18 Agustus 2023
21:00 WIB
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey mengatakan pertumbuhan ritel di indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Pihaknya mencatat, pertumbuhan industri retail di semester I/2023 sebesar 3,2%. Di beberapa derah Indonesia seperti Jakarta tumbuh 7,8%, Bali dan Nusa Tenggara 15%.
"Jadi ada beberapa daerah yang stagnan namun ada juga yang justru pertumbuhannya melewati Jakarta sendiri," katanya dalam konferensi pers, Jumat (18/8).
Ia membandingkan peforma antara modern market dengan tradisional market. Secara agregat menurutnya, pasar tradisional masih lebih baik dari pasar modern. Ini ia lihat dari total modern trade dan general trade.
"Indonesia market atau modern trade di kuartal II kita cuma tinggal 1,2%, turun. Kuartal I 2,56%. Di 2022 kita bisa di angka growth-nya, 5,7%, 2021 pandemi ya 3,2%," katanya.
Melihat angkanya yang terlalu rendah, Roy menjelaskan penyebab mengapa pertumbuhan retail tidak terlalu signifikan. Pertama, ia mengatakan adanya anomali yang masih terjadi seperti pergeseran perilaku konsumen. Ia menilai, salah satu penyebab penurunan angka ini karena preferensi konsumen yang berubah.
Baca Juga: Peritel Tak Khawatir Bersaing Dengan Penjual Online
Kedua, peritel banyak yang belum berubah. Ini dalam artian masih banyak peritel yang belum mengikuti tren yang saat ini sedang berkembang sehingga masih mengadopsi cara lama.
"Kekinian itu menjadi hal penting, mengadopsi teknologi, bagaimana penjualan tidak hanya ditoko tapo di berbagai cara, e-katalog, sosial media, Whatsapp marketing," katanya.
Ketiga, karena situasi perekonomian saat ini masih menantang dan belum stabil, baik secara global yang masih berfluktuasi dan saat ini kondisi Indonesia yang mulai memasuki tahun politik. Akibat keadaan ini ia mengatakan ada kecenderungan untuk menahan belanja di ritel.
"Kecenderungan untuk simpan dulu uangnya karena situasi kondisi global serta masuk tahun politik," ujarnya.
Keempat, pengeluaran-pengeluaran masyarakat saat ini lebih banyak condong bukan untuk ke spending money melainkan saving money. Ini untuk beberapa kebutuhan pokok seperti pendidikan.
"Kebetulan kuartal kedua musim masuk sekolah. Jadi ada yang menahan belanja supaya secure, ada juga yang menahan belanja karena ada pengeluaran yang harus dikeluarkan," kata dia.
Baca Juga: Pengusaha Yakin Usaha Ritel Tetap Tumbuh Di 2023
Terkait hal ini ia mengatakan yang sangat berdampak belakangan adalah supermarket dan hypermarket, sedangkan minimarket masih bisa bertahan.
Ia menegaskan, saat ini kondisi retail sedang tidak baik-baik saja. Menurutnya, ada kontraproduktif antara pertumbuhan ekonomi yang baik, inflasi yang rendah, namun ritel yang bertolakvbelakang.
"Pemerintah mesti memperhatikan ritel. Kalau nggak ritel tentunya akan tidak memberikan dampak yang signifikan bagi kontribusi ekonomi kita. Bisa dibayangkan ketika ritelnya sehat atau perkembangan daripada sektornya ke hilir ini bagus, pasti akan kontribusi ke ekonomi lewat konsumsi dan pertumbuhan kita mestinya bisa naik lagi," tandasnya.