01 Juni 2024
17:38 WIB
Ada Starlink, KPPU Akan Awasi Persaingan Bisnis ISP
Ramai respon masyarakat terhadap hadirnya Starlink di Indonesia, KPPU melakukan diskusi bersama sejumlah akademisi lembaga dan asosiasi guna membahas iklim usaha di ISP.
Penulis: Erlinda Puspita
Ilustrasi seseorang mengakses akun melalui gawai untuk masuk ke pemancar jaringan internet Starlink. Shuttertock/Hadrian
JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) baru saja melakukan diskusi bersama akademisi, lembaga, dan sejumlah asosiasi yang bergerak di bidang pelayanan internet atau biasa dikenal Internet Service Provider (ISP). Hal ini dilakukan menindaklanjuti maraknya respon masyarakat terhadap masuknya starting ke pasar ISP di Indonesia.
Seperti diketahui ISP berbasis satelit milik Elon Musk ini memiliki nama Starlink. Sejak tarling masuk di Indonesia pada pertengahan Mei 2024 lalu KPPU pun berupaya melakukan pengawasan persaingan bisnis, salah satunya dengan berdiskusi bersama akademisi, lembaga, dan asosiasi.
Anggota KPPU sekaligus pimpinan diskusi tersebut Hilman Pujana menyampaikan, KPPU akan terus melakukan pengawasan pada perilaku pelaku usaha di pasar sektor apapun termasuk ISP ini.
"Terkait penciptaan equal playing field menjadi dominan dari regulator, tugas kami di KPPU melakukan pengawasan terhadap perilaku pelaku usaha di pasar yang bersangkutan. Tidak hanya kepada pelaku usaha yang baru masuk, namun juga pelaku usaha eksisting sesuai tujuan Undang-Undang Persaingan Usaha, yang kami harapkan adalah terwujudnya iklim usaha yang kondusif," jelas Hilman dikutip dari keterangan resminya yang diterima Validnews, Sabtu (1/6).
Dalam diskusi tersebut, Staf Ahli Bidang IPTEK Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas) Hendri Firman Windarto mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan kajian mengenai masuknya Starlink ke Indonesia. Dari hasil kajian tersebut, Wantanas pun telah menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada Presiden.
"(Rekomendasi) Berfokus pada pentingnya regulasi dan kebijakan nasional yang dapat melindungi keamanan data dan persaingan usaha nasional," tutur Hendri.
Baca Juga: DPR Akan Pelajari Potensi Bahaya Starlink
Lebih lanjut dari hasil diskusi tersebut terdapat sejumlah rekomendasi dari asosiasi yang hadir. Rekomendasi tersebut menyoroti beberapa hal berkaitan hadirnya Starlink ke Indonesia.
Pertama, terdapat peraturan maupun kebijakan yang belum dipenuhi oleh Starlink untuk bisa beroperasi di Indonesia, antara lain adanya Network Operation Center (NOC), landing rights satellite maupun kewajiban-kewajiban lain yang selama ini telah dilakukan oleh pelaku usaha yang lebih dulu bergerak di jasa layanan internet.
Kedua, adanya perbedaan harga perangkat dan jasa layanan Starlink yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga di negara asalnya. Hal ini pun dikhawatirkan menjadi predatory pricing yang dilakukan Starlink dan bisa menggerus pelaku usaha UMKM.
Namun menurut akademisi UI, Ine Minara S Ruky, predatory pricing tidak selalu identik dengan harga lebih murah, dan juga tidak hanya membandingkan harga di satu tempat dengan tempat lain.
“Perilaku predatory pricing memiliki strategi penetapan harga predator, harus menetapkan harga di bawah biaya, memiliki niat mematikan pesaing. Kemudian memiliki kekuatan untuk memonopoli pasar dan menaikkan harga sampai untuk menutup kerugiannya pada masa predatory,” ujar Ine.
Baca Juga: Elon Musk Bantu Akses Internet Puskesmas Daerah Terpencil
Rekomendasi ketiga dari asosiasi, mereka mempertanyakan regulasi yang menjadi acuan bisnis Starlink. Asosiasi bertanya apakah Starlink menggunakan rujukan regulasi yang sama dengan pemain sektor ini di Indonesia, karena mengingat teknologi yang digunakan Starlink merupakan teknologi baru.
Menjawab rekomendasi sejumlah asosiasi tersebut, perwakilan kuasa hukum Starlink menyatakan regulasi dan kebijakan yang dijalankan pihaknya telah sesuai dengan ketentuan internasional.
Starlink pun menyatakan telah mematuhi seluruh regulasi dan telah melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan. Hal ini menurut mereka bisa dikonfirmasi ke Kementerian Komunikasi dan Informatika.