c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

27 Juni 2024

13:55 WIB

Anjlok 8,4%, Penerimaan Pajak Januari-Mei 2024 Terkumpul Rp760 T

Penerimaan pajak Januari sampai akhir Mei 2024 telah terkumpul Rp760,38 triliun. Adapun kinerja penerimaan pajak tersebut melanjutkan tren kontraksi, yakni anjlok sebesar 8,4% (yoy).

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

<p>Anjlok 8,4%, Penerimaan Pajak Januari-Mei 2024 Terkumpul Rp760 T</p>
<p>Anjlok 8,4%, Penerimaan Pajak Januari-Mei 2024 Terkumpul Rp760 T</p>

Dua pejalan kaki melintasi papan sosialisasi pembayaran pajak secara online di Jakarta, Selasa (1/3/ 2016). Antara Foto/Wahyu Putro A

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan, penerimaan pajak nasional sepanjang Januari sampai Mei 2024 telah terkumpul senilai Rp760,38 triliun atau anjlok sebesar 8,4% (yoy). 

Sri Mulyani menjelaskan, penerimaan pajak tersebut telah terkumpul 38,23% dari target. Adapun target penerimaan pajak dalam APBN 2024 dipatok senilai Rp1.988,8 triliun.

"Pajak kita telah terkumpul hingga Mei 2024 senilai Rp760,38 triliun, dan kalau kita lihat ini artinya 38,23% dari target sudah kita kumpulkan," ujarnya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Kamis (27/6).

Menkeu pun memaparkan, ada empat komponen penerimaan pajak. Tiga komponen penerimaan yang anjlok, yaitu PPh non migas, PPh migas, serta PBB dan pajak lainnya, sedangkan satu komponen penerimaan, yaitu PPN dan PPnBM masih tumbuh positif.

Pertama, setoran pajak yang berasal dari PPh non migas terkumpul Rp443,72 triliun atau kontraksi sebesar 5,41%. Kedua, PPN dan PPnBM terkumpul Rp282,34 triliun atau tumbuh sebesar 5,72%. 

Ketiga, setoran PBB dan Pajak Lainnya terkumpul Rp5 triliun atau kontraksi sebesar 15,03%. Keempat, PPh migas terkumpul Rp29,31 triliun atau terkontraksi sebesar 20,64%.

Baca Juga: Pertama Di 2024, Sri Mulyani: APBN Mei 2024 Defisit Rp21,8 T

Sri Mulyani pun membeberkan alasan penerimaan pajak mengalami kontraksi ataupun tumbuh. Dia menuturkan setoran PPN dan PPnBM mengalami pertumbuhan karena kegiatan belanja masih gencar, seiring dengan kinerja pertumbuhan ekonomi. 

Sementara itu, PPh non migas anjlok akibat pelemahan harga komoditas tahun lalu, yang menyebabkan perusahaan-perusahaan di sektor pertambangan mengalami penurunan keuntungan dibandingkan 2023. Hal itu membuat pembayaran pajaknya ikut menurun.

Kemudian, penerimaan PBB dan Pajak Lainnya mengalami kontraksi lantaran tidak terulangnya pembayaran tagihan pajak tahun 2023. Sementara setoran PPh migas anjlok karena ada penurunan lifting migas.

Kemenkeu mencatat realisasi lifting minyak per Mei 2024 sebanyak 561.900 barel per hari. Sementara itu, target lifting minyak dalam APBN 2024 sebesar 635.000 barel per hari.

"Padahal kita lihat harga minyak cukup stabil, dan dari sisi kurs harusnya memberikan pendapatan yang melebihi dalam bentuk rupiah. Namun lifting-nya mengalami penurunan, dan ini perlu kita perhatikan dari sisi produktivitas minyak dan gas Indonesia," kata Sri Mulyani.

PPh Badan, PPN DN, dan PPN Impor Kontraksi
Selanjutnya, Menkeu memaparkan penerimaan pajak Januari-Mei 2024 berdasarkan aktivitas dan kinerja kegiatan usaha. Secara keseluruhan, ada delapan jenis setoran pajak.

Dari delapan jenis pajak tersebut, ada tiga jenis pajak yang mengalami kontraksi penerimaan secara neto. Itu terdiri dari PPh Badan atau korporasi, PPN Dalam Negeri, dan PPN Impor.

Sri Mulyani menyebutkan pertumbuhan neto PPh Badan mengalami kontraksi sebesar 35,7%. 

Alasannya, karena penurunan signifikan harga komoditas pada 2023, yang mengakibatkan penurunan pembayaran PPh tahunan dan angsurannya, serta terjadinya kenaikan restitusi.

"Kinerja perusahaan-perusahaan secara neto kontraksinya lebih dalam 35,7%. Ini artinya perusahaan mengalami penurunan profitabilitas signifikan, terutama mereka yang berkaitan dengan komoditas," tutur Menkeu.

Dia pun menjelaskan, kinerja PPN Dalam Negeri juga terkontraksi sebesar 9,1% karena adanya peningkatan restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Utamanya, pada sektor industri pengolahan, perdagangan, dan pertambangan.

"Secara neto, terjadi negatif growth 9,1%, karena PPN Dalam Negeri ini terjadi restitusi yang sangat signifikan," kata Sri Mulyani.

Baca Juga: Tembus Target, Penerimaan Pajak Sepanjang 2023 Capai Rp1.869,2 T

Sementara itu, dilihat dari porsi setorannya, PPN dalam negeri dan PPh Badan menjadi dua kontributor terbesar penerimaan pajak nasional; meski penerimaannya sepanjang Januari-Mei 2024 mengalami kontraksi.

Secara berurutan berdasarkan kontribusinya terhadap penerimaan negara, jenis setoran pajak yang paling besar, yaitu PPN Dalam Negeri (21,9%), lalu disusul setoran dari PPh Badan (20,2%). Jika ditotal, keduanya berkontribusi sebesar 42,1% terhadap penerimaan negara.

"Jadi kalau 20% dari penerimaan pajak kita mengalami kontraksi yang sangat dalam, tentu kita bisa lihat dampaknya pada penerimaan pajak keseluruhan memang mengalami tekanan," ucap Menkeu.

Kemudian sisanya, ada setoran PPh Pasal 21 atau pajak karyawan (15,7%) atau penerimaannya tumbuh sebesar 29%, PPh 22 Impor (4,1%) dan setorannya tumbuh tipis 0,9%, PPh Orang Pribadi (1,3%) dan setorannya tumbuh 11,6%.

Selain itu, PPh Pasal 26 (4,8%) yang setorannya tumbuh 13,6%, lalu PPh Final (7,1%) dan setorannya tumbuh 13,6%, serta PPN Impor (13,7%) yang setorannya mengalami kontraksi tipis 0,1%.

"Ini komposisi dari jenis pajak, kita bisa lihat PPh Badan mengalami tekanan luar biasa, dan PPN DN pertumbuhan netonya negatif karena restitusi. Ini dua kontributor yang sangat besar yang mempengaruhi pajak kita keseluruhan," jelas Sri Mulyani.

Pajak Dari Sektor Pertambangan Paling Anjlok
Lebih lanjut, Sri Mulyani juga menjabarkan penerimaan pajak berdasarkan delapan sektor usaha atau industri sepanjang Januari-Mei 2024.

Kemenkeu mencatat dari delapan sektor usaha, ada tiga sektor yang penerimaan pajak pertumbuhan netonya mengalami kontraksi. Itu terdiri dari industri pengolahan, perdagangan, dan pertambangan. Di antara ketiganya, setoran pajak dari industri pertambangan yang paling anjlok.

"Seperti yang bisa kita prediksi, sektor pertambangan mengalami koreksi sangat dalam, yaitu -45,3% secara bruto, dan -60,4% secara neto, ini karena harga komoditas mengalami koreksi," kata Menkeu.

Baca Juga: Simak! Ini Sanksi Bagi WP Yang Belum Validasi NIK-NPWP

Setoran industri pengolahan dan perdagangan mengalami hal serupa, yaitu anjlok 14,2%. Sri Mulyani mengatakan penurunan setoran pajak tersebut karena ada penurunan PPh badan tahunan dan peningkatan restitusi, terutama pada subsektor industri sawit, logam, dan pupuk.

Sementara itu, sektor industri perdagangan setoran pajaknya turun tipis 0,2%. Itu dikarenakan adanya peningkatan restitusi yang berdampak pada pertumbuhan pajak neto, sehingga terkontraksi tipis.

Meski mengalami kontraksi, industri pengolahan masih menjadi kontributor utama penerimaan pajak nasional dengan andil sebesar 25,6%. Kemudian disusul setoran pajak dari industri perdagangan (24,4%).

"Sektor industri manufaktur ini kontribusinya paling besar yaitu 25,6%, jadi ini sesuatu yang harus kita waspadai dari sisi kegiatan industrinya sendiri maupun kontribusinya terhadap pajak kita," kata Sri Mulyani.

Sisanya, sektor yang turut berkontribusi, yakni jasa keuangan dan asuransi (15,7%), pajak dari sektor pertambangan (5,9%), konstruksi dan real estat (4,7%). Lalu, sektor transportasi dan pergudangan (4,7%), jasa perusahaan (3,7%), serta pajak dari sektor usaha informasi dan komunikasi (3,7%).


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar