c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

10 Maret 2025

20:39 WIB

Serikat Sarjana Muslim Minta Usut Tuntas Skandal Reses Illegal DPD RI

Reses illegal yang diduga diinisiasi oleh pimpinan DPD RI harus diusut tuntas karena merupakan perbuatan melawan hukum dan menyebabkan kerugian keuangan negara puluhan miliar

<p>Serikat Sarjana Muslim Minta Usut Tuntas Skandal Reses Illegal DPD RI</p>
<p>Serikat Sarjana Muslim Minta Usut Tuntas Skandal Reses Illegal DPD RI</p>

Pengambilan sumpah jabatan sebagai Ketua dan Wakil Ketua DPD RI periode 2024-2029 di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/10/2024). Sumber: Antara Foto/Aditya Pradana Putra

JAKARTA- Desakan masyarakat terhadap KPK segera mengusut dugaan reses illegal yang melibatkan 150 anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) terus berlanjut. Kali ini, desakan tersebut datang dari Dewan Pimpinan Pusat Serikat Sarjana Muslimin Indonesia (DPP SESMI) yang disampaikan langsung oleh Ketua Umum DPP SESMI Sanusi Pani.

“Reses illegal yang diduga diinisiasi oleh pimpinan DPD RI harus diusut tuntas karena merupakan perbuatan melawan hukum dan menyebabkan kerugian keuangan negara puluhan miliar,” kata Sanusi di Jakarta, Senin (10/03).

Ia melanjutkan, perbuatan serius melawan hukum oleh 150 anggota DPD RI tidak mungkin bisa dilakukan tanpa seijin pimpinan DPD. Menurutnya, sebagian anggota DPD dan pimpinan DPD adalah orang-orang lama di DPD yang sudah tahu mekanisme reses termasuk segala aturan perundangan tentang reses.

“Undang-Undang MD3 mengatur, reses DPD RI mengikuti atau selaras dengan reses DPR RI sebanyak empat kali, bukan lima kali seperti yang dilakukan DPD RI. Kelebihan reses ini hanya bisa dilakukan sepengetahuan atau inisiatif pimpinan DPD,” ujarnya.

“Selain itu, sekretariat tidak mungkin mengikuti kemauan DPD RI melaksanakan reses lima kali dalam satu tahun sidang kalau tidak ada tekanan atau intervensi dari yang lebih kuat atau pimpinan DPD,” Ucap Sanusi.

Oleh karena itu, ia meminta lembaga anti rasuah KPK segera turun mengusut secara tuntas kasus reses illegal atau kelebihan reses yang sengaja dilakukan dengan tujuan untuk memperkaya diri.

“Pimpinan DPD RI setidaknya telah melanggar tiga undang-undang yang mengatur, diantaranya, Undang-undang MD3, Undang-Undang Tentang Penyelenggara Negara dan Undang-Undang tentang Perbendaharaan Negara,” tuturnya.

Ia menegaskan, reses illegal atau kelebihan reses yang merugikan keuangan negara puluhan miliar bukan sekedar pelanggaran etik tapi juga pelanggaran pidana serius. “Karena itu harus diproses hukum secara terbuka terang benderang tidak bisa selesai hanya dengan pengembalian uang kepada negara. Usut tuntas,” tegas Sanusi.

Tiga UU
Beberapa wakt lalu, desakan yang sama juga datang dari Aliansi BEM NKRI. Mereka bahkan sempat menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (24/2/2025).  Aksi ini dilakukan untuk mendesak KPK segera mengusut dugaan penyalahgunaan keuangan negara oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, terkait penambahan jumlah reses pada tahun 2024, yang diduga melanggar aturan dan berpotensi merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah.

Dalam pernyataan tertulisnya, Komite Aksi Aliansi BEM NKRI menegaskan, keputusan Pimpinan DPD RI untuk mengadakan dua kali reses dalam periode Oktober hingga Desember 2024 bertentangan dengan aturan yang berlaku.  Mereka menyoroti, pelanggaran ini tidak hanya merupakan penyimpangan prosedural, tetapi juga bertentangan dengan tiga undang-undang, yakni UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, serta UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Kevin Simamora, Koordinator Lapangan yang juga merupakan Presiden Mahasiswa Universitas Jayabaya menegaskan, keputusan tersebut bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga berpotensi memperkaya diri atau kelompok tertentu.  Hal ini terjadi karena anggaran reses yang bernilai puluhan miliar rupiah telah dicairkan dan diterima oleh anggota DPD RI, meskipun secara aturan mereka hanya berhak atas satu kali reses dalam periode tersebut.

"Kami sudah menelusuri pola reses DPR dan DPD dalam beberapa tahun terakhir. Sejak 2019, DPR RI hanya melaksanakan satu kali reses dalam periode Oktober hingga Desember. Tetapi yang terjadi di DPD RI pada tahun 2024 ini justru anomali. Mereka melaksanakan dua kali reses dalam periode yang sama, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ini jelas bukan kesalahan teknis, tetapi ada unsur kesengajaan yang berpotensi merugikan keuangan negara," ucap Kevin.

Sebelumnya, Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho mengkritik keras kebijakan penambahan jumlah reses di DPD RI pada rentang bulan Oktober hingga Desember 2025, dari seharusnya satu kali, menjadi dua kali. Menurutnya, menambah jumlah reses dari empat kali menjadi lima kali pada tahun persidangan terakhir, dianggap tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan dapat berujung pada pelanggaran prinsip pengelolaan keuangan negara.

Sebab, kata Hardjuno, masa reses DPD harus mengikuti masa reses DPR. Sedangkan di rentang Oktober hingga Desember 2025, DPR hanya satu kali reses. “Saya kira, selain melanggar UU MD3, penambahan reses ini tentu akan memberikan tekanan yang berat kepada APBN kita. Ini mencerminkan para pembuat kebijakan di DPD tidak memiliki sense of crisis,” kata Hardjuno di Jakarta, Kamis (15/1).

Ia pun menegaskan, uang pajak rakyat yang dipakai untuk membiayai penambahan reses anggota DPD RI ini sangat besar. Bahkan angkanya mencapai miliaran rupiah.

“Kita tahu uang reses yang diberikan secara lumsum kepada anggota DPR dan DPD cukup besar. Kalau tidak salah setiap orang menerima lebih kurang Rp350 juta sekali reses. Sedangkan jumlah anggota DPD sekarang 152 orang. Jadi dikalikan saja, berapa uang APBN yang terkuras untuk penambahan reses DPD RI ini,” tegas Hardjuno.

Senada, Indonesian Corrupt Workflow Investigation (ICWI), meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki dugaan pelanggaran yang terjadi. Menurut ICWI, penambahan jumlah reses yang tidak sesuai aturan berimplikasi pada penggunaan anggaran negara yang tidak semestinya, terutama di tengah kondisi fiskal negara yang defisit.

Awalnya saya membaca berita yang disampaikan mantan anggota DPD RI asal Aceh Fachrul Razy, yang mengungkapkan, sekaligus mengingatkan pimpinan DPD baru, lantaran menambahkan jumlah reses melampaui jumlah reses DPR.  Ada beberapa Undang-Undang yang patut diduga dilanggar,” kata pendiri ICWI Tommy Diansyah.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar