11 Juni 2025
10:34 WIB
Tambang Nikel Tak Menambah Kesejahteraan Masyarakat Setempat
Masyarakat di sekitar lokasi tambang nikel kesulitan mengkases sumber alam untuk kehidupan mereka.
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Leo Wisnu Susapto
Nelayan melakukan bongkar muat ikan cakalang hasil tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Panambuang Pu lau Bacan, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Jumat (9/12/2022). AntaraFoto/Andri Saputra.
JAKARTA - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan, maraknya pertambangan nikel Indonesia tidak sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat lokal khususnya yang hidup di wilayah-wilayah yang menjadi lokasi pertambangan.
“Realita yang harus dihadapi masyarakat bahari yang tinggal di Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Papua Barat adalah semakin masifnya pertambangan nikel di Indonesia, sejalan dengan semakin masifnya konflik dan perampasan ruang pesisir, laut dan pulau-pulau kecil di Indonesia,” papar Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati dalam keterangan tertulis, Selasa (10/6).
Susan menyampaikan, sejalan dengan perampasan ruang, maka potensi kriminalisasi masyarakat yang memperjuangkan ruang hidupnya juga semakin tinggi.
Laporan dari berbagai nelayan tradisional yang tinggal di wilayah pertambangan nikel menyatakan, pasca masuk dan beroperasinya tambang nikel, wilayah mangrove, lamun, dan terumbu karang mereka dialihfungsikan menjadi dermaga atau pelabuhan untuk pengangkutan ore nikel keluar dari pulau kecil mereka.
Dampak lainnya adalah semakin sulitnya nelayan tradisional untuk mengakses dan mendapatkan ikan sebagai sumber utama pendapatan mereka.
Susan melanjutkan, saat ini pulau-pulau kecil di Indonesia bagian timur sedang terancam oleh industri pertambangan nikel. Namun, justru narasi yang digunakan oleh pemerintah adalah hilirisasi dengan kemasan nasionalisme.
Baca juga: Problematika Nelayan Kecil Di Negara Maritim Indonesia
Dia menyebutkan bahwa ini menjadi ironi di negeri kepulauan, di mana pulau-pulau kecil yang seharusnya dilindungi, kini ditambang dengan dalih hilirisasi negeri.
“Bagi masyarakat bahari yang di dalamnya terdapat masyarakat pulau kecil dan nelayan tradisional, laut dan pulaunya adalah penopang hidup mereka selama ini. Akan tetapi, pasca semakin masifnya kebijakan hilirisasi yang difokuskan pemerintah atas nama transisi energi, sejalan dengan potensi kehancuran dan pengusiran masyarakat bahari dari pulau-pulau kecilnya atas nama hilirisasi,” lanjut dia.
Kiara mencatat dalam konteks produksi nikel, Indonesia menjadi salah satu produsen nikel terbesar di dunia.
Total produksi nikel Indonesia sejak 2019 hingga 2024 adalah berkisar 8.381.000 ton. Sedangkan sejak 2022 hingga 2024, produksi nikel Indonesia telah merupakan 50% persen dari produksi nikel dunia.
Menurut dia, hal itu membuktikan keseriusan pemerintah dalam memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada perusahaan untuk memproduksi nikel Indonesia.
Akan tetapi, disisi lain ini membuktikan juga ketidakseriusan pemerintah dalam melindungi masyarakat bahari dan keberlanjutan ekologi di wilayah pesisir, laut dan pulau kecil Indonesia.