JAKARTA - Pengajar hukum pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, Revisi Undang-undang (RUU) Pemilu sampai saat ini belum juga dibahas. Padahal RUU ini masuk Prolegnas 2025.
“Tapi sampai hari ini naskah akademik belum ada. Draf RUU belum ada. Bahkan tarik menarik antara usulan baleg dengan usulan Komisi II. Di antara Alat Kelengkapan Dewan saja ada kontradiksi begitu,” jelas dia, dalam forum dialog di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (29/10).
Titi mengamati, pembahasan RUU Pemilu belum dimulai karena besarnya kepentingan politik dan pertarungan politik. Padahal, RUU Pemilu dapat menjadi titik terang bagi perbaikan kualitas demokrasi Indonesia, termasuk dari sisi pendanaan partai politik.
RUU Pemilu ini, kata dia, begitu penting bagi masyarakat dan akan menjadi salah satu UU yang paling banyak dipelajari oleh masyarakat.
“Bayangkan misalnya petugas pemilu saja itu jumlahnya 8 juta. Mereka semua akan membaca UU Pemilu,” katanya.
Baca juga: DPR Bahas RUU Pemilu Di 2026Molornya pembahasan RUU Pemilu dikhawatirkan Titi akan berdampak pada kualitas isi di dalamnya.
“Jadi yang dibutuhkan itu adalah bukan lagi kita bertanya RUU Pemilu ini mampu atau tidak menjadi instrumen penyelesaian, tapi ini memang harus dimulai. Jadi dimulai prosesnya. Karena kalau kita mulai 2026, Agustus 2026 itu seleksi penyelenggara pemilu itu sudah dimulai," kata dia.