c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

29 Oktober 2024

17:36 WIB

Analis Ingatkan Pemutihan Utang Petani-Nelayan Bisa Pengaruhi Minat Investor Perbankan

Bank-bank yang memiliki eksposur besar terhadap sektor pertanian dan perikanan akan terdampak, terutama jika utang yang dihapus dianggap sebagai utang macet (non-performing loan/NPL)

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Khairul Kahfi

<p dir="ltr" id="isPasted">Analis Ingatkan Pemutihan Utang Petani-Nelayan Bisa Pengaruhi Minat Investor Perbankan</p>
<p dir="ltr" id="isPasted">Analis Ingatkan Pemutihan Utang Petani-Nelayan Bisa Pengaruhi Minat Investor Perbankan</p>

Karyawan melihat layar pergerakan perdagangan saham saat pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2024 di Jakarta, Selasa (2/1/2024). Antara Foto/Asprilla Dwi Adha

JAKARTA - Presiden RI Prabowo Subianto dikabarkan akan segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Pemutihan Utang Pengusaha, dalam hal ini termasuk UMKM, petani dan nelayan yang jumlahnya mencapai 6 juta orang debitur.

Lantas, bagaimana dampaknya kepada sektor perbankan? Apakah akan mempengaruhi minat investor ke sektor perbankan?

Pengamat Pasar Modal Lanjar Nafi menuturkan, kebijakan penghapusan utang tersebut bertujuan untuk membuat para petani dan nelayan dapat lebih mudah melakukan pinjaman baru, agar dapat kembali berekspansi.

Adapun hal tersebut dapat berpotensi meningkatkan NPL perbankan ke depan dan secara psikologis akan mempengaruhi spekulasi investor terhadap prospek sektor perbankan. Dengan demikian, upaya ini dapat berpengaruh negatif terhadap minat investor terhadap sektor perbankan. 

"Tentu akan pengaruh (minat investor). Bank-bank yang memiliki eksposur besar terhadap sektor pertanian dan perikanan akan terdampak, terutama jika utang yang dihapus dianggap sebagai non-performing loan (utang macet/NPL)," terang Lanjar Nafi kepada Validnews, Jakarta, Selasa (29/10).

Lebih lanjut, Lanjar menuturkan, kebijakan tersebut juga berpotensi meningkatkan biaya cadangan perbankan. Pasalnya, perbankan harus mencadangkan lebih banyak dana untuk menutup kerugian dari penghapusan utang tersebut sesuai rencana presiden.

Pada gilirannya, dinamika bisnis untuk mengakomodasi kebijakan pemerintah tersebut dapat memengaruhi keuntungan perbankan dalam situasi normal. Mudahnya, laba bersih yang didapat perbankan mesti diarahkan untuk kebutuhan cadangan sehingga berdampak pada valuasi lembaran saham yang dimiliki investor.

"Menurut saya, ini akan mengurangi profitabilitas bank, karena cadangan yang lebih tinggi akan berdampak pada mengurangi laba bersih yang dilaporkan pada laporan keuangan nantinya. Lagi-lagi valuasi saham dari perbankan akan berdampak menjadi lebih kecil dan mempengaruhi minat investor," imbuh dia.

Baca Juga: Perbankan Tunggu Perpres Pemutihan Utang Petani-Nelayan Terbit

Belum selesai, perkembangan yang ada juga bisa berimbas pada syarat pemberian kredit perbankan yang berpotensi makin ketat ke depan untuk menjaga pertumbuhan NPL. Sehingga dapat mengurangi angka pertumbuhan kredit perbankan selanjutnya.

"Balik lagi, apabila pertumbuhan kredit tertekan valuasi dan minat investor akan lebih rendah," tegasnya.

Berbeda, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta menjelaskan, kebijakan pemutihan utang bertujuan agar perbankan bisa mengalirkan kredit baru terhadap petani hingga nelayan saat ini yang sebelumnya 'tertahan'.

Dia menilai, utang yang diemban para petani dan nelayan saat ini bisa jadi merupakan warisan utang puluhan tahun lalu. Oleh karena itu, langkah pemutihan utang petani-nelayan ini patut diapresiasi.

"Jadi sebenarnya kalau menurut saya, ini langkah yang patut diapresiasi supaya perbankan mampu menjalankan serta meningkatkan ekspansi kredit (baru), jadi nanti bisa menjaring debitur-debitur baru," kata Nafan kepada validnews.

Dengan begitu, Nafan menegaskan, kebijakan pemutihan utang yang diharapkan bisa memperlancar aliran kredit baru tidak akan memengaruhi minat investor kepada saham sektor perbankan nantinya.

Pantauan Validnews, pada perdagangan Selasa (29/10) siang, saham-saham dari sektor perbankan terpantau kompak memerah.

PT Bank Central Asia Tbk atau BCA (BBCA) misalnya, melemah sebesar 75 poin atau 0,71% menjadi Rp10.525 per saham. Kemudian, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) merosot sebesar 25 poin atau 0,37% menjadi Rp6.800 per saham.

Lalu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI (BBRI) turun sebesar 50 poin atau 1,05% jadi Rp4.710 per saham. Selanjutnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI (BBNI) anjlok sebesar 150 poin atau 2,73% menjadi ke level Rp5.350 per saham.

Selain itu, saham PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN (BBTN) juga turut melemah sebesar 25 poin atau 1,72% menjadi Rp1.425 per saham.

Potensi Risiko Moral Hazard
Sebelumnya, Ekonom Bank Permata Josua Pardede serta Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo kompak mengingatkan terdapat potensi risiko moral hazard dari kebijakan pemutihan utang petani hingga nelayan di perbankan.

Lantaran, kebijakan penghapusan utang dapat membuat pada debitur pelaku usaha UMKM merasa aman untuk tidak membayarkan utangnya kepada pihak perbankan lewat ekspektasi kebijakan sama pemerintah di masa depan. Kondisi ini juga bisa membuat pemilik utang meminimalkan tanggung jawab terhadap pengelolaan keuangannya. 

Baca Juga: Ada Rencana Hapus Utang Petani Dan Nelayan, Pengamat Ingatkan Risikonya

Hal itu bisa menimbulkan tantangan bagi stabilitas kredit di masa mendatang. Oleh karena itu, bank dinilai perlu berhati-hati dalam menilai risiko pemberian kredit baru, terutama karena beberapa UMKM yang utangnya dihapus mungkin telah menunjukkan kinerja finansial kurang baik di masa lalu.

Selain itu, literasi keuangan dan pendampingan kepada UMKM juga penting untuk memastikan mereka dapat mengelola usaha mereka secara lebih efisien dan bertanggung jawab setelah pemutihan utang.

Penghapusan utang pun bisa dibarengi dengan pendataan yang baik dan tertib terhadap debitur bermasalah yang utangnya dihapuskan, termasuk dalam kecukupan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) oleh perbankan.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, CKPN perbankan Indonesia per Agustus 2024 tercatat sekitar Rp325,6 triliun. Dengan jumlah CKPN yang cukup signifikan ini, bank-bank di Indonesia diperkirakan memiliki kapasitas untuk menyerap dampak penghapusan utang sebagian dari 5-6 juta petani dan nelayan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar