23 Oktober 2025
16:30 WIB
ACBI: RI Perlu Perbaikan Tanah Untuk Dongkrak Ekspor Kakao!
ACBI mengungkap Indonesia perbaikan kondisi tanah dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman kakao lokal. Kakao lokal punya aroma khas potensial diekspor ke Eropa dan AS.
Penulis: Erlinda Puspita
JAKARTA - Pengurus Asosiasi Cokelat Bean to Bar Indonesia (ACBI) Peni Agustiyanto menekankan, perbaikan kondisi tanah perlu jadi fokus utama Indonesia dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman kakao lokal. Menurutnya, kualitas kakao Indonesia memiliki aroma khas yang berpeluang besar diminati pasar ekspor.
Saat ini, komoditas kakao Indonesia dengan kualitas terbaik khususnya berasal dari Bali, Aceh, Sumatra Barat, dan secuil di Pulau Jawa yang memiliki teknik perawatan khusus. Lantaran kakao yang tumbuh di wilayah tersebut minim 'imbuhan' pupuk kimia pada proses penanaman seperti urea.
"Yang utama adalah perbaikan soil atau tanahnya. Tanah ideal untuk kakao berkualitas... (ada) di Bali, Aceh, Sumatra Barat itu relatif terpenuhi unsur kualitas tanahnya karena input kimia yang kurang," ujarnya saat ditemui usai Peringatan Hari Kakao Indonesia 2025 'Penguatan Sektor Hulu untuk Memperkokoh Hilirisasi Kakao Indonesia', Jakarta, Kamis (23/10).
Baca Juga: Produksi Kakao Terus Anjlok Bikin Indonesia Impor 157 Ribu Ton
Dia mengakui, selama ini kakao Indonesia juga dikenal global kurang baik karena digarap asal-asalan dan kurang berkualitas. Biji kakao ekspor tersebut hanya melewati masa fermentasi 2-3 hari, dari yang seharusnya masa fermentasi untuk menghasilkan kualitas bagus beraroma khas.
Oleh karena itu, Peni mengklaim, ACBI terus mempromosikan produk kakao Indonesia berkualitas tinggi agar aroma khas berbagai kakao daerah yang berbeda bisa makin dikenal di luar negeri. Promosi ini telah dilakukan ke beberapa negara seperti Belanda, Jerman, dan Perancis.
Sementara ini, Peni mengungkap, peluang pasar produk kakao Indonesia makin terbuka ke Uni Eropa dan Amerika Serikat.
"Sekarang ini mulai ada pembeli dari Eropa, ada juga di Amerika. Kita punya member yang mereka di sana punya jaringan retail. Mereka diminta membuat di sana, tapi biji kakaonya dikirim dari sini," tuturnya.
Baca Juga: Amran Beberkan Potensi Ekspor Pertanian Indonesia, Utamakan Hilirisasi
Namun ia menjamin, keseluruhan produk kakao olahan ACBI mayoritas dihilirisasi di Indonesia. Soal peluang ekspor kakao, dia menaksir masih cukup besar di Benua Biru dengan proporsi rerata 5 kg/tahun per orang. Berbanding terbalik dengan Indonesia yang masih gandrung dengan budaya ngopi.
"(Konsumsi cokelat) kita masih sekitar 0,02 kg/tahun per orang, karena kita belum menjadi gaya hidup... Itu menjadi PR pemerintah untuk mendorong konsumsi (domestik) agar pasar kakao lokal juga tumbuh," harapnya.
Harga Kakao Cenderung Menurun
Lebih lanjut, Peni juga mengeluhkan, saat ini harga kakao nasional cenderung turun dibanderol kisaran Rp100 ribu/kg dan secara global Rp80-90 ribu/kg. Penurunan harga ini sudah mulai terjadi per Oktober, setelah sejak awal 2025 mengalami kenaikan harga dengan puncaknya berada di Agustus-September.
"Kemarin Agustus-September itu harganya (kakao) gila-gilaan sampai US$11.000/metrik ton, sekitar Rp180-200 ribu/kg. Itu karena Afrika sebagai produsen utama (kakao), yakni Pantai Gading dan Ghana panen raya sekarang, jadi biji kakao melimpah dan harganya turun," terangnya.
Baca Juga: Ini Dia Makanan Pahit Yang Baik Untuk Kesehatan Tubuh
Dia juga meminta agar pemerintah melibatkan banyak pihak dalam meningkatkan produktivitas kakao, seperti asosiasi, NGO, institusi keuangan, dan kelompok tani.
"Pendekatannya adalah kolaboratif. Tidak bisa pemerintah hanya memberikan alat dan peralatan, maupun memberikan bibit atau benih, setelah itu ditinggal. Tapi harus ada yang melakukan pendampingan dan itu butuh kerjasama," pungkas Peni.