05 April 2025
17:26 WIB
Ada Kebijakan Tarif Resiprokal Trump, Ini Respons Bank Indonesia
Bank Indonesia menyampaikan bahwa setidaknya ada tiga hasil pemantauan terkait kebijakan tarif resiprokal Trump. Apa saja?
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) akhirnya buka suara terkait kebijakan baru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yaitu penetapan tarif resiprokal untuk sejumlah negara termasuk Indonesia.
Perlu diketahui, Indonesia dikenakan tarif resiprokal AS sebesar 32%. Tarif resiprokal AS ini akan berlaku mulai tanggal 9 April 2025, dan diyakini memberikan dampak signifikan terhadap daya saing ekspor Indonesia ke AS.
Adapun, selama ini produk ekspor utama Indonesia di pasar AS, antara lain terdiri dari elektronik, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, palm oil, karet, furnitur, udang dan produk-produk perikanan laut.
Belakangan, rupiah juga terus melemah. Bahkan, rupiah diproyeksi bisa anjlok ke level Rp17.000 per dolar AS pasca kebijakan tarif ini diterapkan.
Baca Juga: Hati-Hati, Tarif Resiprokal AS Ancam Lapangan Kerja RI
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso menyampaikan setidaknya ada tiga hasil pemantauan Bank Indonesia terkait kebijakan tarif trump.
"Pertama, BI terus memonitor perkembangan pasar keuangan global dan juga domestik pasca pengumuman kebijakan tarif Trump yang baru pada 2 April 2025," kata Denny kepada media, Sabtu (5/4).
Kedua, lanjut dia, pasca pengumuman tersebut dan kemudian disusul oleh pengumuman retaliasi tarif oleh Tiongkok pada 4 April 2025, pasar bergerak dinamis.
"Pasar saham global mengalami pelemahan dan yield US Treasury mengalami penurunan hingga jatuh ke level terendah sejak Oktober 2024," ungkapnya.
Baca Juga: Andalkan Pariwisata, Pemerintah Siapkan 3 Strategi Lawan Tekanan Tarif Dagang AS
Ketiga atau yang terakhir, dia menegaskan bahwa BI tetap berkomitmen untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, terutama melalui optimalisasi instrumen triple intervention, yakni intervensi di pasar valas pada transaksi spot dan DNDF, serta SBN di pasar sekunder.
"Hal itu dalam rangka memastikan kecukupan likuiditas valas untuk kebutuhan perbankan dan dunia usaha serta menjaga keyakinan pelaku pasar," jelas dia.
Nilai tukar rupiah pada perdagangan Jumat (4/4) di Jakarta, menguat hampir 1%, tepatnya 0,56% atau 93 poin menjadi Rp16.652,50 per dolar Amerika Serikat (AS), dari sebelumnya Rp16.746 per dolar AS.
Kendati demikian, berdasarkan data Bloomberg pada Jumat (4/4) hingga pukul 20.53 WIB, kontrak rupiah Non-Deliverable Forward (NDF) yang diperdagangkan di pasar luar negeri ambrol ke level Rp17.006 per dolar AS, atau turun 1,58%.