26 September 2025
11:31 WIB
Tambang Nikel Datangkan Kerusakan Berantai di Raja Ampat
Tambang nikel datangkan keuntungan jangka pendek. Namun, manfaat jangka panjang hilang yang sudah ada sebelumnya hilang.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Hamparan karang yang memutih dan ditumbuhi alga di perairan Yenbekaki, Raja Ampat, bukti degradasi habitat laut akibat tambang nikel telah lama dihentikan pada September 2025. Auriga Nusantara.
JAKARTA - Investigasi Auriga Nusantara dan Earth Insight menemukan, aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat menciptakan efek kerusakan berantai. Yakni, mulai deforestasi, sedimen tambang nikel yang merusak terumbu karang.
“Hingga indikasi berpindahnya biota laut yang menjadi tumpuan kehidupan masyarakat lokal," papar Timer Manurung, Ketua Auriga Nusantara dikutip dari siaran pers, Kamis (25/9).
Timer menambahkan, pemerintah Indonesia semestinya menyadari pertambangan hanya memberikan manfaat jangka pendek. Sedangkan, di lokasi tersebut ada manfaat jangka panjang yakni keutuhan ekosistem yang menopang keragaman hayati laut dan ekonomi pariwisata.
Praktik pertambangan nikel ini selain mengancam status geopark, juga akan berimbas terhadap pariwisata yang menjadi andalan ekonomi Raja Ampat yang pada 2023 mendatangkan 19.000 wisatawan.
Oleh sebab itu, kedua organisasi nonpemerintahan itu mendesak pemerintah segera mencabut seluruh izin tambang nikel di Raja Ampat. Termasuk, PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat.
Baca juga: Izin Tambang PT Gag Nikel Di Raja Ampat Tak Dicabut, DPR Ingatkan Ini
Kemudian, menetapkan area-area yang tidak boleh ditambang (No-Go Zones) di Indonesia. Lalu, mprioritaskan pembangunan ekonomi berkelanjutan yang melindung baik keragaman hayati maupun mata pencaharian masyarakat.
Berdasarkan penelitian kedua LSM itu, konsesi-konsesi pertambangan nikel yang seluruhnya lebih dari 22 ribu hektare (ha) merusak UNESCO Global Geopark di Raja Ampat. Juga, mengancam 2.470 ha terumbu karang, 7.200 ha hutan alam, dan mata pencaharian lebih dari 64.000 penduduk yang menghuni kabupaten seluas 3,66 juta ha ini.
Tambang nikel di Raja Ampat merepresentasi ancaman yang dihadapi lebih dari 280 pulau kecil di Indonesia karena dibebani 380 izin pertambangan.
Eskalasi pertambangan nikel, menurut kedua LSM itu terjadi sebagai upaya Indonesia menjadi produsen nikel guna memenuhi permintaan global kendaraan listrik yang terus meningkat.
Namun, laporan ini menunjukkan bagaimana tambang nikel di area yang sensitif secara ekologis, seperti Raja Ampat, menimbulkan kerusakan yang meluas, bukan hanya di lokasi tambang tersebut.