c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

NASIONAL

01 Oktober 2025

11:51 WIB

Rokok Jadi Pengeluaran Kedua Terbesar Keluarga

Rokok juga menjadi pengeluaran kedua terbesar keluarga prasejahtera sehingga sulit naik kelas. 

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Rokok Jadi Pengeluaran Kedua Terbesar Keluarga</p>
<p>Rokok Jadi Pengeluaran Kedua Terbesar Keluarga</p>

Ilustrasi kemasan bungkus rokok. Sumber: Shutterstock/Juicy FOTO.

JAKARTA - Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) mengatakan, konsumsi rokok memperparah kondisi kelompok rentan dan prasejahtera. Karena menurut berbagai studi konsumsi rokok tak hanya berdampak pada kesehatan, tapi juga ekonomi dan kesejahteraan.

"Berbagai data yang sudah bertahun-tahun termasuk data BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa konsumsi kedua terbanyak di setiap keluarga, apalagi keluarga yang rentan atau yang mendapat bantuan langsung tunai dan sebagainya, adalah rokok," ujar Ketua PKJS UI, Aryana Satya, dalam konferensi pers di Yayasan Jantung Indonesia, Jakarta, Selasa (30/9).

Dia melanjutkan, studi PKJS UI pada 2019 juga menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi rokok sebesar satu persen meningkatkan risiko kemiskinan hingga enam persen. 

Sebab, pengeluaran rokok membuat rumah tangga menggeser pengeluaran yang bersifat produktif dan investasi bagi sumber daya manusia.

Temuan itu sejalan dengan studi lain pada 2024 yang menunjukkan enam dari sepuluh rumah tangga mengalokasikan 10,7% anggaran untuk rokok.

Angka itu lebih tinggi dibandingkan anggaran untuk bahan pokok sebesar 10,4%, buah dan sayur sebesar 6,7%, dan daging sebesar 6,5%.

Baca juga: Cukai Rokok Batal Naik Tuai Protes Masyarakat   

Aryana juga mengatakan, tingginya konsumsi rokok masyarakat Indonesia membuat kelas menengah rentan turun kelas. Pasalnya, pengeluaran untuk rokok membebani pengeluaran rutin dan menghambat investasi untuk pendidikan serta kesejahteraan masa depan.

Menurut dia, berbagai hal itu terjadi karena harga rokok di Indonesia relatif murah dan masih bisa dibeli per batang, sehingga sangat terjangkau oleh kelompok rentan dan anak-anak. 

Data pada tahun 2025 pun menunjukkan Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara dengan tingkat keterjangkauan rokok tertinggi di ASEAN.

Oleh karena itu, Aryana berpendapat perlu ada kebijakan yang mampu mengurangi daya beli terhadap rokok dan mengendalikan konsumsi rokok. 

Kebijakan itu mencakup menaikkan harga rokok melalui peningkatan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT), penyederhanaan struktur cukai, dan larangan penjualan rokok di bawah harga jual eceran.

Seperti yang ditunjukkan berbagai studi jika harga rokok mahal, peluang untuk berhenti merokok semakin besar.

"Akhirnya akan menurunkan prevalensi perokok sehingga hasilnya adalah generasi Indonesia yang sehat dan dapat mencapai Indonesia emas," pungkas Aryana.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar