yang lebih kuat, lebih hijau, lebih tangguh, dan seimbang.
Eksplorasi Fasilitas Baru
Scarring effect dari pandemi dan meningkatnya risiko dan ketidakpastian prospek ekonomi regional dan global semakin menguatkan pentingnya penguatan RFA lebih lanjut termasuk CMIM. Dalam hal ini, negara-negara anggota ASEAN+3 akan terus mengeksplorasi fasilitas baru.
Pertemuan AFMGM+3 menyambut baik hasil diskusi tentang inisiatif baru fasilitas pembiayaan cepat. Memungkinkan anggota untuk mengakses sumber pembiayaan untuk mengatasi masalah neraca pembayaran yang timbul dari guncangan ekonomi yang tiba-tiba, seperti pandemi dan bencana alam.
Selanjutnya, Menteri dan Gubernur ASEAN+3 juga sepakat untuk mengeksplorasi kemungkinan penguatan struktur pembiayaan, termasuk melalui studi pro dan kontra struktur modal disetor (paid-in capital), untuk meningkatkan efektivitas keamanan kawasan.
Pertemuan AFMGM+3 juga menugaskan para Deputi untuk mengembangkan Peta Jalan tentang Fasilitas Pembiayaan dan Struktur Pembiayaan pada akhir 2023. Sembari terus mengevaluasi modalitas CMIM yang ada, untuk memungkinkan negara-negara anggota memiliki alternatif fasilitas yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah.
Sebagai salah satu hasilnya, pertemuan AFMGM+3 menyambut baik adopsi Pedoman Operasional CMIM yang diperbarui. Dengan memungkinkan anggota untuk memberikan dukungan likuiditas CMIM dalam mata uang domestiknya sendiri (Local Currency/LCY) dan mata uang lokal dari anggota lain (Local Currency/LCY pihak ketiga).
Baca Juga: AFMGM: ASEAN Komitmen Jaga Stabilitas Ekonomi
Kerja sama intraregional yang lebih erat di bidang perdagangan dan investasi, logistik dan ketahanan rantai pasokan, antarkonektivitas sistem kepabeanan, arus lintas batas, infrastruktur berkelanjutan dan hijau, hingga integrasi digital, akan semakin meningkatkan kemampuan kawasan untuk mengamankan pertumbuhan pascapandemi, meminimalkan scarring effect, dan bersiap menghadapi guncangan di masa depan.
Dalam hal ini, kawasan menegaskan kembali komitmen kuat terhadap sistem perdagangan multilateral berbasis aturan yang terbuka, bebas, adil, inklusif, adil, transparan dan tidak diskriminatif dengan WTO sebagai intinya.
Serta menyatakan dukungan peningkatan integrasi ekonomi regional dan implementasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Agreement.
Hasil diskusi AFMGM+3 akan dilanjutkan pada AFMGM+3 mendatang di Tbilisi, Georgia pada 2024 dan berharap dapat bekerja sama dengan Republik Demokratik Rakyat Laos dan Republik Korea sebagai Ketua Bersama (Co-chairs) Proses Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN+3 pada 2024.