10 Desember 2024
21:00 WIB
DEN Ungkap 29 Lokasi Potensial Untuk PLTN
Energi nuklir punya peran krusial dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa yang akan datang
Penulis: Yoseph Krishna
Foto udara pembangkit listrik tenaga nuklir di Wuhan, Cina. Shutterstock/Wirestock Creators
JAKARTA - Indonesia terus berupaya mengakselerasi pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai basis pembangkit listrik dalam rangka mewujudkan transisi energi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Agus Puji Prasetyono mengakui sejatinya, sumber energi terbarukan di Indonesia sangatlah terbatas. Pada tahun 2045, diperkirakan produksi listrik maksimum dari pembangkit energi terbarukan hanya sekitar 890 terawatt hours (TWh).
Jika ditambah batu bara, gas, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang dilengkapi dengan Battery Energy Storage System (BESS), total produksi hanya di kisaran 1.548 TWh.
Sehingga, diperlukan nuklir dalam rangka memaksimalkan produksi listrik bersih di tanah air. Pasalnya, Indonesia perlu setidaknya konsumsi sebesar 1.700 TWh dengan mempertimbangkan pertumbuhan penduduk pada 2045 mendatang.
Baca Juga: Prabowo Tertarik Ajak Rusia Kerja Sama Nuklir, Ini Respons Menteri ESDM
"Untuk keluar dari middle income trap, kita perlu 1.700 TWh. Tahun 2045, kita hanya memiliki 1.548 TWh, kurang. Tanpa nuklir, kita takkan bisa menumbuhkan ekonomi kita," ungkap Agus dalam sesi diskusi di sela acara Anugerah DEN 2024, Selasa (10/12).
Karena itu, DEN telah memetakan lokasi-lokasi potensial untuk dibangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Tak tanggung-tanggung, ada 29 lokasi potensial dari Sumatra hingga ke Papua, yakni:
1. Pangkalan Susu, Sumatra Utara,
2. Tanjung Balai, Sumatra Utara,
3. Batam, Kepulauan Riau,
4. Bintan, Kepulauan Riau,
5. Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung,
6. Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung,
7. Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung,
8. Bojanegara, Banten,
9. Muria, Jawa Tengah,
10. Gerokgak, Bali,
11. Sambas, Kalimantan Barat,
12. Pulau Semesa, Kalimantan Barat,
13. Pantai Gosong, Kalimantan Barat,
14. Muara Pawan, Kalimantan Barat,
15. Pagarantimur, Kalimantan Barat,
16. Keramat Jaya, Kalimantan Barat,
17. Kendawangan, Kalimantan Barat,
18. Airhitam, Kalimantan Barat,
19. Kualajelai, Kalimantan Barat,
20. Sangatta, Kalimantan Timur,
21. Samboja, Kalimantan Timur,
22. Babulu Laut, Kalimantan Timur,
23. Morowali, Sulawesi Tengah,
24. Muna, Sulawesi Tenggara,
25. Toari, Sulawesi Tenggara,
26. Tanjung Kobul, Maluku,
27. Teluk Bintuni, Papua Barat,
28. Timika, Papua Tengah, serta
29. Merauke, Papua Selatan.
Jika pengembangan nuklir dilakukan secara teratur, Agus meyakini kapasitas PLTN pada 2045 bakal menyentuh setidaknya 18 GW.
Dari situ, dijelaskan Agus konsumsi listrik dari PLTN saja bisa terkumpul sebesar 158 TWh dalam rangka mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
Baca Juga: Negara Dengan Jumlah PLTN Terbanyak Di Dunia
"Jadi itulah kenapa nuklir harus masuk dalam bauran energi kita. Bukan karena kita fanatik nuklir, kita harus masuk dan dikotomi antara pro dan kontra, tapi itu suatu keharusan. Keterbatasan energi terbarukan tidak akan bisa mengeluarkan kita dari middle income trap," jabarnya.
Namun demikian, dirinya merinci ada tiga hal yang harus dipenuhi untuk membangun PLTN. Mulai dari pembentukan Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO), stakeholder involvement, serta national position.
Ketiga hal tersebut dipersyaratkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) atau lembaga dunia yang concern terhadap pembangunan PLTN.
"Dalam hal national position, kita sudah mengupayakan untuk menjadikan KEN, dan juga RUU EBET, dan juga RUU Ketenaganukliran, itu kita revisi sehingga bisa inline dengan rencana pemerintah," tandas Agus Puji Prasetyono.