06 Desember 2024
16:49 WIB
Stigma Terhadap ODHA Karena Kurang Edukasi
Peneliti BRIN menerangkan, penularan HIV hanya terjadi melalui hubungan seks, kontak darah, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, dan penularan dari ibu hamil kepada janinnya
Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Nofanolo Zagoto
Ilustrasi HIV. Shutterstock/dok
JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan, masih maraknya stigma terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) disebabkan oleh kurangnya edukasi di kalangan masyarakat. Hal ini salah satunya terlihat dari pemahaman masyarakat yang tidak tepat tentang cara penularan HIV.
Peneliti Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN, Mirna Widiyanti menjelaskan, masih ada anggapan bahwa HIV menular melalui makan bersama, berenang bersama, atau menggunakan toilet bersama. Padahal, penularan HIV hanya terjadi melalui hubungan seks, kontak darah, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, dan penularan dari ibu hamil kepada janinnya.
"Informasi itu belum diterima dengan baik," ujar Mirna dalam diskusi daring peringatan Hari AIDS Sedunia, Jumat (6/12).
Dia menjelaskan, stigma merupakan isu yang signifikan dalam pemberantasan HIV/AIDS. Pemerintah pun telah menyoroti hal ini dengan menargetkan nol diskriminasi (zero discrimination) terhadap ODHA pada tahun 2030. Ini merupakan salah satu upaya eliminasi HIV/AIDS di samping target nol infeksi baru HIV dan nol kematian akibat AIDS.
Untuk mencapai target nol diskriminasi, Mirna berkata tenaga kesehatan dan pihak-pihak yang paham HIV/AIDS perlu menggencarkan edukasi kepada masyarakat.
"Paling tidak dari tahun 2024 ini stigma itu sudah harus mulai berkurang karena 2030 itu diharapkan sudah tidak ada stigma lagi terhadap orang dengan HIV/AIDS," terang Mirna.
Sebelumnya, studi indeks stigma yang dilakukan Jaringan Indonesia Positif (JIP) menemukan sebanyak 19,5% dari 1.290 responden ODHA mengalami diskriminasi dan stigma oleh petugas kesehatan saat mengakses layanan HIV dalam 12 bulan terakhir.
Sebanyak 11,2% responden disarankan dokter untuk tidak berhubungan seks karena status HIV mereka. Sebanyak 4,3% berpengalaman bertemu nakes yang menghindari kontak fisik atau mengambil tindakan pencegahan ekstra, misalnya memakai sarung tangan ganda, karena status HIV.
Selanjutnya, sebanyak 4,1% berpengalaman bertemu nakes yang memberitahu orang lain tentang status HIV pasien tanpa persetujuan.
"Memang stigma ini menjadi salah satu tantangan kita yang terbesar untuk bisa memastikan teman-teman bisa mengakses layanan, baik layanan tes maupun layanan pengobatan," ujar Ketua Sekretariat Nasional JIP, Meirinda Sebayang, dalam webinar yang diadakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jumat (29/11).