29 Oktober 2025
09:19 WIB
Wamenkum Nilai Standarisasi Kemasan Rokok Langgar UU Merek
Standardisasi kemasan rokok untuk mencegah bahaya rokok pada anak berpotensi melanggar UU tentang Merek.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Wamenkum Edward Omar Sharif Hiariej dalam seminar nasional bertajuk ”Urgensi Penerbitan Peraturan Pelaksana mengenai Pengamanan Zat Adiktif" yang diselenggarakan di Jakarta, Selasa (28/10/2025). ANTARA/Agatha Olivia Victoria.
JAKARTA - Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej memberi pandangan akan peraturan peredaran hasil tembakau hingga kemasan yang perlu distandardisasi atau dibuat tidak menarik.
“Apabila kemasan hasil tembakau atau rokok dibuat menjadi standar, maka terdapat potensi pelanggaran terhadap UU tentang Merek,” terang pria yang biasa disapa Eddy ini dikutip dari Antara di Jakarta, Selasa (28/10).
Sementara apabila kemasan dibuat tidak menarik agar tidak membuat anak di bawah umur mencoba mengonsumsi rokok dengan mempertimbangkan kesehatan, kata dia, maka tidak menjamin pula.
Wamenkum menuturkan apabila dalam kemasan sudah terdapat imbauan atau larangan untuk merokok dari pabrik yang memproduksinya, maka produsen sudah bertanggung jawab dan tidak perlu mengubah kemasannya.
Ketentuan tersebut, lanjut dia, sudah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya dalam bab tentang kejahatan obat, barang, dan makanan.
Oleh karena itu, Wamenkum meminta, aturan mengenai persoalan industri hasil tembakau agar disusun dengan ekstra hati-hati, duduk bersama, dan berembuk dengan baik. Termasuk salah satunya dalam penyusunan peraturan pelaksana mengenai pengamanan zat adiktif.
Baca juga: Standardisasi Kemasan Rokok Tidak Picu Peredaran Rokok Ilegal
"Dari sisi negara, salah satu penyumbang terbesar perpajakan berasal dari industri hasil tembakau, makanya itu kan untuk kontrol, karena kalau mau kami hilangkan juga tidak mungkin soal tembakau ini karena ada berapa tenaga kerja, petani, dan sebagainya. Ini memang hal yang sangat kompleks," lanjut dia.
Menurut dia, penyusunan aturan secara ekstra hati-hati dilakukan dengan kekuatan mutlak berdasarkan keberlakuan secara materiil, yakni kekuatan filosofis, kekuatan yuridis, dan kekuatan sosiologis.
Dengan demikian, Wamenkum menilai pihak yang diatur bisa menaati aturan dengan senang hati dan prinsip-prinsip dalam penyusunan peraturan yang baik tidak terlewatkan.
Dia tak menampik dalam menyusun peraturan mengenai industri hasil tembakau akan terdapat potensi perselisihan hingga tarik-menarik pembahasan, tetapi pencarian win-win solution atau pendekatan dalam negosiasi atau penyelesaian konflik. Cara ini bertujuan mencari kesepakatan yang menguntungkan semua pihak yang terlibat, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan atau kalah, harus bisa diutamakan.