c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

10 April 2025

10:19 WIB

AS Tunda Tarif Resiprokal, Indonesia Masih Antri Nego 

Presiden Trump menunda pelaksanaan tarif resiprokal selama 90 hari. Indonesia masih dalam antrean untuk menegosiasikan tarif tersebut.

Penulis: Siti Nur Arifa

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">AS Tunda Tarif Resiprokal, Indonesia Masih Antri Nego&nbsp;</p>
<p id="isPasted">AS Tunda Tarif Resiprokal, Indonesia Masih Antri Nego&nbsp;</p>

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menerima kunjungan Duta Besar Amerika Serikat untuk Republik Indonesia, H.E Kamala S. Lakhdhir, pada Selasa (8/04). Sumber: Kemenko Perekonomian

JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi menunda tarif resiprokal selama 90 hari untuk lebih dari 75 mitra dagang yang tidak membalas. Menteri Keuangan AS Scott Bessent menegaskan dari awal penerapan tarif resiprokal itu merupakan cara menarik negara-negara ke meja perundingan.

Dilansir dari Reuters, Trump tetap menekan China, negara yang menjadi asal impor AS terbesar kedua. Trump mengatakan akan menaikkan tarif impor China menjadi 125% dari level 104% yang berlaku pada tengah malam, meningkatkan konfrontasi berisiko tinggi antara dua ekonomi terbesar di dunia. Kedua negara telah saling balas menaikkan tarif berulang kali selama seminggu terakhir.

Dalam pengumuman tarif yang disebut “Hari Kebebasan” pada Rabu (2/4) waktu setempat, Trump memberlakukan tarif dasar sebesar 10% pada negara-negara yang akan mulai berlaku pada tanggal 5 April. Tarif impor resiprokal akan ditambahkan untuk beberapa negara yang dianggap sebagai pelanggar terburuk (worst offenders) yang mulai berlaku pada 9 April. Indonesia dikenai tarif 32%.

Baca Juga: Trump Tunda Tarif Resiprokal Untuk Puluhan Negara, China Naik jadi 125%

Indonesia kini menjadi salah satu negara dalam antrian yang menunggu untuk bernegosiasi dengan AS. Upaya negosiasi ini salah satunya dilakukan dengan bantuan Duta Besar AS untuk Indonesia H.E Kamala S. Lakhdhir.

Kamala mengaku, pihaknya berkomitmen untuk memfasilitasi upaya komunikasi dan negosiasi yang akan dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

"Kami telah berkomunikasi dengan Secretary of Commercedan USTR terkait rencana pemerintah Indonesia untuk melakukan negosiasi, dan kami siap mengatur rencana pertemuan dengan pihak strategis lainnya jika dibutuhkan,” ungkap Dubes Kamala dalam kunjungan ke Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (8/4).

Dalam kesempatan sama, Menko Airlangga kembali menegaskan Indonesia telah menyiapkan beberapa kebijakan strategis sebagai upaya negosiasi dalam merespon tarif AS.

Beberapa di antaranya yakni dengan deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs) melalui relaksasi TKDN sektor ICT dari AS seperti GE, Apple, Oracle, dan Microsoft, melakukan evaluasi terhadap kebijakan Lartas, dan mempercepat proses sertifikasi halal.

"Indonesia akan mengedepankan jalur negosiasi dan tidak melakukan tindakan retaliasi, sejalan dengan negara ASEAN lainnya. Negosiasi kita upayakan dengan revitalisasi Indonesia-US Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) yang sudah berlaku sejak 1996,” ujar Menko Airlangga.

Israel Gagal
Sebelumnya, Israel diberitakan gagal bernegosiasi dengan AS soal tarif. Dikenal memiliki hubungan multilateral yang erat, rupanya tidak membuat Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu berhasil melobi Donald Trump untuk melonggarkan tarif dagang 17%.

Padahal, Israel disebutkan sudah menghapus sejumlah tarif atas barang-barang AS lebih awal, agar terhindar dari tarif tambahan.

Menganggapi kegagalan tersebut, Netanyahu menyatakan pihaknya akan tetap menerima keputusan AS dan berkomitmen menghapus hambatan perdagangan, namun tetap menekankan pentingnya perdagangan yang adil.

"Kami akan menghapuskan defisit perdagangan dengan Amerika Serikat dan berupaya melakukannya dengan cepat. Kami merasa ini hal yang tepat dilakukan dan kami juga akan menghilangkan berbagai jenis hambatan perdagangan yang tidak dibutuhkan. Saya pikir israel dapat menjadi contoh bagi negara lain untuk melakukan hal serupa," ujar Netanyahu, dalam pernyataannya di Gedung Putih, Senin (7/4).

Baca Juga: Trump Umumkan Tarif Impor Baru, Indonesia Kena 32%

Alasan Trump tidak menghapus tarif sebesar 17% lantaran merasa AS sudah memberikan banyak bantuan untuk Israel.

"Kami sudah banyak membantu Israel, kami memberikan Israel US$4 miliar per tahun, itu sudah banyak," tegas Trump.

Sementara itu, Asosiasi Manufaktur Israel menyebut ekspor Israel berpotensi rugi US$2,3 miliar per tahun, dan kehilangan 26.000 lapangan pekerjaan jika tarif 17% tetap diberlakukan.

Lebih lanjut, Trump juga mengaku tidak akan melakukan penundaan terhadap pemberlakuan tarif yang telah ditetapkan ke setiap negara mitra dagang, meski kesempatan negosiasi masih terbuka.

"Ada banyak negara yang ingin datang untuk bernegosiasi dengan kami, dan saya rasa mereka akan membawa kesepakatan yang adil," ujar Trump.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar