c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

22 Agustus 2025

18:27 WIB

Puskapol UI Kritik BPS Hitung Kemiskinan

Indikator yang digunakan BPS untuk hitung kemiskinan kurang tepat sehingga muncul data kemiskinan berkurang.

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Puskapol UI Kritik BPS Hitung Kemiskinan</p>
<p>Puskapol UI Kritik BPS Hitung Kemiskinan</p>

Ilustrasi Kemiskinan/ ShutterstockTOM...foto.

JAKARTA - Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) mempertanyakan indikator Badan Pusat Statistik (BPS) tentang masyarakat miskin, dimana data itu dijadikan pemerintah sebagai dasar untuk membuat program prioritas Sekolah Rakyat.

Direktur Eksekutif Puskapol UI, Hurriyah menjelaskan, mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, sekolah rakyat untuk warga miskin dan miskin ekstrem. 

Namun, lanjut dia, pemerintah juga mengukur kemiskinan di Indonesia dengan data global dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang menyebutkan, jumlah orang miskin di Indonesia 60%. Maka dari data ini, seharusnya yang disentuh dengan program Sekolah Rakyat.

Baca juga: Prabowo Ingin Kemiskinan Ekstrem Nol Persen Dalam Waktu Singkat

Sedangkan, melihat data BPS mengenai indikator kemiskinan, sasaran orang miskin tidak terakomodir.

“Kalau pengeluarannya di bawah Rp20 ribu per hari per orang Itu baru dianggap kategori miskin,” jelasnya, dalam diskusi daring Sekolah Rakyat, Jumat (22/8).

Hurriyah mengatakan indikator untuk mengukur tingkat kemampuan ekonomi ini memberikan masalah.

“Pengeluaran Rp3 juta per bulan per orang saja itu sudah masuk ke kategori super kaya hari ini,” lanjut dia.

Akibat perhitungan BPS itu juga, menurutnya, memperlihatkan seakan-akan kemiskinan menurun. Tapi, bukan karena orang Indonesia mendadak kaya, tapi karena standar kemiskinannya diturunkan.

Sebagai informasi, BPS menyampaikan angka penduduk miskin Indonesia ada sebanyak 23,85 juta orang. Angka ini mengalami penurunan 0,2 juta orang dibandingkan dengan September 2024.

Dari sisi persentasenya, jumlah penduduk miskin terhadap total populasi atau total penduduk pada Maret 2025 mencapai 8,47%. Jika dibandingkan dengan September 2024 turun sebesar 0,1%.

Hurriyah menambahkan, indikator kemiskinan BPS menjadi alat ukur yang menimbulkan masalah pada tingkat perguruan tinggi. Standar agar mahasiswa mendapat keringan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) itu sulit.

“Harus ada Surat Keterangan Tidak Mampu, data-data video foto (kondisi) rumah, terus ada bukti pembayaran listrik, dan lainnya. Jelimet banget,” lanjut dia.

Menurutnya, hal itu seakan-akan menunjukkan bahwa jika tidak dalam keadaan miskin sekali tidak usah minta keringanan UKT.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar