c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

NASIONAL

16 Juli 2025

11:07 WIB

Revisi UU Kehutanan Jalan Untuk Melindungi Hutan 

UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dinilai memihak pemodal dan membuat pemerintah abai untuk melindungi hutan.

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Revisi UU Kehutanan Jalan Untuk Melindungi Hutan&nbsp;</p>
<p>Revisi UU Kehutanan Jalan Untuk Melindungi Hutan&nbsp;</p>

Hutan di kaki Gunung Rinjani, Senaru, Lombok, Indonesia. Sumber Foto: Shutterstock/dok.

JAKARTA - Koalisi masyarakat sipil mendesak DPR segera revisi Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan agar lebih adil dan melindungi ekosistem hutan.

Juru Bicara Forest Watch Indonesia, Anggi Putra Prayoga dalam keterangan tertulis, Selasa (15/7) mengatakan, “Sudah saatnya Indonesia tidak lagi menempatkan hutan sebagai aset negara yang bebas dieksploitasi.

Karena, selama 26 tahun, telah terjadi pengabaian terhadap keberadaan masyarakat adat dan masyarakat petani hutan. Membiarkan konflik tenurial yang tidak selesai, impunitas perusahaan penghancur hutan, dan perluasan teritorialisasi hutan melalui kebijakan transisi energi dan pangan.

Padahal, hutan adalah ekosistem utuh dengan manusia di dalamnya. Ada masyarakat adat dan komunitas lokal, kekayaan alam dan keanekaragaman hayati serta aktivitas sosial dan ekonomi yang terkait dengan hutan, tak bisa dipisah-pisahkan. 

Sedangkan, UU Kehutanan telah tujuh kali mengalami perubahan melalui Perppu, Putusan MK dan UU yang mencabut pasal-pasal di UU Kehutanan.

“Karena itu, koalisi berpendapat bahwa UU 41 Tahun 1999 sudah tidak layak lagi dipertahankan,” ungkap Anggi.

Baca juga: DPR Harap Revisi UU Kehutanan Segera Disahkan   

DPR tengah menyusun Rancangan UU Perubahan Keempat atas UU 41 Tahun 1999. Beberapa pihak sudah diundang dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) untuk memberikan masukan.

Namun, Anggi menilai, masyarakat sipil diberi waktu terbatas untuk memberi masukan bagi perubahan UU Kehutanan pada RDP, Selasa, 15 Juli 2025. 

Padahal, ada banyak catatan dari koalisi untuk melindungi ekosistem hutan dan pengakuan hak-hak dasar masyarakat adat.

Menurut dia, masyarakat ingin perubahan UU Kehutanan bukan sekadar revisi. Tapi, harus memastikan pelindungan hutan dan hak-hak masyarakat adat. Membahas nasib hutan Indonesia yang menjadi sorotan dunia.

Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI, Uli Arta Siagian mengatakan, selama ini negara mengelola hutan dengan mengutamakan kepentingan ekonomi dan menguntungkan segelintir orang. Sedangkan, akses kelola masyarakat melalui hutan adat dan hak akses melalui perhutanan sosial sedikit sekali.

Kemudian, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Refki Saputra menyatakan, pemerintah harus tegas menghentikan penghancuran hutan alam, baik legal maupun ilegal.

Pemberian izin konsesi kehutanan di bawah rezim UU Kehutanan saat ini hanya memandang hutan sebagai sumber penerimaan negara, ketimbang penyangga kehidupan. Setidaknya, ada 42,6 juta ha hutan alam di dalam tiga kawasan hutan produksi dan terancam deforestasi di masa mendatang. Kebijakan moratorium pemberian izin di hutan dan gambut di level Inpres pun tidak cukup kuat. 

Apalagi, tambah Refki, masih melihat deforestasi dan kebakaran di area yang sudah moratorium. Data terakhir menunjukkan hilangnya 39 ribu ha hutan alam di area moratorium sepanjang 2024. 

“Sudah saatnya UU Kehutanan yang baru menghentikan praktik ‘monetisasi hutan’ dan menyelamatkan 90,7 juta ha hutan alam tersisa, memihak pada masyarakat adat, pelindungan biodiversitas dan iklim,” papar Refki.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar