10 November 2025
13:23 WIB
Ancaman Bom Waktu Di Balik Swasembada Beras
Pengamat ingatkan potensi sisi buruk melimpahnya pasokan beras di gudang Bulog yang mencapai 3,9 juta ton.
Penulis: Erlinda Puspita
Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Tambak Aji, Semarang, Jawa Tengah, Senin (23/6/2025). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa
JAKARTA - Anggota Komite Ketahanan Pangan INKINDO, Khudori mengungkapkan stok beras Bulog yang saat ini mencapai 3,9 juta, berpotensi menjadi 'bom waktu' di tengah keberhasilan Indonesia swasembada beras.
Bom waktu yang ia maksud adalah penyimpanan beras yang terlalu lama di gudang Bulog akan akan menimbulkan banyak masalah dan kerugian.
Mengutip data Kementerian Pertanian (Kementan), Khudori menyampaikan, per 4 November 2025 stok beras Bulog mencapai 3,916 juta ton. Jumlah tersebut terdiri dari 3,752 juta ton cadangan beras pemerintah (CBP) dan 0,164 juta ton beras komersial.
Jumlah yang besar tersebut menurut dia, di satu sisi bisa menjadi prestasi luar biasa bagi pemerintah. Selain itu, cadangan beras ini sekaligus menjadi instrumen penting untuk berjaga-jaga agar tidak ada pihak yang mencoba main-main, misalnya dengan menahan stok.
"Di sisi lain, stok 3,9 juta ton bisa dianggap 'bom waktu' yang bisa meledak tiap saat," kata Khudori dalam keterangan yang diterima Validnews, Senin (10/11).
Baca Juga: Bulog Bakal Bangun 100 Gudang Baru Di 2026 Setara Rp5 T
Bom waktu ini bisa terjadi lantaran, menurut Khudori, karena beras merupakan bahan yang tidak tahan lama. Ia menilai, sebaik apapun perawatan yang diberikan, risiko turun mutu pada beras tak dapat hilang seluruhnya karena barang yang disimpan mudah rusak.
Adapun beras idealnya disimpan dalam jangka waktu 4 bulan. Lebih dari 4 bulan, maka beras harus dikeluarkan dari gudang dan disalurkan.
"Kedua, selama dalam penyimpanan, beras akan susut volume, berpotensi turun mutu, bahkan bisa rusak," imbuh Khudori.
Ketiga yaitu semakin lama beras disimpan, maka akan semakin besar beban Bulog sebagai korporasi. Khudori membeberkan, per 10 September 2025, sebanyak 3,134 juta ton dari 3,948 juta ton beras stok Bulog, atau sekitar 79,39% sudah berusia lebih dari 4 bulan.
"Seiring berjalannya waktu, usia beras terus bertambah. Ini berarti bertambah pula aneka risiko. Beras dalam jumlah jumbo ini sepertinya akan terongok lama di gudang. Aliran beras ke pasar melalui operasi pasar masih seret. Bantuan pangan beras pun belum ada tanda-tanda akan ditambah," kata Khudori.
Penyaluran SPHP Lambat
Sementara itu untuk penyaluran, hingga 4 November 2025 penyaluran beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Barang) baru mencapai 577.329 ton atau 38,49% dari target 1,5 juta ton. Di pekan terakhir Oktober 2025, rerata penyaluran beras sekitar 4 ribu hingga 6 ribu ton per hari.
"Jumlah ini kecil. Jika volume penyaluran tak berubah, sampai akhir tahun SPHP diperkirakan tersalur 867.329 ton atau hanya 57,82% dari target. Ditambah bantuan pangan beras Oktober dan November sebesar 366 ribu ton, stok beras Bulog akhir tahun diperkirakan 3,292 juta ton," sambung Khudori.
Menumpuknya pasokan beras di gudang Bulog juga masih bisa terjadi di tahun depan. Ia menjelaskan, di Januari-Februari 2026 jika mengikuti pola tahunan sebelum-sebelumnya, secara umum produksi tak bisa memenuhi kebutuhan konsumsi bulanan. Namun mengingat perkiraan cuaca sepanjang tahun 2025 ini relatif mendukung pertanaman padi, maka produksi beras pun diperkirakan pada Januari-Februari 2026 akan baik.
Baca Juga: Harga Beras Masih Tinggi, Pengamat Usulkan Tiga Langkah Tekan Harga
Bahkan Khudori berpendapat bahwa produksi di periode tersebut bisa saja lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga berpotensi panen besar.
Perkiraan ini didukung prakiraan BMKG soal adanya tanda awal La Nina lemah saat ini. Meski begitu, hal ini tak berdampak signifikan terhadap curah hujan di Indonesia. Perkiraan BMKG mencatat kondisi hujan Indonesia di November-Desember 2025 hingga Januari-Februari 2026 akan tetap berada di kategori normal.
"Ini, sekali lagi, membuka peluang produksi beras yang lumintu di Januari-Februari 2026. Produksi yang baik kemungkinan berlanjut ke bulan-bulan berikutnya. Ini merupakan kabar baik sekaligus berita buruk," tegas Khudori.