11 Desember 2024
20:47 WIB
Airlangga Ungkap PLN Sudah Teken MoU Dengan AS Dan Jepang Soal PLTN
PLN bakal garap feasibility study SMR nuklir bersama perusahaan asal Negeri Paman Sam dan Negeri Samurai.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Foto udara pembangkit listrik tenaga nuklir di Wuhan, Cina. Shutterstock/Wirestock Creators
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut PT PLN sudah menandatangani kerja sama dengan perusahaan asal Amerika Serikat dan Jepang untuk membangun reaktor nuklir di Indonesia.
Menurut dia, nuklir punya peran yang penting bagi Indonesia ke depannya karena menyandang predikat sebagai sumber energi bersih dengan cost yang kompetitif.
"Hampir semua negara sudah menengok ke nuklir karena itu energi yang 10 tahun bisa terus dipakai, bahkan sampai 15 tahun. PLN sendiri sudah menandatangani dengan Amerika dan Jepang untuk membangun reaktor," ujar Airlangga dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi 2024 di Jakarta, Rabu (11/12).
Baca Juga: DEN Ungkap 29 Lokasi Potensial Untuk PLTN
Meski tak menyebut detil nama perusahaan yang menjalin kerja sama dengan PT PLN, Airlangga menerangkan nota kesepahaman itu diteken untuk melakukan feasibility study (FS) pembangunan small modular reactor (SMR).
"Terkait dengan PLN, itu kita menandatangani kerja sama untuk small modular reactor dan itu mengenai feasibility study-nya," kata dia.
Setelah FS selesai digarap, barulah pengembangan nuklir berlanjut ke tahap berikutnya sampai pada pembangunan pembangkit listrik (PLTN).
Selain dengan AS dan Jepang, beberapa negara disebut Airlangga punya ketertarikan menggarap nuklir di Nusantara, mulai dari Prancis, Korea Selatan, Rusia, hingga Tiongkok.
"Di sela-sela G20 dan APEC, berbagai negara sudah ikut menawarkan. Itu mendorong mereka juga untuk siap memberi kita pengembangan nuklir. Nanti, mereka akan investasi, itu adalah business-to-business antara PLN dengan investor," tegas Airlangga Hartarto.
Lokasi Potensial
Sebelumnya, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Agus Puji Prasetyono menyebut nuklir sangat diperlukan dalam rangka memaksimalkan produksi listrik bersih di tanah air. Pasalnya, Indonesia perlu setidaknya konsumsi sebesar 1.700 TWh dengan mempertimbangkan pertumbuhan penduduk pada 2045 mendatang.
Dijelaskan Agus, sumber energi terbarukan di Indonesia sangatlah terbatas. Pada tahun 2045, diperkirakan produksi listrik maksimum dari pembangkit energi terbarukan hanya sekitar 890 terawatt hours (TWh).
Jika ditambah batu bara, gas, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang dilengkapi dengan Battery Energy Storage System (BESS), total produksi hanya di kisaran 1.548 TWh.
Baca Juga: Prabowo Tertarik Ajak Rusia Kerja Sama Nuklir, Ini Respons Menteri ESDM
"Untuk keluar dari middle income trap, kita perlu 1.700 TWh. Tahun 2045, kita hanya memiliki 1.548 TWh, kurang. Tanpa nuklir, kita takkan bisa menumbuhkan ekonomi kita," ungkap Agus dalam sesi diskusi di sela acara Anugerah DEN 2024, Selasa (10/12).
Karena itu, DEN telah memetakan lokasi-lokasi potensial untuk dibangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Tak tanggung-tanggung, ada 29 lokasi potensial dari Sumatra hingga ke Papua, yakni:
1. Pangkalan Susu, Sumatra Utara,
2. Tanjung Balai, Sumatra Utara,
3. Batam, Kepulauan Riau,
4. Bintan, Kepulauan Riau,
5. Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung,
6. Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung,
7. Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung,
8. Bojanegara, Banten,
9. Muria, Jawa Tengah,
10. Gerokgak, Bali,
11. Sambas, Kalimantan Barat,
12. Pulau Semesa, Kalimantan Barat,
13. Pantai Gosong, Kalimantan Barat,
14. Muara Pawan, Kalimantan Barat,
15. Pagarantimur, Kalimantan Barat,
16. Keramat Jaya, Kalimantan Barat,
17. Kendawangan, Kalimantan Barat,
18. Airhitam, Kalimantan Barat,
19. Kualajelai, Kalimantan Barat,
20. Sangatta, Kalimantan Timur,
21. Samboja, Kalimantan Timur,
22. Babulu Laut, Kalimantan Timur,
23. Morowali, Sulawesi Tengah,
24. Muna, Sulawesi Tenggara,
25. Toari, Sulawesi Tenggara,
26. Tanjung Kobul, Maluku,
27. Teluk Bintuni, Papua Barat,
28. Timika, Papua Tengah, serta
29. Merauke, Papua Selatan.